Celsi harus menjalankan misi yang mengharuskannya berhadapan dengan pria berhati iblis—gelap seperti malam dan dingin bak es. Namun, semakin jauh langkahnya, ia terseret dalam pusaran dilema antara sang protagonis yang menarik perhatian dan sang antagonis yang selalu bermain cantik dalam kepalsuan. Terjebak dalam permainan yang berbahaya, Celsi mulai kehilangan kendali atas pilihannya, dan kenyataan semakin buram di tengah kebohongan dan hasrat tersembunyi
#rekomendasi viral
#kamu adalah milikku!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwika Suci Tifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sad
Xaviar melompat menuju balkon, menyenderkan bahunya malas, memasukkan sebatang rokok dan mengambil korek dan membakarnya.
Xaviar menatap Celsi yang kini tertidur pulas di kasur dengan wajah sebabnya.
Di malam gelap yang seharusnya semua manusia sudah tidur tapi bukan untuk seorang Xaviar.
Hampir setiap hari bau darah menyengat itu melekat di tubuh Xaviar.
Black melambangkan seorang Xaviar yang hidupnya penuh akan kegelapan dan juga hitam. Bahkan hati nurani sepertinya sudah tidak ada dalam diri Xaviar.
Xaviar kembali menghisap rokoknya dengan pandangan matanya tidak pernah lepas dari wajah Celsi.
Setelah rokok itu habis menjadi abu, Xaviar membuka pintu balkon dan berjalan kearah Celsi dengan pakaian yang dipenuhi darah.
Xaviar mengusap wajah Celsi dan menyelipkan rambut - rambut yang menutupi wajah Celsi.
Setelah puas memandang wajah Celsi, Xaviar mengambil botol wine yang tersimpan dan tersusun rapi di lemari kaca yang berada di sisi kanan dekat ranjang.
Xaviar membuka botol wine itu dan meminumnya.
Sungguh pemandangan luar biasa di tambah wajah Xaviar yang rupawan dengan rahang yang sempurna dan pakaian Xaviar yang selalu bewarna hitam menambah aura ketampanannya. Sungguh bahkan lelaki pun bisa pangling jika melihat Xaviar.
Xaviar bersandar disisi ranjang lalu memejamkan matanya, kepalanya bersandar di dinding dengan tangan kanannya bersandar di sisi ranjang dan tangan kirinya memegang wine.
" Ah..."
Xaviar berteriak frustasi, setiap saat menutup matanya bayangan - bayangan masa lalu terus menghantui Xaviar.
Xaviar kembali meminum wine nya, karena wine yang bisa menenangkannya walaupun sementara.
" 10 menit "
" 1 jam "
" 4 jam "
Tidak terasa sinar matahari mulai muncul walaupun masih malu - malu. Dan di saat itulah Xaviar baru berhenti minum tanpa mabuk sedikitpun hanya kepala Xaviar yang sedikit terasa sakit.
Xaviar meletakkan botol wine itu di meja melangkahkan pecahan - pecahan botol wine yang kosong, tidak bisa terhitung berapa wine yang telah diminum Xaviar. Sebab Xaviar akan melemparkannya ke sembarangan arah setelah wine itu habis.
Xaviar melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan menghilangkan aroma wine di tubuhnya.
Setelah selesai mandi Xaviar memakai bajunya dan Xaviar membuka tirai agar sinar matahari masuk kedalam kamarnya.
Celsi mengejapkan matanya berulang kali, menyesuaikan sinar yang masuk kedalam netral nya, setelah terasa sempurna barulah Celsi membuka matanya dengan sempurna.
Hal yang pertama dilihatnya adalah jendela dan pemandangan pagi yang sangat indah.
Celsi langsung duduk dan memandangi sinar matahari yang sangat Celsi rindukan.
Sungguh beda saat Celsi berada di dunianya, bahkan dulu Celsi sangat malas untuk beranjak dari kamarnya, bahkan saat disuruh mamanya menghirup udara pagi, Celsi menolaknya lebih memilih berada dikamar ya yang jauh dari sinar matahari.
Tapi kini beda, Celsi sangat dan teramat merindukan sinar matahari itu. Melihat sinar matahari saja sekarang Celsi sudah sangat bahagia, padahal hanya sinar matahari yang bagi orang itu hal biasa.
Xaviar yang sejak tadi duduk di kursi hanya menonton semua pergerakan Celsi sejak membuka matanya sampai sekarang.
Xaviar menyeringai saat Celsi tidak menyadari ada seseorang di ruangan ini, bahkan dengan terang - terangan Celsi menunjukkan bagian atas tubuhnya.
