kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Wanita yang dipanggil Sa itu menatap Arga menyalang. Tangannya kembali terangkat menampar Arga.
PLAK!
“Ya ampun, sakit banget itu pasti.” Yana sampai menutup mulutnya.
Wajah Arga sekali lagi terhempas ke samping. Adiba merasakan cengkraman Arga tak lagi sekuat tadi. Dengan cepat ia menarik tangannya. Arga melirik padanya.
“Kalian selesaikan saja pertengkaran kalian. jangan libatkan aku, kita sudah putus!” cetus Adiba tersenyum sinis. Ia melangkah menarik tangan Yana dengan cepat agar tak tertangkap oleh Arga.
“Tunggu!” seru Arga hendak mengejar Adiba yang mulai melngkah jauh. “Adiba!” namun, tangannya lebih dulu ditahan oleh si wanita. Ia menoleh dengan sangat kesal.
“Arga! Enak aja kamu mau main pergi begitu aja. Kita selesaikan dulu masalah kita.”
“kita udah selesai , Sa!” sungut Arga makin kesal dan mencoba melepaskan diri dari wanita itu.
“Enak aja! Setelah kamu enak-enak sama aku, kamu mau main tinggalin aku begitu aja?” sergah si wanita beremosi.”
“Kita udah sepakat sebelumnya, Sa! Kamu mau, begitupun dengan ku. Tidak ada paksaan, lagian kamu juga udah nggak perawan saat main sama aku!” hardik Arga terus mencoba lepas dari wanita itu, tetapi, wanita itu sangat lengket seperti karet.
“Apa?” Wanita itu tak percaya dengan apa yang Arga ucapkan. Mulutnya bahkan menganga cukup lebar.”Tega kamu, Ga. Aku main Cuma sama kamu! Kalau aku hamil kamu harus tanggung jawab!”
“Halah, wanta sepertimu pasti juga main sama banyak pria. Sangsi aku, kamu Cuma main sama aku.” Cemooh Arga makin kalap. Adiba sudah tak terlihat lagi. Ia juga sudah terlanjut sangat kesal dengan wanitanya. Gara-gara dia, ia jadi tak bisamenyusul Adiba.
PLAK!
Lagi-lagi Arga kena tampar.
Sementara itu, Adiba terus melangkah cepat hingga lupa akan niatnya mencari kado untuk sang bunda. Tangannya terus menyeret Yana hingga terseog, Yana mau protes, tetapi, ia juga merasa kasihan juga pada Adiba, sahabatnya. Apalagi alasan Arga cukup brengsek menduakan Adiba.
“Diba!”
Adiba diam dan terus melangkah cepat tanpa meperdulikan panggilan dari sahabatnya itu. Hatinya sudah terlanjur sakit dan terluka oleh penghianatan Arga. Mau menangis, tetapi, ia merasa malu jika menangisi Arga yang menghianatinya demi nafsu belaka.
“Diba!”
“Diba! Berhenti dong!” pinta Yana mengeraskan suaranya yang lebih mirip bentakan itu.
Adiba akhirnya berhenti, dadanya naik turun karena terlalu lelah berjalan cepat ditambah beban emosi yang menghimpit dan bikin sesak saja. Setelah ia terdiam dan cukup mengatur nafasnya serta emosinya. Adiba menoleh pada Yana yang sedari tadi dia seret.
“Maaf, ya, Yana,” sesal Adiba.
“Huuuff, Diba kamu halal kok buat marah, boleh ngamuk, bahkan mengutuk Arga juga boleh. Aku tau kamu sakit hati banget sama cowok blangsak dan brengsek itu.” Yana menarik tangan yang sedari tadi Adiba pegang.”Aku bahkan dukung kamu banget kalau mau mukul tuh Arga.”
“Maaf,” sesal Adiba lirih,”Aku terlalu cinta buat mukul Arga.”
Yana melongo, ‘Adiba terlalu cinta sampai nggak tega mukul orang yang sudah menghianatinya? Nggak salah?’ batin Yana.
“ADIBA!” suara panggilan dari Arga dikejauhan sana membuat kedua gadis itu melihat ke arah yang meraka lewati tadi. Arga berlarian mendekat, wajah malas langsung Adiba dan Yana perlihatkan secara kompak tanpa bersepakat.
“Diba…” dengan nafas terengah Arga akhirnya berhasil menyusul kekasihnya, eh, mantan kekasihnya.
“Aku udah nggak ada urusan lagi denganmu!” sinis Adiba menarik tangan Yana melangkah meninggalkan Arga. Namun, dengan cepat Arga menahan tangan Adiba.
“Kita belum selesai, Diba! Aku nggak mau kita putus!”
“Sudah selesai Arga! Selesai sejak aku tau kamu bersama wanita itu!” tegas Adiba menyentak tangannya agar terlepas dari Arga.
