Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ghost
Suara pintu terbuka dengan keras membuat semua orang beralih menatap kearah pintu, sendok yang Cahaya suapkan masih nyangkut di mulut Sagara dan Cahaya pun masih memegangi batang sendoknya tanpa sadar.
"Apa-apan ini..!" Bentak Mahya datang dengan wajah marah.
Cahaya beralih menatap Sagara, ia segera menarik sendok dari mulut Sagara. Bima dan Sagara kompak memasang wajah datar, tidak ada satu pun dari mereka yang berniat bangkit dari kasur dan juga menghampiri Mahya.
"Mana Rachel?! Kenapa dia suapi kamu, Sagara!" Tanya Mahya dengan emosi yang meledak-ledak.
Bagaimana Mahya tidak marah, dari depan Satpam mengatakan kalau Rachel sudah pergi atas perintah dari Sagara yang tidak mengizinkan calon menantunya itu menginjakkan kaki di rumahnya.
"Aaaaa..... Suapi lagi, jangan hiraukan orang lain." Sagara membuka mulutnya meminta Cahaya kembali menyuapinya.
"Bima juga mau, barengan lah kita." Ucap Bima.
Cahaya jadi bingung, di sisi lain ia takut melihat wajah marah Mahya yang tiba-tiba datang memasang wajah bengisnya pula. Tetapi di sisi lain, ada dua orang yang meminta suapan dari tangannya.
"Mbak Yaya, jangan takut. Ini tuh ghost yang aku maksud, mengerikan bukan!" Bisik Bima yang masih bisa di dengar oleh Sagara.
Sagara pun diam saja mendengar bisikan Bima, Cahaya adalah orang pertama yang menjadi tempat cerita anaknya, jadi ia tidak perlu protes. Cahaya menganggukkan kepalanya paham, akhirnya ketiga orang yang berada diatas kasur itu sama-sama diam tak menghiraukan Mahya, malah lebih memilih menikmati makanannya.
"Heh! Siapa kamu? Masa pembantu duduk di kasur majikannya, kamu penjilat ya? Mau goda anak saya, IYA?!" Mahya menunjuk kearah Cahaya.
"Sssttt, Ma. Apa Mama gak bisa ngomong pelan aja? Rumah Gara bukan hutan, gak perlu teriak-teriak seperti itu." Ucap Sagara.
"Mana calon mantu Mama? Kenapa kamu gak minta suapi sama Rachel aja, malah minta di suapi sama pembantu dekil, kumel kayak gitu? Dapet dari mana sih kamu pembantu modelan kayak gini." Cerocos Mahya membuat hati Cahaya berdenyut nyeri, apa semua orang kaya memang menilai dirinya dari pakaian yang di kenakan saja.
'Sepertinya zaman ini semakin edan saja, memang kenapa dengan bajuku? Lihat saja nanti, kalau Yaya glowing bakalan bikin pangling' Batin Cahaya.
Sagara meminta Cahaya membantunya untuk duduk, wajahnya tersenyum miring mendengar ibunya mengatakan calon menantu pada Rachel. Andai saja dia tahu, kalau sebenarnya Rachel bukanlah calon menantunya, melainkan calon madunya.
"Kata siapa Cahaya pembantu? Justru orang yang sedang menyuapi aku dan Bima itu calon istri yang sebenarnya," Ucap Sagara secara spontan.
"APA!" Pekik Mahya.
Cahaya membulatkan matanya, dia menatap tajam kearah Sagara dan hendak memprotesnya, namun Sagara segera menempelkan jari telunjuknya di depan mulut Cahaya.
"Sudah lah sayang, kamu cukup diam saja, biar aku jelaskan semuanya pada Mama." Ucap Sagara memberikan kode pada Cahaya untuk mengikuti ucapannya.
'Apa-apaan duda satu ini, Ya Allah.. Tolonggg... Yaya teh takut baper, ada aja gebrakannya nih bapak si Bima' Batin Cahaya mulai kesal.
Bagaimana Cahaya tak kesal, dengan mengatakan kalau dirinya calon istri saja sudah memancing kemarahan Mahya yang akan semakin menilai jelek dirinya.
"Iya, Nenek. Mbak Yaya itu calon Mama aku, Bibi Rachel kan adiknya Mama, jadi Bima gak mungkin panggil Bibi Rachel dengan sebutan Mama." Ucap Bima. Tentu dia tahu maksud dari neneknya itu, mana mau dia menerima Rachel sebagai ibu sambungnya.
"Jadi, kalian kumpul kebo disini, hah!" Sewot Mahya.
"Mana ada kebo di rumah, adanya ya di peternakan lah, Nek." Ucap Bima dengan kepolosannya.
Cahaya dan Sagara menahan tawanya, bukan itu yang Mahya maksud. Mendengar ucapan Bima semakin membuat darah Mahya mendidih, dia berjalan cepat mendekati Cahaya dan menarik rambutnya sampai piring yang di pegang Cahaya terjatuh dan pecah.
Praaaaanggggg...
Bima langsung melompat dari atas kasurnya, dia menarik tangan Mahya dari rambut Cahaya. Sagara menahan rasa sakitnya demi menyelamatkan Cahaya dari amukan ibunya, Cahaya meringis kesakitan karena Mahya menjambak rambutnya dengan kuat.