" Fuck " ucap Xaviar dengan lantang, lalu menyilang kan kakinya dan kedua tangannya menatap Celsi yang sepertinya terkejut akan suaranya.
Celsi mengalihkan pandangannya kearah suara dan terlihatlah Xaviar yang kini duduk seperti seorang model dengan menyilang kan kedua tangan dan kakinya di tambah jas bewarna hitam mampu membuat kesempurnaan berkali - kali lipat.
Celsi tersadar langsung menutupi bagian atas tubuhnya dengan selimutnya.
" Bersiaplah " ucap Xaviar lagi setelah itu beranjak dari duduknya dan melangkah meninggalkan kamar.
Celsi beranjak dari ranjang, masih menutup bagian atas tubuhnya dengan selimut.
" What happened " teriak Celsi saat melihat lantai di penuhi pecahan botol wine yang berceceran dimana-mana.
" Hah sudahlah "
Setelah itu Celsi kembali melangkahkan kakinya ke kamar mandi dan membersihkan dirinya dari jejak - jejak sentuhan Xaviar sejak berada di dunia ini.
Sungguh Celsi kembali merindukan air dan merasakan air membasahi tubuhnya.
Padahal dulu di dunianya bisa dihitung berapa kali Celsi mandi selama seminggu, bahkan Celsi pernah tidak mandi selama seminggu.
Setelah selesai mandi, Celsi keluar dari kamar mandi dan melihat kamarnya yang hancur sebelumnya kini telah kembali bersih.
Celsi menatap kearah ranjang dan menemukan pakaian perempuan di sana, dengan cepat Celsi memakai pakaian itu.
Setelah selesai Celsi melangkahkan kakinya menuju ruang makan dari hasil ingatannya saat membaca novel black Love.
Celsi baru sadar ternyata inilah fungsinya novel itu memberitahu secara detail dimana letak ruang makan.
Letaknya itu berada di lantai paling bawah paling pojok sebelah kiri. Agar tidak tersesat bisa mengikuti garis bewarna merah itu adalah tanda arah menuju lantai bawah.
Setelah berada dilantai paling bawah, Celsi berjalan menuju meja makan tanpa permisi duduk di kursi, mengambil piring setelah itu mengambil nasi, ayam, sayur bayam dan juga sup. Tidak memedulikan Xaviar yang menatapnya tajam di kursi sebrang sana.
Yang terpenting bagi Celsi untuk saat ini perutnya terisi. Urusan Xaviar itu bisa nanti.
Xaviar menatap Celsi yang sangat berani ini, tapi biarkan saja untuk sekarang.
Setelah melihat piring Celsi yang sudah kosong barulah Xaviar membuka suara.
" Tidak gratis " ucap Xaviar menyilang kan kedua tangannya dan menyenderkan badannya di sandaran kursi.
Celsi tersadar dari aksi mengelus - ngelus perutnya.
Lalu mendongak kepalanya menatap Xaviar yang kini menatapnya dengan senyum yang penuh makna.
" What " ucap Celsi yang mengalah.
Xaviar memberikan kertas yang sejak tadi berada di sampingnya dan diterima oleh Celsi.
Celsi langsung membaca isi dari kertas itu.
Yes or no
Nurut
Pemuas
Menerima semua perintah
Mainan
Menolak mati
Celsi menatap tajam Xaviar, isyarat tidak terima.
" Tanda tangan "
" Ogah "
Xaviar melemparkan pisau yang sejak tadi berada ditangannya tepat mengenai lengan kiri Celsi.
" Ah...."
Celsi merintih kesakitan dan dengan tangan bergetar melepaskan pisau yang kini tertancap di lengan kirinya.
Lengan kiri Celsi kini dipenuhi darah dan akhirnya pisau terlepas yang kini pisau sudah berlumuran darah.
" Aw..."
" Ah...."
" Tanda tangan " ucap Xaviar lagi tanpa memedulikan Celsi.
" No "
Tolak Celsi lagi, dengan menandatangani ini berarti merendahkan diri, tidak lagi ada harga diri seolah makanan yang Celsi makan tadi bisa membeli hidupnya.
Xaviar lagi - lagi menancapkan pisau yang kini di arahkan di lengan kanan Celsi, tapi sedikit meleset, karena pergerakan Celsi, hingga hanya menggores lengan kanan Celsi.
" Aw...."
Rintih Celsi lagi dan untungnya refleks Celsi cepat sehingga pisau itu tidak menancap di lengan kanan Celsi hanya tergores saja.
Xaviar menatap tajam Celsi yang masih pada pendiriannya itu.
Setelah itu Xaviar kembali menyeringai.
