Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 Ngedate Pertama
Trisya dan Devan langsung menuju parkiran dan Trisya yang sedikit terkejut saat mendengarkan alarm mobil dan ternyata Devan sudah menghidupkan mobil dari jauh.
"Kamu sampai terkejut seperti itu," sahut Devan. Trisya diam saja dengan mengusap dadanya.
"Maaf aku sudah membuat kamu kaget," ucap Devan.
"Tidak apa-apa," jawab Trisya.
"Ini mobil saya. Mungkin bagi kamu ini terlalu mewah dan kamu tidak perlu sungkan. Tetapi bagi saya mobil ini hanya biasa saja. Jadi saya berharap kamu nyaman menaiki mobil ini" ucap Devan.
Mata Trisya yang langsung melihat ke arah mobil tersebut dan padahal itu hanya mobil biasa saja yang biasa juga dipakai di rumah Trisya untuk transportasi para pelayan jika berpergian. Tetapi Devan seolah berpikiran bahwa Trisya harus wow dan takjub melihat mobil itu dan seakan tidak pernah menaiki mobil saja.
"Masuklah! kamu tidak perlu takut seperti itu hanya karena menaiki mobil seperti ini," ucap Devan yang lagi-lagi tersenyum dengan geleng-geleng kepala.
Trisya hanya mengangguk saja dan memasuki mobil tersebut yang pintunya dibukakan oleh Devan. Lagi-lagi Trisya cukup kaget dengan action yang dilakukan Devan yang mungkin memang benar dia tidak pernah mendapatkan hal itu dari laki-laki manapun.
"Makasih!" jawab Trisya dengan tersenyum.
Devan menganggukan kepala dan menyusul memasuki mobil yang duduk di samping Trisya.
Bukan hanya membukakan pintu mobil, Devan ternyata melakukan hal spontan lagi yang memakaikan sabuk pengaman untuk Trisya. Mata Trisya sampai mendelik dengan apa yang dilakukan Devan dan bahkan membuat dirinya berhenti bernafas saat pria itu begitu dekat dengannya.
Devan hanya tersenyum melihat Trisya sampai Devan sudah selesai memakaikan sabuk pengaman itu. Barulah Trisya bernafas dengan wajahnya yang memerah dan semakin gugup.
"Kita langsung pergi saja," ucap Devan. Trisya hanya menganggukkan kepala.
**
Tidak lama akhirnya mereka berdua sampai di tempat makan. Devan membawa Trisya ke tempat angkringan yang dikunjungi banyak orang.
"Kita makan di sini?" tanya Trisya yang melihat di sekelilingnya.
"Benar sekali," jawab Devan.
"Astaga apa dia tidak pernah makan di tempat seperti ini. Padahal ini hanya warung biasa saja dan bukan Restaurant mahal. Dia lebih memilih fokus pada penampilan dari pada mengisi perut dan sampai-sampai begitu terharu saat akan membawa dia ke tempat makan yang sangat sederhana seperti ini," batin Devan yang terus melihat Trisya dengan tatapan yang penuh dengan rasa simpatik.
"Trisya ayo masuk," ajak Devan.
Trisya menganggukkan kepala dengan penuh keraguan dan mungkin saja karena tempat itu begitu ramai dan juga tempatnya mungkin tidak biasa didatangi Trisya yang membuat dia merasa aneh.
Mereka berdua sudah menduduki bangku dengan duduk saling berhadapan. Pelayan langsung mendatangi mereka berdua dan memberikan menu makanan.
"Ini namanya warung lesehan dan terkenal di Jakarta. Makanan di sini sangat enak-enak dan kamu lihatlah banyak pengusaha-pengusaha yang makan di sini. Hmmmm, meski memiliki banyak uang tetapi aku sangat tidak terlalu suka makan di Restaurant. Karena makanan di sini rasanya jauh lebih enak daripada di Restaurant," ucap Devan yang kembali promosi.
Trisya hanya mengangguk-ngangguk saja yang masih saja terlihat kurang nyaman dan melihat menu makanan itu.
"Karena hari ini suasana hatiku sangat baik. Kamu boleh memesan apapun yang kamu mau dan kamu jangan khawatir aku yang akan mentraktir kamu," ucap Devan.
"Benarkah!" sahut Trisya.
Devan tersenyum dengan menganggukkan kepala dan Devan yang sudah mulai melihat menu makanan.
"Astaga makanan apa ini. Apa tidak ada susi, sashimi atau makanan Jepang yang lain," ucap Trisya yang ternyata tidak selera sama sekali melihat makanan itu yang memang makanan khas Nusantara.
