Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.
Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?
Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23. Berpulangnya Ayah Asha
Malvin sudah keluar dari ruang operasi dan saat ini dia masih harus melewati masa kritisnya, Ze membawa Rion dan Cia untuk pulang istirahat. Bagaimanapun anak-anak tidak boleh tumbang juga, sementara Maira saat ini di temani bi Ana.
"Mas Al sudah ketemu Asha?" Ze mengirim pesan pada Alvaro suaminya.
"Iya sayang, ini sedang menuju mobil. Bagaimana kondisi Malvin?" Alvaro membawa Asha menuju mobilnya.
"Masih harus melewati masa kritis. Aku bawa anak-anak pulang dulu, Maira ada di rumah sakit sama bi Ana," Ze sudah berada di rumah Malvin dan Maira. Dia memastikan Rion dan Cia tetap makan dan istirahat yang cukup sebelum besok mereka harus ke rumah sakit.
"Sayang? Aku tidak sanggup kalau harus bilang ke Asha," Alvaro masih berpikir bagaimana caranya mengatakan pada keponakannya tentang kondisi Malvin.
"Bawa Asha pulang dulu mas. Nanti aku bantu pikirkan bagaimana bilang ke dia," Alvaro dalam perjalanan menuju bandara.
Keenan dan Tiara langsung menuju rumah sakit setelah mendengar kabar tentang kecelakaan Malvin, Kafka yang kebetulan sedang pulang ke Jakarta juga ikut bersama ke dua orang tuanya. Tiara langsung memeluk Maira dan berusaha menyemangatinya, menenangkan Maira bahwa Malvin akan baik-baik saja. Kafka melihat sekeliling, barangkali ada Asha di sana.
"Maira, Asha sudah tahu?" Maira menggelengkan kepalanya.
"Asha sedang dalam perjalanan ke sini. Kak Alvaro yang menjemputnya langsung," Kafka merasa aneh, di mana sebenarnya selama ini Asha menempuh pendidikan dan tinggal. Sampai saat ini dia tidak tahu sebenarnya di mana Asha kuliah atau bekerja.
Tiba-tiba saja dokter keluar dari ruangan tempat Malvin di pantau, dokter meminta tiga orang keluarganya untuk masuk ke dalam. Maira, Tiara dan Keenan masuk ke dalam sementara Kafka dan bi Ana menunggu di luar. Malvin memang sudah sadar tapi kondisinya belum stabil, Maira mendekat dan menggenggam tangan suaminya. Air matanya lolos tanpa bisa dia tahan lagi, melihat kondisi Malvin yang terbaring lemah.
Malvin dengan tenaga yang dia punya berusaha untuk berbicara pada Maira. "Sayang, maaf untuk semua kesalahanku. Ikhlaskan aku, kamu harus bahagia. Aku akan menunggumu disana," Maira semakin menggenggam erat tangan suaminya, tenggorokannya seolah tercekat tak mampu mengeluarkan sepatah katapun dan hanya anggukan kepala sebagai tanda jawaban atas ucapan Malvin.
"Keenan," Malvin mengisyaratkan tangannya pada Keenan untuk mendekat, Tiara menguatkan Maira dengan menggenggam tangannya.
"Hemm ... jangan banyak bicara dulu, istirahat Vin. Kita bicara nanti setelah kamu membaik," Keenan duduk dengan menggenggam tangan Malvin.
"Harus sekarang Keenan, waktuku mungkin sudah dekat. Aku ingin Kafka menjaga Asha, hanya dia yang bisa aku percaya" Keenan tentu mengerti maksud Malvin.
"Andai mereka di sini. Aku ingin menyerahkan Asha padanya sendiri sebelum aku pergi, tapi sepertinya tidak mungkin. Semoga Kafka bisa menjaga Asha," Maira dengan derai air matanya berusaha tetap tegar mendengar ucapan suaminya.
"Kamu sendiri yang harus menyerahkannya pada Kafka Vin," Keenan bangkit dari duduknya dia keluar dari ruangan tempat Malvin di rawat untuk menemui Kafka.
"Kaf, kondisi om Malvin saat ini mengkhawatirkan. Om Malvin punya permintaan dan mungkin hanya kamu yang bisa mewujudkannya," Kafka bingung dengan maksud papanya.
"Maksud papa?" Tiara keluar dari pintu ruangan dan mendekat pada suami dan anaknya.
"Menjaga Asha sayang! Om Malvin memintamu menjaga Asha," Kafka mulai mengerti maksud perkataan papa dan mamanya.
"Om Malvin ingin melihat kamu menikah dengan Asha," riuh isi kepala Kafka detik itu juga. Di tambah dengan mamanya yang memohon pada Kafka, Kafka paling tidak bisa menolak permintaan Tiara. Tapi dia juga tidak siap dengan semua yang tiba-tiba, fokusnya saat ini adalah memperjuangkan residen untuk bisa masuk tahap fellowship.
"Ma, pa, ini terlalu mendadak. Asha juga tidak ada di sini," Maira tiba-tiba keluar saat mereka bertiga masih berdiskusi, dia mendekat pada Tiara, Keenan juga Kafka.
