SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Lucy merasa tubuhnya lesu, karena tidurnya tidak nyenyak. Ia memutuskan keluar dari kamar dan duduk dikursi yang tersedia di balkon kamar Declan. Udara sangat dingin dan ia menutupi tubuhnya menggunakan selimut tebal.
Beberapa kali ia berpikir untuk tidak memikirkan semuanya dan berharap waktu berhenti berputar. Ia merindukan keluarganya, rumahnya dan juga pekerjaannya. Sampai kapan mereka akan berada ditempat ini? Tempat yang sangat sepi dan tidak ada orang lain selain mereka berdua.
Pikirannya kacau, lelah dan mudah marah sehingga nafsu makannya berkurang. Declan memarahinya beberapa hari yang lalu karena pria itu tidak menemukannya di tempat tidur. Saat itu ia sangat haus dan memutuskan untuk pergi ke dapur. Mereka akhirnya bertengkar dan sampai saat ini masih tidak berbicara satu sama lain.
Tidak ada pria lain yang berani menantang keluarganya selain Declan. Sebelum sang ayah menembak kepala pria itu, ia harus lebih dulu berlutut untuk keselamatan nyawanya. Lucy menghela nafas panjang dan mempertimbangkan keputusan yang akan ia ambil nanti.
Lucy merasakan kehadiran Declan dibelakang punggungnya. Pria itu duduk dan memeluk tubuhnya. Ia bisa mencium wangi parfum pria itu dan membuat ia merasa tenang. Ia bisa melihat Declan memiliki dua watak dalam dirinya. Adakalanya ia sangat tenang dan masuk akal dan dilain waktu ia sangat kejam.
"Diluar sangat dingin. Kau bisa terkena flu." Declan berkata sembari mengusap lengan Lucy naik turun untuk memberikan rasa hangat.
Lucy menyandarkan kepalanya didada pria itu dan menutupi tubuh mereka dengan selimut. "Aku senang menatap salju turun yang perlahan-lahan menutupi jalanan. Apakah akan ada badai salju?"
"Kita akan pergi sebelum badai salju datang." Ucap Declan pelan.
"Benarkah?" tanya Lucy yang terlihat senang.
"Kau akan ikut bersamaku ke Roma. Aku memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisku disana." Jawab Declan tanpa menatap wajah Lucy, karena ia tahu wanita itu pasti kecewa.
Lucy merasakan sikap dingin Declan yang sangat ia benci sejak mereka masih kuliah dulu. "Biarkan aku pulang kerumahku, Dec. Aku memiliki keluarga yang mencemaskan keadaanku dan juga pekerjaan yang sudah tengah waktu."
"Mengapa kau selalu ingin kita berpisah? Apakah kau benar-benar sudah tidak memiliki perasaan padaku, Lucy?" Tanya Declan sembari menatap mata Lucy yang indah. "Apakah kita akan kembali ke waktu sebelum kau ditembak?"
Lucy mengingat saat itu, dan merasa air matanya akan keluar. "Aku harus melakukannya agar kau dan juga keluargaku tidak ada yang terluka. Aku ingin membuat hubunganmu dan keluargaku kembali bersahabat seperti dulu. Aku tak peduli meski aku sangat menginginkanmu. Yang penting kau tidak terluka, Dec."
"Bukankah itu sangat sulit? Kakekmu sangat membenciku karena sudah membuat teman dekatnya meninggal, dan aku sangat membenci hal-hal yang bergerak dengan mafia." Declan berkata sembari menatap dingin.
"Kalau begitu kau juga membenciku, Dec. Karena aku bukan hanya berhubungan dengan mafia tapi aku adalah pewaris bisnis itu sendiri." Ucap Lucy dengan perasaan yang terluka.
"Untuk itu kau harus bersamaku dan meninggalkan semuanya. Apa kau akan membuat hidupmu dalam bahaya terus menerus? Apa kau ingin anak-anakmu menjadi target musuh-musuhmu? Selamanya kau akan berada dalam bahaya, Lucy. Mengertilah." Declan berkata tegas dan mengguncang tubuh Lucy untuk membuat wanita itu sadar.
"Aku tidak bisa, Dec. Aku tidak bisa memilih antara dirimu dan juga keluargaku. Kalian sama-sama berarti bagiku. Maafkan aku." Lucy berkata sambil menangis dipelukan Declan.
