Jeanette Archer, seorang wanita bersuami, menghabiskan satu malam panas bersama seorang pria. Hal itu terjadi di acara ulang tahun adik kesayangannya.
Axton Brave Williams, yang anti pernikahan, menerima tantangan dari para sahabatnya untuk melepas keperjakaannya. Ia melakukan sebuah ONS dengan seorang wanita di sebuah klub.
Jean merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya, membuat dirinya menerima perlakuan suaminya yang semakin lama semakin acuh. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa suaminya telah mengkhianatinya jauh sebelum mereka menikah.
Sebuah perceraian terjadi, bahkan kedua orang tuanya mendukung ia berpisah, karena wanita selingkuhan suaminya tengah hamil. Di hari yang sama, ia mengetahui bahwa dirinya tengah hamil akibat malam panas yang ia lewati.
Tak mendapat dukungan dari siapapun, membuatnya lari saat hamil dan kembali menikmati petualangannya di alam bersama anak dalam kandungannya. Hingga takdir membawanya kembali pada pria yang merupakan ayah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI MANA DADDY ALEX?
Alex pulang ke rumah dengan bersenandung. Jeanette bisa melihat kembali keceriaan Alex seperti dulu dan itu sangat membahagiakannya.
"Ayo kita mandi dulu, setelah itu kita makan siang," ucap Jeanette.
"Okay, Mom," Alex sudah tidak sabar untuk menyelesaikan rutinitasnya. Ia akan kembali memainkan komputernya setelah itu. Belakangan, ia jarang bermain dengan Abra karena ia lebih sibuk dengan komputernya. Meskipun Mom Jeanette hanya memberikan waktu 1 jam, tapi setelahnya ia akan berkutat dengan sebuah buku tulis di mana ia mencatat apa yang akan ia lakukan setelahnya, membuat waktu 1 jam nya tetap efektif.
Selesai menyantap makan siangnya, Alex langsung melompat turun dari kursi. Ia masuk ke dalam kamar tidur untuk berkutat dengan komputernya. Namun, raut wajahnya seketika berubah ketika ia tak bisa menyalakan komputernya.
"Mom!" panggil Alex yang kini sudah berada di bawah meja dan memeriksa CPU komputernya.
Jeanette menghela nafasnya pelan, kemudian bangkit dari duduknya, "ada apa, sayang?"
"Mom, kabelnya hilang satu," ucap Alex.
"Hilang?"
"Ya, apa Mom lihat?"
"Tidak, sayang. Apa mungkin kamu melepasnya?" tanya Jeanette.
"Tidak, Mom. Aku belum menyentuhnya lagi sejak pulang dari hotel."
"Kalau begitu bermainlah dulu dengan Abra. Kalau nanti Mom pergi ke toko komputer, Mommy akan membelikan kabel yang kamu butuhkan," ucap Jeanette.
Alex terduduk di lantai, di depan meja komputernya. Wajahnya yang awalnya berseri seri, kini berubah cemberut.
Maafkan Mommy. - Jeanette tahu Alex sangat menyukai komputernya, akan tetapi komputer itu pula yang seakan menjauhkan putranya dari dirinya. Ia tak mau itu terjadi. Jeanette juga yakin, kalau Alex akan menghubungi Axton menggunakan komputer itu. Ia kini menyadari betapa genius putranya itu, meski usianya baru 4 tahun
"Apa kita tidak bisa pelgi sekalang, Mom?" tanya Alex yang sangat ingin menyalakan komputernya.
"Hari ini Mommy ada pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Besok?"
Jeanette mulai melihat kekecewaan di wajah putra kesayangannya dan itu adalah kelemahannya. Ia tak bisa melihat Alex bersedih. Apakah dirinya yang harus berkorban untuk kesekian kalinya? Apa dia harus rela putranya dekat dengan Axton? Hati Jeanette seakan dilema.
"Kita lihat besok ya, sayang. Mommy tak ingin berjanji, lalu besok malah tidak bisa pergi."
Bibir Alex mengerucut, ia akhirnya berjalan keluar menuju rumah Abra. Jeanette menatap kepergian putranya itu dengan perasaan sedih. Sedih karena dirinyalah yang telah membuat Alex seperti itu. Ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri yang telah membohongi Alex, kebohongan yang tak pernah ia ingin lakukan.
Apa yang harus aku lakukan? - Jeanette merasa ketenangan dan kedamaian hidupnya kini telah menghilang, sejak kehadiran Axton di dalam hidup putranya.
*****
Axton yang sudah siang tak mendapatkan telepon atau pesan dari Alex, tiba tiba menjadi uring uringan. Bahkan Zero yang memasuki ruangan atasannya itu dibuat bingung dengan sikap Axton yang tak seperti biasanya.
"Mengapa dia tak menghubungiku? Bahkan ia tak mengirimkan pesan. Seharusnya ia sudah pulang sekolah kan?" Axton melihat jam di pergelangan tangannya untuk memastikan.
