NovelToon NovelToon
Bolehkah Aku Bermimpi ?

Bolehkah Aku Bermimpi ?

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Janda / Keluarga / Karir / Pembantu / PSK
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Titik.tiga

Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.

Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 25 : Eksekusi Strategi Tama

Dalam kegelapan malam yang semakin pekat, Tama, pemimpin operasi, mulai menjalankan strategi penyelamatan yang sudah disusun dengan cermat. Suara angin dan hutan yang sunyi menciptakan suasana tegang di sekitar gudang tempat Selly, Mita, Bunga, dan Mayang disekap. Tama memerintahkan Ramon, Salma, dan Ilham, tiga sniper andal yang selalu dapat diandalkan dalam setiap misi untuk segera mencari posisi paling strategis.

Mereka bertiga bergerak cepat, menyusuri hutan tanpa suara, menghilang dalam kegelapan. Setiap langkah telah dipertimbangkan dengan hati-hati. Ramon memilih tempatnya di puncak pohon tinggi, memberikan pandangan yang jelas ke seluruh area sekitar gudang. Salma, dengan ketelitian dan keahlian luar biasa, mengambil posisi di tepi sebuah batu besar, sementara Ilham memilih sudut yang bisa mengawasi pintu depan gudang tanpa terdeteksi. Mereka siap dalam posisi masing-masing, senapan sniper sudah terarah pada target potensial, menunggu sinyal berikutnya.

Tama mengamati dengan tajam, memastikan setiap gerakan dalam tim berjalan sesuai rencana. Sementara itu, Frisilia dan Rani, dengan kecerdikan dan kecantikan mereka, mulai melangkah maju. Mereka mendekati gudang, mata mereka memindai para penjaga yang sedang lengah. Dengan senyum memikat, Frisilia dan Rani mulai menggoda dua penjaga yang berdiri di depan gerbang.

"Hei, ganteng, kalian lagi apa disini,, mending temani aku , aku kesepian nih ,, ini ku udah gatel nih. Yuk?" Ucap Frisilia mengedipkan mata sambil sedikit menunduk yang membuat dua semangka bagian atasnya terlihat jelas langkahnya pun dibuat lebih gemulai. Rani menambah daya tarik dengan membuka dua kancing kemeja atasnya yang membuat setengah bagian dari dua buah melon nya terlihat jelas ditambah senyumannya yang memikat.

Penjaga-penjaga tersebut, yang tadinya waspada, mulai terjebak dalam pesona Frisilia dan Rani. Mereka terkecoh, tidak menyadari ancaman yang mengintai dari balik rencana cerdas itu. Frisilia dan Rani melanjutkan obrolan sambil menyentuh lengan penjaga dengan sentuhan yang seolah tanpa sengaja. Nafsu dan kesenangan kini merasuki para penjaga, membuat mereka semakin lengah.

Di saat penjaga-penjaga itu mulai terpancing, Frisilia memberi isyarat halus ke Tio dan Rizal yang bersembunyi di dekat sana. Tanpa membuang waktu, Tio dan Rizal bergerak cepat. Dengan senyap, mereka mendekat dan langsung melumpuhkan para penjaga satu per satu, menutup mulut mereka agar tidak menimbulkan suara. Penjaga-penjaga itu jatuh ke tanah tanpa perlawanan, dihabisi dengan efisien dan cepat.

Sementara itu, Tama, Aji, Bayu, dan Bagus tetap waspada. Mereka menjaga Pak Arif dan Rangga dengan ketelitian, bersembunyi di semak-semak dekat gudang. Dari tempat mereka, Tama terus mengamati setiap pergerakan. Operasi ini harus dilakukan dengan presisi, sedikit saja kesalahan, seluruh rencana bisa runtuh.

Setelah memastikan para penjaga telah dilumpuhkan, Tama memberi isyarat untuk bergerak lebih dekat. Mereka perlahan maju, mendekati gudang dengan hati-hati. Frisilia dan Rani kembali ke posisi semula setelah memastikan bahwa pintu gudang sekarang bisa diakses tanpa hambatan.