“Enggak, aku sayang sama kamu!” tolak Arga semakin kuat menggenggam lengan Adiba.
“Kalau sayang, kamu nggak akan menghianati aku kek gini. Kalau sayang, kamu nggak akan meminta pembuktian cinta dengan hubungan badan seperti yang pernah kamu lakukan. Kalau cinta, kamu juga nggak akan bohongin aku. Tapi, kamu lakukan semua pantangan rasa cinta dan sayang itu. Lalu cinta yang mana yang kamu maksud? Sayang yang mana yang kamu katakan?” ucap Adiba menatap mata Arga.
Arga tak bisa berkata-kata lagi. “Maafin aku, Yang.” Hanya sesal itu yang dapat ia katakan.”Kasih aku kesempatan sekali lagi, Diba!” mohon Arga memelas dan penuh sesal. Ia sangat mencintai adiba, tetapi, ia sendiri tak dapat menahan diri dari hasrat kelakiannya. Saat orang yang sangat ia cintai tak bisa memberi. Maka ia akan mencari wanita lain untuk melampiaskan hasratnya dengan menjadikan Adiba sebagai objek fantasinya. Namun, sekarang ia menyesal. Ia sadar, ia sangatlah mencintai Adiba.
Adiba menggeleng, “Enggak ada kesempatan untuk penghianat, Arga!” tolak Adiba tegas. Baginya, sekali laki-laki itu berhianat, maka ia akan mengulanginya lagi. Entah kapan, bisa sepuluh, atau bahkan lima puluh tahun lagi.
“Aku cinta sama kamu, Diba!” ucap Arga makin ngotot.
Adiba geram dibuatnya, ia memang cinta, tapi dia juga tidak bodoh, belum apa-apa saja sudah berbohong dan berhianat. Bagaimana jika sudah menikah dan merasakan, pasti akan lebih buruk lagi. Dan Adiba tak mau bernasib menyedihkan seperti itu salah memilih hanya karena cinta. Karena ia juga tau, cinta aja nggak cukup.
Adiba terus mencoba melepaskan cengkraman tangan arga. Namun, lelaki itu jelas lebih kuat tenaganya. Tetapi bukan Adiba namanya jika menyerah begitu saja. Ia angkat lututnya dan menarik tangannya sendiri yang Arga cengkram ke belakang. Hingga tubuh Arga mengarah padanya, dan lututnya menyerang dengan sempurna di bagian vital Arga. Mata Arga mendelik kesakitan, tangan yang semula mencengkram tangan Adiba seketika terlepas dan berguling memegangi bagian Vitalnya yang kena serangan lutut Adiba.
Yana tak kalah terperangah, mulutnya juga terbuka lebar sampai melongo tak percaya. Padahal beberapa saat yang lalu Adiba masih bisa bilang nggak tega. “Iyuuhh, itu pasti ngilu banget!” serunya tanpa sadar.
“Yana, ayo!” seru Adiba cepat menarik tangan sahabatnya dan berlari.
‘Haaahh… haaahh… haahh… Udah Diba, aku nggak kuat lagi!” keluh Yana terengah mengambil nafas sambil memeggangi lututnya, setelah mereka berlari cukup jauh dan berhenti di depan toilet wanita. Adiba juga terenggah, keringatnya bercucuran meski mereka masih di ruangan ber-Ac di mall.
“Pipis dulu aja, deh,” usul Adiba,”Skalian sembunyi. Semoga Arga nggak nyari di dalam mall lagi, tapi berpikir kita udh lari keluar dan pulang.”
Yana mengangguk setuju. Mereka akhirnya masuk ke dalam toilet.
“Adiba, sebaiknya kita langsung pulang ke rumahmu aja,” usul Yana setelah cukup lama di toilet dan kini sedang memilih kado untuk bu Sawitri.
“Eh, kenapa?” tanya Adiba heran.
“Aku yakin kalau Arga nggak akan berani datang ke rumahmu,” dalih Yana cukup masuk akal. Karena memang Arga tak pernah berani mengatar dan bertemu dengan orang tua Adiba.
Adiba terdiam sejenak, sepertinya berpikir. “Oke deh,” katanya setuju.
Setelah Adiba mendapatkan kado untuk bundanya. Mereka segera pulang. Yana naik angkot karena memang dia masih ada urusan di tempat lain. Meski Adiba menawarkan mengantar, tetapi, Yana menolak dengan alasan nanti bisa bertemu Arga di jalan. Yana juga meminta Adiba mengambil jalan tikus agar tak bisa bertemu dn dicegat Arga. Adiba sampai di depan rumahnya, akan tetapi, ia malah dibuat terkejut dengan kedatangan seseorang yang tak terduga.