"Keenan, Tiara. Kafka tidak harus melakukannya, dia hanya perlu mengatakan pada Malvin bahwa dia akan menjaga Asha. Kita tidak bisa memaksa Kafka jika dia tidak mau," Tiara mendekat pada Maira, menggenggam tangan sahabatnya. Maira masih bisa bicara dengan tenang dan tersenyum, Tiara tahu betapa sahabatnya itu sangat gelisah, rasa takut juga kesedihan yang terpancar dari sorot matanya. Takut kehilangan separuh jiwanya, teman hidupnya, teman dalam melakukan apapun semasa hidup.
Melihat dua sosok wanita yang sangat dia hormati itu tentu membuat Kafka tak mampu lagi berbuat apapun selain mengiyakan.
"Kafka bersedia pa," mereka bertiga terkejut dengan ucapan Kafka.
"Kafka yakin?" Maira memastikan lagi pada Kafka.
"Iya, tante" ucapan Kafka membuat mereka lega. Keenan segera menghubungi asistennya untuk mencari ustadz yang benar-benar paham tentang hukum pernikahan dan meminta segera ke rumah sakit. Selain itu dia meminta asistennya untuk membawa uang tunai 10 juta rupiah.
"Tante, bagaimana dengan Asha?" Kafka sama sekali belum melihat keberadaan Asha sampai sekarang.
"Asha masih dalam penerbangan dari ... " belum sempat Maira melanjutkan ucapannya, Keenan sudah memanggil mereka untuk segera masuk ruangan Malvin. Mereka bergegas begitupun dengan Kafka.
Kafka mendekat pada Malvin, duduk di samping ranjang sambil menggenggam tangannya. Dengan sisa-sisa tenaganya dia berusaha berbicara dengan Kafka, sementara Keenan keluar untuk berbicara dengan dokter. Dia menjelaskan tentang permintaan Malvin pada dokter, tentu pihak rumah sakit mengijinkan karena dokter tahu kondisi Malvin saat ini.
Keenan masuk sudah dengan ustadz, di sana sudah ada Tama asisten Malvin dan Rendra asisten Keenan beserta dokter juga perawat yang berjaga-jaga jika kondisi Malvin tiba-tiba butuh pertolongan. Ke dua asisten merekalah yang akan menjadi saksi nikah Kafka dengan Asha. Sementara Asha masih dalam penerbangan dari Boston menuju Jakarta dan baru akan sampai di bandara CGK nanti sore.
Maira menghubungi Ayzel (Ze), dia menjelaskan semua hal yang terjadi di rumah sakit juga kondisi Malvin saat ini. Pagi itu dia memintanya membawa Rion juga Cia ke rumah sakit sesegera mungkin.
"Kafka, maafkan om harus memintamu dalam kondisi seperti ini. Tapi om hanya bisa mempercayakan Asha padamu, om minta jaga dia, jangan sakiti dia. Jika suatu hari kamu tidak lagi bisa dengannya tolong kembalikan dia pada Maira dengan baik," dengan napas yang semakin berat Malvin masih berusaha untuk tetap berbicara.
"Kafka akan menjaga Asha. Kafka janji," sebelum akad dimulai, ustadz Dery menjelaskan dengan singkat namun dapat di pahami oleh semua orang yang ada dalam ruangan. Asha memang tidak ada di tempat, namun itu tidak masalah karena Malvin sebagai ayah kandungnya sendir yang akan menjadi wali nikah, selain itu semua orang tahu Asha menyukai Kafka dari kecil. Malvin dengan sedikit tertatih tetap berusaha menjadi wali untuk Asha, dia ingin menyerahkan putri sulung tercintanya dengan tangannya sendiri pada pria yang dia yakin akan menjadi teman berbagi apapun dengan Asha. Meskipun dia tahu mungkin mereka akan melewati hal yang tidak mudah, tapi Malvin yakin mereka bisa melaluinya.
Ustadz Dery memastikan semua sudah siap dan memandu Malvin. "Kafka Acacio Narendra saya nikahkan engkau dengan putri kandung saya Ashana Keyra Zerrin binti Althan Malvin Zerrano dengan mas kawin uang tunai sebesar 10 juta rupiah dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Ashana Keyra Zerrin binti Althan Malvin Zerrano dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Ustadz Dery langsung bertanya. "Bagaiman saksi? Sah?"
"Sah ustadz," Tama dan Rendra menjawab dengan serempak dan di ikuti ucapan syukur dari semua yang ada di ruangan tersebut, termasuk dokter dan perawat.
"Maira, aku lelah. Bisakah aku menggenggam tanganmu? Aku ingin tidur," Maira mendekat pada suaminya, digenggamnya tangan Malvin. Dia menyentuh pipi suaminya dengan satu tangannya yang lain, mengusapnya dengan lembut penuh cinta.
"Tidurlah dengan lelap suamiku, istirahatlah dengan nyaman. Tunggu aku di sana, aku akan datang nanti dengan senyum." Maira mencium kening dan pipi suaminya, Malvin menghembuskan napas terakhirnya dengan senyuman indah. Dia telah pergi untuk selamanya, meninggalkan semua cinta dunianya dan yang tertinggal adalah kesedihan dan kenangan tentang dirinya.