Xaviar mendorong meja makan hingga menabrak perut Celsi sehingga menghilangkan keseimbangan pada kursi, membuat Celsi terjatuh dan kepalanya terbentur keramik.
" Duk...."
" Sit...."
Celsi memegangi kepalanya yang berlumuran darah. Sebelum akhirnya menutup matanya.
Dan pandangan Celsi menatap Xaviar yang masih tenang duduk di kursinya, tanpa pergerakan sedikit pun.
Xaviar beranjak dari duduknya dan berjalan ketempat Celsi berada yang kini telah menutup matanya dengan keadaan yang mengenaskan.
" Panggil dokter " ucap Xaviar.
Setelah itu Xaviar mengangkat tubuh Celsi lalu membawanya ke kamar utama. Membaringkan tubuh Celsi di ranjang, setelah itu membiarkan dokter mengobatinya.
Setelah menunggu satu jam akhirnya dokter itu selesai memeriksa dan mengobati luka pada kedua lengannya dan kepala Celsi yang untungnya tidak terlalu terluka parah.
" Lukanya tidak terlalu parah, hanya cukup istirahat yang baik, makan yang teratur dan terakhir jangan lupa mengganti balutannya setiap hari "
" HM " jawab acuh Xaviar.
" Anak siapa yang Lo bawa ke mansion terlarang ini ? " tanya Zikra yang merupakan dokter yang memeriksa Celsi.
Zikra adalah sahabat baik Xaviar sejak berusia dua belas tahun.
Zikra juga adalah orang yang melalui masa - masa yang sulit itu walaupun hanya beberapa tahun saja.
Pertama kali bertemu saat mereka menjadi gelandangan dan saat itu Xaviar menangis di kolong jembatan dan di sana adalah tempat tidur Zikra yang saat itu Zikra masih berumur sepuluh tahun dan menjadi gelandangan sejak berumur delapan tahun dan diadopsi oleh keluarga kaya empat tahun setelah bertemu Xaviar.
Dan kembali bertemu saat dua tahun yang lalu setelah Xaviar membunuh pria tua itu dan di saat pertemuan itu saat Xaviar berada di jalanan sepi dengan tubuh penuh luka dan saat itu juga Zikra melewati jalanan sepi itu dan membantu Xaviar.
Awal pertemuan kembali itu Zikra maupun Xaviar tidak menyadari jika mereka adalah sahabat yang terpisah, namun setelah Zikra membuka bagian atas tubuh Xaviar untuk mengobati Xaviar di sanalah Zikra melihat kalung yang sama milik sahabat kecilnya dulu yang hanya dimiliki oleh dua orang, karena kalung itu mereka yang membuatnya sendiri dan sampai saat ini kalung itu masih dipakai oleh Xaviar dan Zikra.
" Manusia " jawab Xaviar santai lalu duduk di pinggiran ranjang.
" Gue tau anjir..." Ketus Zikra menatap Xaviar dengan kesal.
" So "
Zikra memutar bola matanya malas, setelah itu ikut duduk di samping Xaviar yang masih memandangi Celsi.
" By the way ini mainan Lo atau wanita Lo " tanya Zikra yang ikut menatap Celsi yang tertidur dengan damai.
Xaviar tidak membalas pertanyaan Zikra, pandangannya masih menatap Celsi yang tertidur.
Zikra menghembuskan nafasnya dengan kasar saat mendapatkan kebisuan dari seorang Xaviar.
" Ok, gue balik dulu " pamit Zikra.
Zikra membereskan barang - barangnya setelah itu pergi dari mansion penyiksaan Xaviar.
Sebenarnya Zikra sering bolak balik ke mansion ini untuk mengobati Xaviar yang sering kali terkena luka tembak dan itu sering terjadi dimalam hari.
Zikra juga sudah terbiasa dengan sifat Xaviar yang batu.
Zikra juga merasa bersalah kerena karena kepergiannya, membuat sosok Xaviar kejam dan tidak berperasaan seperti saat ini.
Makanya sejak bertemu kembali dengan Xaviar, Zikra sering kali mengajak dan bercanda dengan Xaviar walaupun diacuhkan oleh Xaviar. Tapi bagi Zikra usaha pasti ada hasilnya.
Xaviar menatap punggung Zikra hingga tidak lagi terlihat, setelah itu kembali menatap Celsi yang masih tertidur.
Xaviar mengangkat tubuh Celsi dan membawanya keluar dari mansion menuju bandara.
Xaviar akan membawa Celsi ikut bersamanya ke Inggris selama dua Minggu, karena sejak awal Celsi berada di mansion ini banyak hal yang tidak diketahui orang lain namun di ketahui oleh Celsi yang merupakan orang baru dalam hidup Xaviar dan mansion ini.