"Mama, lepaskan!" Bentak Sagara.
"Nenek! Lepaskan calon mamaku, kreekkkkk..." Berontak Bima sambil menggigit lengan Mahya.
"AAAAWWW..!" Teriak Mahya kesakitan, dia sontak melepaskan tangannya dari rambut Cahaya dan menatap lengannya yang meninggalkan bekas gigitan Bima.
Bima langsung memeluk kaki Cahaya, dia tidak akan membiarkan orang yang memberikannya kasih sayang di sakiti orang lain, terlebih orang itu adalah orang yang sama yang sudah membuatnya tersiksa batin maupun fisiknya.
"Mama keterlaluan!" Sagara mengepalkan tangannya, dia menatap tajam ibunya.
"Segitunya kamu membela dia daripada ibumu sendiri..! Apa lebihnya dia di bandingkan Rachel yang berpendidikan, apa dia sudah melemparkan tubuhnya sendiri demi meraup harta kamu, hah! Dukun mana yang sudah dia bayar buat pelet kamu, Sagara yang Mama kenal gak pernah membangkang." Mahya kembali menunjuk Cahaya, tentu Cahaya semakin tak terima dengan ucapan dan tuduhan dari neneknya Bima itu.
Cahaya menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya, dia melepaskan pelukan Bima dan berjalan kearah Mahya.
"Atas dasar apa anda menuduh saya?! Semiskin apapun saya tidak pernah sedikit pun memikirkan hal busuk seperti yang anda tuduhkan, meskipun saya miskin tentunya saya punya harga diri dan juga batasan, tidak seperti anda!" Cahaya membalas ucapan Mahya, tidak peduli dia akan di pecat setelah ini atau tidak. Yang jelas, perkataan Mahya tidak bisa di toleransi olehnya.
"Buktinya kamu kumpul kebo dengan anak aib itu, kenapa? Gak terima, minimal tahu diri lah. Di zaman sekarang, kalau bukan pelet ya mana ada pangeran yang mau sama gembel." Cibir Mahya.
"Ada bukti? Bagaimana anak anda tidak melawan kalau punya ibu modelan seperti anda ini, kalau saya mau akan saya sebarkan kejahatan anda yang menyakiti cucunya sendiri." Cahaya tak akan mundur begitu saja, orang seperti Mahya memang harus di imbangi agar tak berbuat seenaknya lagi.
"Satu lagi, saya tahu kalau anda yang sudah mengancam Nona Relia sebelum dia pergi." Cicit Cahaya tepat di wajah Mahya, dia mencondongkan tubuhnya agar Sagara tak bisa mendengar ucapannya.
Tubuh Mahya membeku, dia tidak menyangka kalau Cahaya mengetahui salah satu rahasianya. Cahaya menaikkan satu alisnya, dia tersenyum mengejek melihat raut wajah Mahya yang terlihat ketakutan.
"Kurang ajar!" Geram Mahya.
PLAAKKKK...
Mahya menampar wajah Cahaya sampai menoleh ke samping.
"CUKUP!" Hardik Sagara.
Sagara menarik tangan ibunya keluar dari dalam kamar, tiba-tiba sakit di pinggangnya menghilang begitu saja. Cahaya memegangi pipi kirinya yang terdapat bekas jari Mahya, ia segera mengusapnya dengan pelan merasakan sensasi panas dan cukup nyeri.
"Mbak!" Panggil Bima.
Cahaya mengulas senyumnya, dia tidak akan memperlihatkan kesedihannya di depan Bima. Cahaya mensejajarkan tubuhnya dengan Bima dan Bima pun langsung menerjang tubuhnya, Cahaya memeluk Bima dan mengusap punggungnya saat air mata anak yang ia sayangi itu keluar.
"Hiksss... Mbak, sakit ya pipinya?" Tanya Bima sambil menangis sesenggukan, ia menangkup wajah Cahaya dan mengusap pipi kirinya dengan lembut.
"Harusnya kan mbak yang nangis, kok malah Den Bima yang nangis?" Heran Cahaya.
"Nenek jahat sama, Mbak Yaya. Bima beci nenek!" Jerit Bima.
"Ssssttt!! Gak boleh gitu ah, lagian sakitnya gak seberapa kok. Udah ya nangisnya jangan lama-lama, laki-laki emang gak di larang nangis, tapi laki-laki gak boleh cengeng. Laki-laki itu harus kuat, gagah dan berani kayak samson!" Ucap Cahaya seraya menghibur Bima.
"Tapi Bima kan bukan samson, Mbak. Samson kan bisa angkat mobil, lah Bima kan cuma bisanya angkat jemuran." Ucap Bima di sela tangisnya.
"Kalo jemuran beratnya sampe 50kg berarti den Bima itu kuat!" Ucap Cahaya.
"Itu mah lebih berat jemuran daripada berat badan Bima, Mbak!" Balas Bima.
Cahaya pun terkekeh, akhirnya Bima pun tidak meneruskan tangisannya karena teralihkan oleh candaan receh Cahaya.
lampu hijau nich lngsng akrab aja ma camer🥰🥰🥰❤️
ganteng2 biar gak patah hati+dpt yg baik jg Sholehah 🥰🥰
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.