Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. LOML 6
Salah satu ruangan di kantor redaksi yang menjadi tempat bagi Nayla bekerja sekaligus tempat di mana karya-karya miliknya diterbitkan dipenuhi dengan hadiah dan karangan bunga segar. Hal yang cukup untuk membuat Nayla berkacak pinggang ketika ia membuka pintu dan melihat isi ruang kerjanya.
"Apa ini? Apakah ruanganku juga berubah menjadi gudang penyimpanan?" Nayla menggerutu pelan.
Bukan hanya di meja kerja miliknya, tapi di sofa dan meja depan sofa pun dipenuhi karangan bunga, dan ia tahu teman kerja di kantor lah yang melakukan semua itu. Wanita itu meletakkan telapak tangan di wajahnya disertai hembusan napas panjang sebelum menutup pintu, meletakkan tas miliknya, lalu keluar dari ruangan.
"Nayla,,,"
Suara sapaan seseorang membuat wanita itu berbalik dan mendapati salah satu rekannya berjalan mendekat dengan cangkir berisi minuman di satu tangan.
"Sungguh tidak biasa kamu datang sepagi ini disaat bukumu selesai diterbitkan. Kamu bahkan lebih sering tidak ke kantor jika tidak mendekati bukumu diterbitkan," ujarnya.
"Ada jadwal pertemuan yang harus aku hadiri hari ini," jawab Nayla.
Dia mengangguk mengerti.
"Sudah melihat hadiahmu?" dia bertanya lagi dengan senyum jahil.
"Kurasa itu cukup untuk membuka sebuah toko baru," katanya lalu tertawa.
"Kau bisa mengambil sebanyak yang kau mau jika ingin, Lucie," balas Nayla.
"Tidak akan! Walaupun aku ingin," jawab Lucie cepat.
"Aku tidak siap mendengar makian dari teman-teman kita. Kau tentu tidak lupa bahwa mereka memiliki mulut pedas bukan?" imbuhnya.
Nayla tergelak, detik berikutnya wanita yang disebut Lucie itu turut tertawa, namun terlihat jelas tatapan kekaguman yang diberikan Lucie pada wanita di depannya. Nayla yang hanya dikenal di dalam kantor beserta seluruh karyanya yang memukau, namun wajahnya tidak di kenal dunia luar.
"Melarikan diri lagi?" Lucie bertanya lagi setelah tawanya mereda.
"Aku ingin makan sesuatu di cafe sebelah, ingin bergabung?" jawab Nayla sekaligus menawarkan.
"Tidak, terima kasih," tolak Lucie halus.
"Pekerjaanku menumpuk hari ini, itulah mengapa aku berangkat lebih pagi meski aku tidak ingin,"
"Rose akan marah jika kamu tidak merapikan meja mu, Nay," Lucie mengingatkan.
"Dia lebih bisa diandalkan untuk merapikan meja dibandingkan denganku," jawab Nayla tanpa beban.
Lucie kembali tertawa sebelum berkata,
"Kamu jahat sekali,"
"Tapi dia masih bertahan bersamaku," jawab Nayla tanpa beban.
Lucie menepuk dahinya, lalu kembali tertawa.
"Omong-omong, berapa lama kamu dianjurkan untuk memakai kacamata?" tanya Lucie.
"Tiga bulan," jawab Nayla singkat.
Wanita itu menangguk mengerti, lalu membiarkan Nayla pergi semetara dirinya kembali ke mejanya sendiri untuk memulai pekerjaan.
Nayla masuk ke sebuah cafe yang berada dalam jarak beberapa langkah dari kantor tempatnya bekerja, memilih tempat duduk yang menjadi tempat favorit baginya sampai seorang pelayan datang menghampiri.
"Hallo, selamat datang,"
"Apa yang ingin Anda dapatkan, Nona?" tanya si pelayan setelah memberikan daftar menu.
Nayla menatap wajah si pelayan dengan alis terangkat, lalu tersenyum sebelum memberikan jawaban.
"Buatkan saja seperti biasa yang aku pesan, Jim!" jawab Nayla.
"Ada angin apa kau bersikap formal padaku? Kau bersikap tidak seperti biasanya" imbuhnya.
"Bukan begitu," jawabnya berbisik.
"Tapi, hari ini pemilk cafe ini datang, aku hanya tidak ingin dinilai mencari perhatian dengan bersikap sok akrab dengan pengunjung," lanjutnya.
Nayla mengarahkan pandangan ke arah pintu yang berada samping meja bar. Tak lama kemudian, seorang pria dengan kemeja biru gelap keluar.
