Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka yang Semakin Dalam
Malam kembali menyelimuti rumah Anna dan Alan. Sunyi yang mencekam terasa begitu pekat, seolah-olah dinding-dinding rumah itu menyerap semua rasa sakit yang tak terucapkan. Anna duduk di ruang tamu, matanya memandang ke arah jendela, tapi pikirannya melayang jauh. Di tangannya ada secangkir teh yang mulai dingin, tapi ia tak menyentuhnya.
Sementara itu, Alan belum juga pulang. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Anna mencoba mengabaikan kekhawatirannya, tapi ia tahu bahwa Alan mungkin sedang bersama Sherly atau seseorang lainnya. Ia tidak bisa memastikannya, namun perasaannya mengatakan itu.
"Apakah ini balas dendamnya?" pikir Anna.
Namun, jauh di dalam hatinya, ia sadar bahwa ia tidak punya hak untuk menuduh. Dirinya sendiri adalah pengkhianat.
---
Jejak Sherly
Di sisi lain kota, Alan duduk di sebuah lounge bersama Sherly. Wanita itu mengenakan gaun merah yang menonjolkan lekuk tubuhnya, dengan senyum menggoda yang tak pernah gagal menarik perhatian Alan.
"Jadi, bagaimana kabarmu, Alan?" tanya Sherly dengan suara manis, memainkan gelas wine-nya.
Alan tersenyum kecil. "Kau tahu jawabannya. Tidak ada yang baik dalam hidupku sekarang."
Sherly mendekatkan tubuhnya, menatap Alan dengan penuh perhatian. "Mungkin kau hanya perlu sedikit melupakan semua itu. Bersamaku, misalnya."
Alan tertawa hambar, tapi tawaran itu menggoda. Ia tahu apa yang Sherly inginkan, dan ia tahu bahwa bersama wanita ini ia bisa melupakan rasa sakitnya, meski hanya untuk sementara.
Namun, ada sesuatu yang menahannya. Wajah Anna tiba-tiba muncul di pikirannya, dengan tatapan penuh air mata dan suara yang bergetar.
"Aku mencintaimu, Mas."
Alan menghela napas panjang. "Sherly, aku tidak tahu apakah aku bisa melakukan ini."
Sherly mengangkat alisnya. "Alan, kau pantas mendapatkan kebahagiaan. Jika dia tidak bisa memberikannya, kenapa kau harus terus bertahan?"
Kata-kata Sherly menghantam Alan seperti gelombang. Benarkah ia masih bertahan karena cinta, atau karena kebiasaan?
---
Pertemuan yang Tak Terduga
Pagi itu, Anna memutuskan untuk keluar rumah lebih awal. Ia mengambil cuti kerja, merasa bahwa pikirannya terlalu kacau untuk bisa fokus. Ia memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe kecil di pinggir kota, tempat ia bisa menikmati ketenangan.
Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Ketika ia melangkah masuk ke dalam kafe, matanya menangkap sosok yang sangat familiar.
Alan.
Dan di depannya, seorang wanita cantik bergaun merah—Sherly.
Anna berdiri mematung di pintu, tubuhnya membeku. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Namun, sebelum ia bisa mengambil langkah mundur, Alan menoleh dan melihatnya. Wajah Alan langsung berubah, terkejut dan penuh rasa bersalah.
Sherly, yang menyadari perubahan ekspresi Alan, ikut menoleh ke arah Anna. Ia tersenyum tipis, seolah-olah kemenangan ada di tangannya.
Anna menarik napas dalam, mencoba menguasai dirinya. Dengan langkah tenang, ia mendekati meja mereka.
"Alan," sapanya dengan suara dingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Alan berdiri, mencoba menjelaskan. "Anna, ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Anna mengangguk pelan. "Oh, tentu saja. Aku hanya melihat suamiku duduk bersama wanita lain, tapi pasti ada alasan logis untuk itu, kan?"
Sherly menyela, suaranya manis tapi penuh sindiran. "Kami hanya mengobrol, Anna. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Anna menatap Sherly tajam. "Aku tidak berbicara denganmu."
Sherly terdiam, tapi senyum di wajahnya tidak hilang.
"Mas Alan," lanjut Anna. "Kau ingin menghukumku atas apa yang aku lakukan, aku mengerti. Tapi apakah ini caramu? Bermain dengan wanita seperti dia?"
Alan merasa seperti terpojok. Ia tidak bisa menjawab, tidak bisa menyangkal, tapi juga tidak ingin memperburuk situasi.
"Anna, kita harus bicara," kata Alan akhirnya.
"Tidak perlu," jawab Anna tegas. "Aku sudah tahu jawabannya."
---
Badai di Rumah
Setelah kejadian di kafe, Anna pulang lebih dulu. Ketika Alan sampai di rumah, ia menemukan Anna sedang berdiri di ruang tamu dengan koper di sampingnya.
"Apa ini?" tanya Alan.
"Aku pergi," jawab Anna singkat.
Alan terkejut. "Anna, jangan seperti ini. Kita bisa membicarakannya."
Anna menggeleng. "Aku sudah cukup berbicara, Alan. Aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Kau dan aku... kita sudah terlalu banyak saling melukai."
Alan mencoba mendekat, tapi Anna mundur. "Jangan, Mas. Aku butuh waktu untuk sendiri. Mungkin kita butuh waktu untuk berpikir, apakah hubungan ini masih layak diperjuangkan."
Alan tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu, di dalam hatinya, Anna mungkin benar.
"Anna..." suaranya bergetar. "Aku minta maaf."
Anna menatapnya, air mata mengalir di pipinya. "Aku juga, Mas. Tapi maaf saja tidak cukup."
Dengan langkah berat, Anna membawa kopernya keluar. Alan hanya bisa berdiri di ambang pintu, melihat wanita yang ia cintai pergi.
---
Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang
Di apartemen kecil yang ia sewa, Anna mencoba memulai kembali. Namun, setiap malam, bayangan Alan dan rasa bersalahnya terus menghantuinya.
Di sisi lain, Alan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia tidak lagi bertemu Sherly, tapi kesepian yang ia rasakan semakin dalam.
Mereka berdua tahu, meskipun mereka terpisah, luka di hati mereka tidak akan hilang begitu saja.
Apakah cinta cukup untuk menyembuhkan semuanya? Atau apakah ini adalah akhir dari kisah mereka?
---