...****************...
Sementara itu, Lyana tampak termenung didalam kamar Lucy. Meski Serena memberitahu bahwa Lucy sedang bersama kekasihnya, Ia masih merasakan ketakutan. Seperti yang ia rasakan dulu saat terpisah dari Darren.
"Mom, aku akan ke rumah sakit." Sahut Serena yang berdiri dipintu kamar Lucy.
Lyana mencoba tersenyum dan menatap ke arah putri keduanya. "Baiklah, Rena. Berhati-hatilah dan biarkan sopir mengantarmu."
Serena berjalan mendekati Lyana dan memeluk tubuhnya. "Kak Lucy baik-baik saja, Mam. Kak Declan baru saja mengirim pesan padaku."
"Benarkah? Apakah pria itu memberitahukan keberadaan mereka saat ini?" Tanya Lyana.
"Aku sudah mencoba menanyakannya, tapi belum ada balasan. Kak Lucy dirawat oleh dokter yang hebat, Mam. Itulah mengapa aku tidak khawatir. Karena kak Declan merawatnya dengan baik." Jawab Rena sembari memeluk Lyana kembali.
"Declan sangat mencintai kakakmu, dan yakin dia akan menjaga Lucy dengan baik. Meski begitu sebagai seorang ibu tentu rasa takut itu selalu ada selama belum bertemu secara langsung." ucap Lyana pelan.
"Mom, apakah kak Declan benar membunuh uncle Evan?" Tanya Rena ketika mereka menuruni tangga menuju lantai bawah.
Lyana dengan cepat menatap wajah Serena dan menggenggam tangan putri keduanya itu. "Tentu saja tidak. Declan tidak mungkin melakukan hal itu"
"Tapi, kenapa Kakek mempercayainya? Tanya Rena lagi dan membuat Lyana menghentikan langkahnya.
"Itu karena mereka belum menemukan bukti yang membuat Declan tak bersalah, karena saat kejadian, pria itu pingsan disamping tubuh Evan dengan senjata ditangannya." Lyana berkata lagi dengan raut wajah sedih.
Serena menatap keluar jendela mobil ketika lampu lalu lintas berubah merah selama beberapa detik, dan ia melihat wajah pria yang menculik Lucy dari rumah sakit sedang mengendarai mobil sport dengan atap terbuka.
Serena membuka kaca jendela dan mencoba berteriak, tapi mobil pria itu dengan cepat meluncur dijalanan begitu lampu lalu lintas berpindah menjadi hijau. Kalau saja mobil yang saat ini ia tumpangi bisa mengejar mobil sport milik pria itu, Ia akan mengikuti pria itu dan bertanya dimana ia membawa kakaknya.
Sepertinya wajah pria itu tidak asing dan ia merasa pernah melihatnya di suatu tempat. Mobil milik pria itu adalah keluaran terbaru dan baru beberapa orang yang memilikinya, mungkin ia bisa bertanya pada sepupunya siapa saja orang yang sudah membeli mobil itu.
"Apa yang kau lihat dengan wajah serius seperti itu?" Tanya Fred, teman satu tim Serena.
Serena memperlihatkan foto Dominic pada temannya. "Apa kau tahu pria ini?"
"Bukankah dia anak mantan perdana menteri yang sempat membuat heboh ketika ia diculik dan ditemukan dalam keadaan terluka parah dan koma?" Fred berkata sembari menatap wajah pria tampan diponsel milik Serena. "Apa kau menyukainya?"
"Tentu saja tidak. Mengapa kau mengira aku menyukainya?" Rena berkata sembari mengambil ponsel miliknya dari tangan Fred.
"Dia sangat tampan dan kau baru kali ini tertarik dengan seorang pria. Kalau kau tidak menyukainya, mengapa kau mencari tahu mengenai pria itu?" Sahut Fred sembari duduk dikursi dihadapan Serena.
Serena tidak menjawab pertanyaan Fred dan kembali menatap foto-foto Dominic dan semuanya terlihat sangat tampan. "Apakah pria ini seorang model? Mengapa semua fotonya sangat keren seolah sengaja diambil oleh fotografer profesional," ucap Serena dalam hati.