Di dekat semak-semak, Tama menahan napas sejenak, memeriksa situasi terakhir sebelum melanjutkan aksi penyelamatan. “Kita harus cepat, sebelum ada yang menyadari apa yang terjadi,” bisik Tama ke timnya. Frisilia memberi isyarat bahwa jalan sudah aman. Perlahan, Tama dan timnya menyusup lebih dekat ke gudang. Mereka sudah hampir sampai di titik kritis. Di dalam gudang, Selly, Mita, Bunga, dan Mayang mungkin sedang dalam kondisi terancam, dan setiap detik adalah pertaruhan hidup dan mati.

“Siap?” bisik Tama dengan tegas namun tenang.

Seluruh anggota tim mengangguk. Semua sudah siap, dan momen eksekusi sudah di depan mata. Kini, waktu adalah senjata mereka yang paling berbahaya dan mereka harus bergerak sebelum segalanya terlambat. Saat itu Tama merapatkan tubuhnya ke dinding besi yang dingin, pandangannya terfokus pada celah kecil di antara lembaran-lembaran baja yang membentuk dinding gudang tua itu. Di dalam sana, pemandangan yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Mayang, Selly, Bunga, dan Mita diikat dengan kasar pada sebuah tiang besar. Pakaian mereka berantakan, hanya mengenakan tank top yang robek dan kusut, wajah-wajah mereka dipenuhi ketakutan dan kelelahan. Di sekitar mereka, para penjaga berkeliaran, beberapa dari mereka dengan licik mulai menggoda dan menyentuh para wanita yang tak berdaya itu.

Tama mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak langsung menerjang masuk dan menyelamatkan mereka. Emosi hampir menguasainya, tetapi ini bukan saat yang tepat untuk bertindak gegabah. Ini bukan hanya soal mereka yang terjebak di dalam, tapi soal keselamatan seluruh tim. Tama tahu mereka harus merencanakan langkah ini dengan hati-hati.

Di atas pohon, Ramon yang bertindak sebagai sniper mengirim pesan cepat lewat earpiece yang terpasang di telinga Tama. Suaranya rendah namun jelas, "Tama, menjauh sekarang. Pak Mike dan anak buahnya terlihat menuruni tangga, mereka mungkin akan keluar dari gudang."

Tama mengutuk dalam hati. Waktunya belum tepat. Tama melirik ke arah Frisilia, Rani, Tio, dan Rizal, memberi isyarat dengan cepat agar segera menjauh dari pintu gudang. Mereka semua bergerak dengan kecepatan dan keheningan yang luar biasa, menyelinap kembali ke semak-semak lebat yang mengelilingi gudang. Napas Tama tertahan ketika ia mendengar suara derit pintu gudang yang terbuka perlahan, diikuti oleh langkah kaki berat beberapa orang yang keluar.

Pak Mike, pria bertubuh besar dengan wajah bengis, muncul di pintu gudang, diikuti oleh sekelompok anak buahnya. Senyum sinis terlihat di wajahnya saat dia berbicara dengan salah satu penjaga. "Malam ini akan menjadi malam yang panjang," gumamnya dengan nada puas. "Siapkan semuanya, kita akan lanjutkan pesta ini di tempat yang lebih pribadi."

Penjaga-penjaga lainnya tertawa kecil, dan beberapa dari mereka melirik kembali ke arah Mayang dan yang lainnya, seolah-olah memikirkan hal-hal yang tidak pantas. Tama yang bersembunyi di balik semak, mendengar percakapan itu dengan telinga yang tajam. Dia meremas gagang pistol di pinggangnya, menahan dorongan untuk melawan. Ramon melaporkan dari atas pohon, "Mereka bergerak menuju kendaraan, kemungkinan akan segera pergi. Kita bisa menyerang saat mereka berpencar."

Tama merenung sejenak. Serangan mendadak saat mereka dalam perjalanan bisa menjadi pilihan terbaik, tetapi mereka harus memastikan bahwa tidak ada satu pun dari wanita-wanita itu yang terkena dampak pertempuran. "Kita harus sabar," gumam Tama pada timnya. "Tunggu sampai mereka benar-benar terpencar. Kita tidak bisa mengambil risiko sekarang."