Secara tak sengaja pria itu mengarahkan pandangan pada Nayla yang membuat pandangan mereka bertemu. Dia tersenyum, berjalan menghampiri meja Nayla seraya menepuk bahu Jim, membuat pelayan pria itu segera membungkuk hormat.
"Buatkan dia White Flat, satu Croissant coklat dan tiga keping Biscoti," perintahnya.
"Baik," jawab Jim sedikit gugup.
Jim berbalik tanpa bertanya dua kali, merasa apa yang disebutkan sang atasan sama seperti yang biasa ia siapkan untuk Nayla ketika wanita itu datang ke cafe. Namun, dalam benaknya bertanya-tanya bagaimana atasannya bisa mengetahui menu yang biasa Nayla pesan.
"Sepertinya kau terlalu keras pada bawahanmu, Antony," sindir Nayla.
"Apa maksudmu?" sambut Antony sembari menarik kursi di depan Nayla untuk dirinya duduk.
Nayla hanya mengangkat bahunya.
"Omong-omong, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Antony.
"Dan, sejak kapan kau memakai kacamata?" sambungnya menyipitkan mata.
"Ahh,,, ini?" sambut Nayla sembari menyentuh kacamatanya.
"Hanya iritasi yang mengharuskan aku memakainya ketika aku berada di depan komputer ataupun mengemudi. Namun, akan membaik setelah tiga bulan,"
"Kabarku, seperti yang kau lihat, aku baik. Bagaimana denganmu?" Nayla balas bertanya.
"Aku baik. Jika boleh jujur, kamu terlihat manis memakai kacamata," sanjung Antony.
"Sanjunganmu tidak akan mempan padaku." jawab Nayla menjulurkan lidahnya.
Antony tergelak singkat.
"Setelah sekian lama, aku tidak menyangka kau masih mengingat apa yang aku sukai," ucap Nayla.
"Apakah hal aneh jika aku mengingat semua yang kamu sukai? Lagipula kita bersahabat sejak lama," sambut Antony.
"Tapi kau tidak memberitahuku bahwa kaulah pemilik cafe ini," ucap Nayla.
"Bagaimana kamu bisa tahu aku pemiliknya?" sambut Antony sedikit terkejut.
"Aku bahkan belum mengatakannya padamu," imbuhnya.
"Jim," jawab Nayla singkat
"Kamu mengenalnya?" Antony bertanya lagi.
"Ya, dia juga tahu persis apa yang akan aku pesan tapi takut padamu," kata Nayla datar.
Antony menghembuskan napasnya pelan, kemudian berkata,
"Aku mengambil alih cafe ini enam bulan yang lalu. Tapi, aku tidak pernah punya waktu cukup untuk melihat langsung. Jadi, aku mempercayakan tugas ini pada kenalanku," terang Antony.
" Tapi, sekarang aku ingin menetap di sini, di kota ini," tambahnya.
"Itu kabar baik. Lalu, apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Nayla.
Saat Antony membuka mulut untuk menjawab, pandanganya teralihkan ke pintu masuk ketika pria itu menangkap sosok seseorang yang dia kenal.
"Maaf Nay, aku segera kembali," ucap Antony.
Pria itu berdiri, lalu pergi begitu saja bahkan sebelum Nayla mengatakan apapun. Menghadirkan senyum tipis disertai gelengan kepala dari wanita itu.
Antony melangkah cepat menuju pintu, membuka pintu tepat saat lima pria dengan masker menutupi sebagian wajah mereka akan masuk. Pria itu tersenyum ramah, sedikit menunduk dan mempersilakan mereka masuk, lalu berlari mengejar seseorang.
Lima pria bermasker hitam itu memilih tempat duduk tepat di belakang Nayla setelah salah satu dari mereka menangkap sosok Nayla dari belakang.
Salah satu dari mereka melepaskan masker yang ia kenakan, membuat wajah Kevin terekspos sempurna. Satu tangannya terangkat, meletakkan satu jari di bibir ketika pelayan menghampiri meja mereka dan hampir menyebutkan nama grup mereka.
Setelah melihat anggukan dari pelayan, mereka melepaskan masker yang mereka kenakan, lalu memesan menu yang mereka inginkan. Bersamaan dengan itu, Jim yang membawa pesanan Nayla turut melihat mereka dengan kedua mata melebar, namun tidak mengatakan apapun ketika melihat pria yang ia kenali sebagai Thomas dalam grup musik meletakkan satu jari di bibirnya.
"Silakan," Jim berkata seraya meletakan pesanan Nayla.
"Terima kasih," sambut Nayla.