Tak bisa! Axton tak bisa didiamkan seperti ini. Perasaannya terus saja gelisah hanya karena tak dapat berkomunikasi dengan seorang anak laki laki yang usianya jauh di bawahnya.
"Ze! Siapkan pesawatku. Aku akan pergi ke Bali!" perintah Axton.
"Lagi? Bukankah kita baru kembali kemarin?" tanya Zero yang takut atasannya itu salah tujuan.
"Cepat! Aku ingin berangkat hari ini juga!" Axton tak bisa menunggu hingha esok. Ia sendiri merasa aneh dengan dirinya sendiri, tapi ia tak bisa membiarkan perasaannya terus seperti ini.
"Baik, Tuan," Zero pun segera keluar dari ruangan Axton dan mempersiapkan perjalanan atasannya. Ia menggelengkan kepalanya tanda tak mengerti keputusan yang dibuat oleh Axton. Proyek mereka juga sedang banyak dan ada beberapa meeting yang harus dihadiri esok hari.
Siang itu juga, Axton berangkat ke Pulau Bali seorang diri, sementara Zero ia tinggalkan untuk mengurus perusahaan. Apapun yang terjadi, Axton harus tetap memperhatikan perusahaan atau ia akan dipertanyakan oleh Dad Azka dan ia tak ingin hal itu terjadi.
Sesampainya ia di Pulau Bali, ia tak menuju ke hotel tetapi langsung menuju ke rumah Alex. Axton turun dari taksi dan berdiri tepat di depan rumah Alex. Dari kejauhan, Axton melihat Alex yang keluar dari sebuah rumah sambil menunduk. Sesekali ia menendang batu batu kecil di jalan dengan wajah yang cemberut.
"Abla nakal! Aku punya Daddy!" ucap Alex yang mulai berteriak kesal.
"Alex!" panggil Axton saat melihat anak laki laki yang tengah cemberut dan menunduk.
Mendengar suara yang ia kenali, Alex langsung mendongakkan wajahnya. Matanya langsung berbinar ketika melihat sosok yang saat ini sangat ia rindukan. Axton sedikit berlutut dan merentangkan tangannya, membuat Alex berlari dan langsung memeluknya.
"Alex lindu," ucap Alex dalam dekapan Axton.
"Om juga rindu padamu."
Alex terdiam dalam gendongan Axton dan merebahkan kepalanya di bahu Axton. Pelukan Axton yang begitu hangat membuatnya terasa sangat nyaman.
Jeanette yang mendengar suara di depan rumahnya pun akhirnya keluar, seketika matanya membulat melihat sosok yang sudah berdiri dengan tegap di sana. Nafasnya mulai tak teratur dan jantungnya berdetak cepat.
"Berikan Alex padaku," ucap Jeanette yang berusaha meraih Alex dari gendongan Axton. Kedekatan Alex pada Axton sudah lebih dari wajar antara seorang anak kecil dengan seorang pria dewasa, dan Jeanette tahu bahkan sangat tahu mengapa mereka seperti itu.
"Mom, Alex mau Daddy! Kapan Daddy datang?" tanya Alex.
Deggg
Dia ada di sini, sayang. Dia yang memelukmu, dia yang menggendongmu. Mommy yakin kamu merasakannya tanpa kamu sadari. - Jeanette berusaha melepaskan Alex dari gendongan Axton tapi Alex memeluk Axton dengan erat.
"Biarkan dia denganku," Axton akhirnya membawa Alex masuk dan mereka duduk di sofa ruang tamu. Alex masih berada di pangkuan Axton.
"Om, komputelku lusak, kabelnya hilang," ucap Alex sambil menatap ke arah Axton.
"Hilang?"
"Ya, kata Abla tikus yang ambil," tiba tiba ia teringat ucapan Abra yang membuatnya kesal tadi.
"Om, Om tahu tidak di mana Daddy Alex?" tanya Alex lagi.
Hal itu langsung membuat jantung Jeanette kembali berpacu cepat. Ia pun masuk ke dapur dan berdiri membelakangi meja, sambil memegang dadanya yang berdetak tak karuan.
Jeanette mengintip sebentar ke arah ruang tamu, ia tak melihat lagi keberadaan keduanya, membuat ia panik secara tiba tiba.
"Ke mana mereka?" perasaan takut Axton akan membawa Alex pergi, mulai mendominasi.
Jeanette pun keluar dari dapur dan mendengar suara suara dari arah kamar tidurnya. Ia pun masuk ke sana dan melihat Axton dan Alex sedang berada di depan komputer sambil berbicara dan bercanda. Sekali lagi ia melihat bagaimana interaksi keduanya yang begitu akrab.
"Mom!"
🧡 🧡 🧡
juga asal usul tokoh2nya...
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus berkarya dan sehat selalu 😘😘