Pak Mike dan anak buahnya perlahan-lahan mulai bergerak menuju beberapa mobil yang terparkir di dekat gudang. Tama memberi isyarat untuk lebih mundur, memastikan mereka tetap berada di luar jangkauan pandangan. Dia melirik ke arah Frisilia dan Rani yang sudah siaga, menunggu kesempatan berikutnya.

Dalam kegelapan malam, Tama dan timnya terus mengamati, bersiap untuk mengambil langkah berikutnya dengan cermat. Setiap detik terasa panjang, ketegangan makin meningkat, dan Tama tahu, saat mereka bergerak nanti, semuanya harus sempurna atau segalanya bisa hancur. Tama menggertakkan giginya dengan kesal saat melihat Pak Mike dan anak buah setianya berhasil melarikan diri. Merasa gagal karena tidak bisa menghentikan musuh utamanya, amarah perlahan-lahan mulai menguasai dirinya. Dia hampir saja keluar dari persembunyian, namun tangan Rani dengan sigap menangkap lengannya dan langsung menindihnya ke tanah. "Jangan gegabah, Tama!" bisik Rani tajam. Tama berusaha menenangkan dirinya, menatap Rani yang memandangnya penuh peringatan. Dalam situasi seperti ini, tidak ada ruang untuk kesalahan.

Setelah satu jam berlalu dalam keheningan yang menegangkan, Ramon, dari posisinya di atas pohon, mulai memberikan instruksi. "Ada sekitar dua puluh orang di dalam gudang. Delapan berjaga di atas, empat di pintu belakang, dan delapan lagi mengelilingi para tawanan, mereka tampaknya sibuk membelai Mayang dan yang lainnya."

Mendengar laporan dari Ramon, Tama mengerutkan dahi, merasa muak dengan perilaku biadab anak buah Pak Mike. "Baik," kata Tama dengan nada dingin, menyusun rencana cepat dalam benaknya. "Bayu, Bagus, kalian ke pintu belakang. Kalian tahu kan apa yang harus dilakukan ?." Bayu dan Bagus mengangguk tegas sebelum bergerak diam-diam menuju target mereka, bayangan mereka cepat menghilang dalam gelap.

Tama kemudian melirik ke arah Frisilia dan Rani. "Kalian dua Pergi ke meja itu , sepertinya lokasi itu bisa menarik perhatian mereka."

Frisilia dan Rani saling pandang, mengerti maksud Tama. Mereka mulai melepaskan beberapa lapis pakaian mereka, menyisakan tank top ketat dan celana pendek super ketat yang membuat tubuh mereka terlihat lebih menonjol. Dengan langkah tenang namun memikat, mereka berjalan menuju meja yang terletak di dekat pintu gudang.

Taktik mereka berhasil menarik perhatian dua penjaga di lantai dua. Para penjaga yang awalnya fokus menjaga gudang kini terpikat oleh Frisilia dan Rani. Tatapan penuh hasrat mengarah ke mereka, membuat dua penjaga itu akhirnya turun dari posisinya dan berjalan menuju luar untuk menemui kedua wanita yang terus menggoda mereka dari kejauhan. Sementara itu, dari tempat persembunyiannya, Tama memberikan isyarat kepada Aji. Begitu kedua penjaga itu keluar dari gedung, tidak ada waktu yang terbuang. Dalam hitungan detik, Tama dan Aji melancarkan serangan kilat. Pisau di tangan mereka terayun dengan cepat dan senyap, melumpuhkan kedua penjaga tanpa suara. Kedua tubuh tak bernyawa itu diseret ke balik semak-semak dengan cepat, menyembunyikan jejak.

Dengan posisi mereka sekarang lebih aman, Frisilia dan Rani tetap berada di meja, menunggu perintah selanjutnya, sementara Tama dan Aji bergerak lebih dekat ke pintu masuk gudang. Mereka tahu, ini adalah saat-saat yang paling kritis. Semua harus berjalan sempurna, atau nyawa Mayang, Selly, Bunga, dan Mita akan berada dalam bahaya.

Ramon kembali memberikan informasi, "Penjaga di lantai dua kini hanya tersisa enam. Tapi mereka terlihat santai, tidak menduga apa pun." Laporan ini membuat Tama sedikit lega. Ini berarti mereka bisa melanjutkan tanpa terlalu banyak gangguan. Tama memberi sinyal kepada Bayu dan Bagus, yang telah mendekati pintu belakang. Mereka siap mengeksekusi empat penjaga yang berjaga di sana. Tama menatap Aji, dan dengan gerakan tangan yang tegas, mereka bersiap untuk melancarkan serangan berikutnya.

Bayu dan Bagus bergerak cepat menuju empat penjaga yang berjaga di pintu belakang. Serangan mereka dimulai dengan ketenangan dan koordinasi yang tepat, tetapi perlawanan yang diberikan oleh para penjaga lebih sengit dari yang mereka duga. Bayu sempat kewalahan saat salah satu penjaga berhasil mematahkan serangannya, membuat situasi menjadi kacau. Teriakan dan denting senjata beradu membangkitkan kewaspadaan, menciptakan ketegangan yang semakin meningkat.

Kekacauan itu menarik perhatian dua penjaga yang sebelumnya berjaga di lantai dua. Mereka langsung turun, bergabung dalam pertarungan untuk membantu rekan-rekan mereka yang berusaha melawan Bayu dan Bagus. Posisi semakin sulit bagi tim penyusup, namun momen itu dimanfaatkan dengan baik oleh Ramon, yang melihat kesempatan emas.

"Salma, sekarang!" perintah Ramon melalui alat komunikasi kecil di telinganya.

Salma, yang sudah siap di posisinya, mengambil ancang-ancang, Ramon dan Salma menembakan peluru sniper nya tepat di kepala para anak buah pak mike yang berada di lantai dua. Suara tembakan terdengar tajam saat mereka berhasil mengeksekusi keempat penjaga di lantai dua, melumpuhkan mereka sebelum ada yang bisa bereaksi lebih lanjut.

Namun, suara tembakan itu telah membuat seluruh situasi berubah drastis. Anak buah Pak Mike yang sedang asik menikmati mayang dan yang lainnya langsung menyadari ada penyusup. Adu tembak pun tak terhindarkan, dengan peluru beterbangan di dalam gedung, menambah suasana yang semakin kacau. Tama yang berada di posisi strategis, langsung bereaksi dengan cepat. Dalam sekejap, dia melemparkan pistol cadangan ke arah Rani.

"Rani, tangkap!" teriak Tama.

Rani menangkap pistol itu dengan sigap dan segera bergabung dalam pertempuran, melindungi tim yang tengah diserang dari segala penjuru. Gerakan cepat dan cekatan Tama, ditambah bantuan Rani yang tidak gentar, berhasil melumpuhkan sebagian besar anak buah Pak Mike. Pada saat yang sama, Ilham, sebagai penembak jitu, menuntaskan tugasnya dengan akurasi tinggi. Satu per satu, anak buah Pak Mike yang berusaha melawan berhasil dihabisi oleh tembakan dari jarak jauh.

Pertarungan sengit itu berlangsung cepat namun intens. Setelah beberapa menit penuh ketegangan, akhirnya semua anak buah Pak Mike berhasil dilumpuhkan. Tembakan berhenti, meninggalkan keheningan yang menegangkan di udara. Rangga dan Pak Arif, yang sedari tadi hanya bisa menyaksikan dengan cemas, langsung berlari menuju tempat Mayang, Selly, Mita, dan Bunga disekap.

Ketika mereka mendekati tiang tempat keempat wanita itu diikat, hati mereka dipenuhi rasa lega sekaligus haru. Meskipun Mayang dan yang lainnya terlihat kelelahan dengan pakaian mereka yang berantakan, Pak Arif merasa bersyukur karena bisa menyelamatkan mereka.

Sementara itu, Tama, Rani, Ramon, dan anggota lainnya dari tim rahasia Pak Riko tetap berjaga-jaga, memastikan tidak ada musuh yang tersisa. Meski misi mereka berhasil, mereka tetap waspada, mengetahui bahwa ancaman dari Pak Mike masih belum sepenuhnya berakhir. Namun untuk saat ini, kemenangan berada di tangan mereka.

1
NT.Fa
hidup sepahit itu kah? Kasian Tiara
NT.Fa
Semangat ya Tiara
NT.Fa
cerita yg menarik... inspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!