Nayla meraih buku yang sejak awal ia bawa dan di letakan di samping ponselnya.Tanpa ia sadari, salah satu dari pengunjung yang duduk di belakangnya menoleh pada Nayla setelah mendengar suaranya.
'Suaranya terdengar tidak asing,' ucapnya dalam hati.
Salah satu dari mereka memperhatikan punggung Nayla, berusaha untuk mengingat suara wanita itu hingga membuat sang Kakak yang duduk di sampingnya menangkap sikap aneh yang dia lakukan.
"Ada apa?" tanya Kevin.
Rory menggeleng, berusaha mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Namun, suara wanita itu kembali terdengar hingga membuat Rory kembali menoleh dan mengingat di mana dirinya pernah bertemu dengan wanita itu.
📞📞📞📞📞📞
"Ya, Rose?" sambut Nayla.
"Nay, maafkan aku, bisakah kamu datang ke kantor sekarang? Ada perubahan jadwal mendadak. Pertemuannya dimajukan," Rose berkata panik.
"Aku sudah meminta tambahan waktu untukmu, namun waktu yang kamu miliki tidak sampai jam sembilan. Aku sudah protes, tapi_,,,
"Tenanglah, atur dulu napasmu. Panik dan terburu-buru itu bukan dirimu, Rose," sambut Nayla tenang.
"Aku tidak mungkin bisa tenang jika mereka merubah jadwal secara sepihak seperti ini, bahkan membuatmu terkena imbasnya. Jadi, bisakah kamu datang sekarang? Aku masih bisa meminta tambahan waktu untukmu bersiap," ucap Rose dengan pengharapan.
"Setidaknya lihatlah ke ruanganku lebih dulu sebelum kau menghubungiku," jawab Nayla.
"Apa? Jadi,,, kamu,,, sungguh?" sambut Rose tak percaya.
"Aku di cafe sebelah," jawab Nayla.
"Aku segera ke sana," imbuhnya.
"Aku tunggu," sambut Rose.
📞📞📞📞📞📞
# Panggilan berakhir...
"Jim,,,!" Nayla memanggil, membuat si pemilik nama menoleh dari balik meja bar dengan alis terangkat.
"Aku pergi dulu, maaf karena tidak menghabiskan makanannya," ucap Nayla.
"Lagi?" sambut Jim tak percaya.
Nayla mengangguk sembari menunjuk ponsel, beranjak dari duduknya, lalu berbalik hingga pandangannya bertemu dengan mereka yang duduk di meja belakangnya.
Wanita itu tersenyum tipis, mengangguk singkat dan berlalu tanpa suara yang membuat mereka saling pandang sejenak dengan satu pertanyaan yang sama.
"Dia tidak mengenali kita?" ucap Ethan dengan suara pelan.
Thomas hanya menaikan bahunya dan tersenyum, nathan melakukan hal yang sama, semantara Kevin melirik Rory dengan ekspresi masam setelah melihat adiknya terus mengarahkan pandangan pada pintu di mana wanita itu menghilang.
'Kacamata,' batin Rory, lalu tersenyum.
'Siapa sangka aku kembali bertemu dengannya secepat ini. Apakah itu artinya dia bekerja di kantor redaksi? Jika itu benar, aku akan bertemu dengannya sebentar lagi, semoga,' imbuhnya berharap.
Kegiatan Rory terusik ketika pelayan datang mengantarkan pesanan sekaligus meminta foto bersama, beberapa saat setelahnya, para pelayan pergi untuk memberikan waktu privasi untuk idola mereka menikmati apa yang sudah mereka pesan.
"Apa kau mengenalnya?" tanya Kevin tiba-tiba sembari menatap adiknya.
"Siapa?" sambut Rory bingung
"Wanita berkacamata," jawab Kevin.
"Aku belum mengenalnya," jawab Rory.
"Kau yakin?" sambut Kevin tak percaya.
"Kau terus menatap kepergiannya bahkan setelah wanita itu menghilang,"
"Aku bertemu sekali dengannya di taman saat aku mencari dompet. Aku hanya menyapa dan bersimpati padanya karena dia menunggu seseorang hampir lima jam. Hanya sebatas itu saja," jelas Rory.
"Dia tampak manis" celetuk Ethan.
"Benar kan? Dia memang manis," jawab Rory bersemagat.
Semua orang tertawa, terus menggoda sahabat mereka tanpa menyadari salah satu dari mereka memberikan tatapan tidak senang atas apa yang mereka lakukan namun memilih diam.
...%%%%%%%%%%%...
. . . . . . .
. . . . . .
To be continued...