"Kamu kebingungan dengan makanannya?" tanya Devan.
Trisya menganggukan kepala dengan jujur.
"Ya. Ampun kasihan dia, pasti tidak pernah memakan makanan seperti ini," batin Devan yang kembali memperlihatkan wajah simpatiknya.
"Hmmm, bagaimana jika aku yang memesankan untukmu. Aku sangat yakin kamu akan menyukai makanan yang aku rekomendasikan," ucap Devan.
"Iya. Boleh," sahut Trisya yang pasrah saja.
Devan yang langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa menu makanan dan juga minuman. Kepala Trisya masih terus melihat ke kiri dan ke kanan yang melihat orang-orang makan menggunakan tangan yang tampak begitu sangat lahap sekali.
Tetapi walau seperti itu membuat Trisya sepertinya tidak selera dan entahlah makanan seperti apa yang akan dia dapatkan nanti dan sangat berharap makanan itu bisa dimakan agar tidak seperti orang bodoh yang duduk seperti orang linglung di depan Devan.
Tidak lama pesanan mereka berdua datang juga dengan pelayan itu yang menghidangkan banyak menu makanan di atas meja.
Lagi-lagi ekspresi Trisya yang tampak kebingungan dengan melihat banyak menu makanan yang lebih makanan seperti ayam bakar dengan banyak bumbu ikan bakar dan juga aneka seafood. Makanan sangat banyak dan Trisya wanita yang menjaga tubuh mana mungkin makan malam dengan sebanyak itu. Dia pasti sangat takut gemuk.
"Terima kasih, Mas," ucap Devan.
Pelayan itu menganggukkan kepala dan tersenyum. Lalu langsung pergi.
"Ayo makan Trisya!" ajak Devan.
Trisya mengangguk. Trisya terlebih dahulu melihat Devan yang mencuci tangannya di kobokan dan Trisya yang mungkin saja tidak biasa dengan hal itu dan hanya melihat saja. Jika terus bengong seperti itu yang ada dia akan seperti orang gila dan Trisya yang langsung mencobanya.
"Kamu jangan malu-malu dan makanlah. Jarang-jarang bukan ada kesempatan seperti ini. Jadi kamu harus gunakan kesempatan ini,"ucap Devan yang membuat Trisya menganggukkan kepala.
Trisya dengan penuh keraguan yang mencoba makanan itu dengan mengambil sedikit daging ikan dan mencocolinya dengan sambal yang melihat cara Devan melakukan hal itu.
"No bat," ucapnya yang merasa enak-enak saja. Walau baru pertama kali bagi dia makan,.makanan seperti itu dan rasanya memang sangat luar biasa.
Devan sesekali menoleh ke arah Trisya dan dia juga sangat senang melihat Trisya makan dengan lahap. Devan malah tiba-tiba sangat kasihan kepada Trisya yang menganggap bahwa Trisya tidak pernah mau makan makanan seperti itu dan memang benar dia tidak pernah memakan makanan seperti dan bukan karena tidak memiliki uang.
Karena lidahnya sejak kecil sudah diberikan makanan-makanan western.
"Bagaimana Trisya? Apa makanannya sangat enak?" tanya Devan
"Iya. Enak," jawab Trisya.
"Jika kamu suka. Lain kali aku akan mengajakmu ke tempat ini dan nanti aku juga akan memesan untuk kamu dibawa pulang dan pasti keluarga kamu menyukainya," ucap Devan.
"Tidak usah. Ini saja tidak habis," sahut Trisya menolak dengan cepat.
"Aku sudah mengatakan kepada kamu. Kamu tidak perlu sungkan kepadaku," sahut Devan.
"Bukan aku sungkan. Tetapi kamu tidak perlu melakukan hal itu," sahut Trisya.
"Trisya, kamu tidak boleh egois. Kamu juga harus berbagi makanan pada keluarga kamu. Jangan hanya kamu saja yang ingin makan enak," sahut Devan.
"Maksud kamu?" tanya Trisya.
"Nanti aku akan tetap memutuskan untuk dibawa pulang," sahut Devan dengan tersenyum. Trisya bahkan sampai tidak mengerti yang terus bingung.
Trisya kalau sudah bersama Devan benar-benar tidak bisa berbicara lagi dan terserahlah mau Devan melakukan apapun yang terpenting dia sekarang sudah memakan makanan itu dan terserahlah Devan melakukan apa setelah itu.
Bersambung...
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi