Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19_Kehilangan yang Menyakitkan
Seminggu sudah Sumi dirawat di rumah sakit, dan kini keadaannya sudah membaik. Seluruh tubuhnya sudah bisa ia gerakkan. Mengenai biaya rumah sakit, ditanggung oleh BPJS khusus masyarakat miskin yang diuruskan oleh Pak RT mereka. Sedangkan Burhan tidak peduli, ia sibuk menelpon orang tuanya di kampung menanyakan perihal angsuran bank.
“Hallo Mak, angsuran rumah Burhan bagaimana, ini sudah jatuh tempo, kalau enggak rumah Burhan akan disita bank Mak,” ujar Burhan cemas.
Setelah beberapa lama, akhirnya teleponnya diangkat oleh emak Burhan.
“Ya mau bagaimana lagi, emak dan bapakmu juga lagi kere, enggak ada duit. Kalau kamu diusir, ya tinggal pulang aja ke rumah emak, itu aja kok repot,” ujar Mak Erot santai.
“Tapi Mak, bagaimana dengan Sumi dan anak-anak Burhan?” tanya Burhan, kepala semakin pusing mendengar jawaban tidak masuk akal dari emak kandungnya sendiri.
“Siapa suruh menikahi anak tunggal yang enggak ada saudaranya, jadinya si Sumi itu enggak ada tempat numpang kan,” ejek Mak Erot.
“Tolong lah Mak, sekarang suasana sedang genting, jadi bukan saatnya menyalahkan siapapun. Ini gimana angsuran bank Burhan Mak?”
“Ya, mana emak tahu, itukan rumahmu, bukan rumah emak.”
"Mak, tolong..."
“Emak juga pusing, udah dibilangin kalau rumah kamu ditarik sama pihak bank, pulang saja ke rumah emak. Gitu aja kok dibawa pusing sih Burhan.”
“Tut…Tut…”
“Hallo…halooo Mak…Mak…halooo” sambungan telepon sudah diputus oleh Mak Erot.
“Akhhh emakkk,” ujar Burhan, menendang pintu. Ia sangat marah sekali.
Tetapi ia kembali ingat pesan emaknya, bahwa ia harus berbakti kepada Mak Erot agar keenam anaknya juga berbakti kepada dirinya. Jadi, ia menahan emosinya.
*****
“Terimakasih Pak RT sudah peduli kepada keluarga kami,” ujar Bu Sumi.
“Sama-sama Bu, saya turut senang melihat ibu yang sudah bisa pulang ke rumah hari ini, dan bisa berkumpul kembali dengan anak-anak dan suami,” ujar Pak RT.
“Iya Bu Sumi, pokoknya jangan banyak pikiran ya, dunia memang isinya begini semua, kadang memang bikin pusing,” ujar Bu Lela, istri Pak RT.
Bu Sumi tertawa kecil, “Ibu RT bisa saja.”
Bu Sumi dan anak-anaknya pulang dengan diantar naik mobil Pak RT.
“Nanti sampai di rumah langsung istirahat Bu, jangan banyak pikiran,” ujar Bu Lela.
Sumi hanya tersenyum.
“Mengenai cicilan utang rumah ibu, biarlah nanti warga kita berembuk dulu, bagaimana baiknya,” ujar Pak RT.
“Sekali lagi terima kasih banyak Pak.”
“Iya Bu, memang seharusnya kalau ada apa-apa harus cepat berkoordinasi dengan saya, hanya saja Burhan sebagai kepala keluarga malah tidak ada berkata apa-apa kepada saya. Makanya saya tahu baru tadi, itu pun karena Santi yang cerita,” ujar Pak RT.
“Iya Pak, saya juga baru tahu, makanya saya syok dan langsung tumbang begini,” ujar Bu Sumi.
Setelah beberapa menit di perjalanan, sampailah mereka ke rumah Bu Sumi. Tetapi ada yang berbeda di sana. Di halamannya sudah ada palang bertuliskan 'Rumah ini disita oleh bank.' Dan seluruh baju-baju dan perkakas mereka juga sudah berada di teras rumah bersama Burhan.
“Apa-apaan ini Mas?” tanya Sumi.
“Kamu tidak baca, itu kan ada tulisannya rumah ini disita oleh bank,” jawab Burhan emosi. Ia benar-benar tidak merasa bersalah sedikitpun. Malah ia masih tetap membentak istrinya yang baru pulang dari rumah sakit. Emosinya terhadap ibunya, Mak Erot, ia lampiaskan kepada istrinya, Sumi.
“Mas, terus kita akan tinggal di mana Mas? Kamu jahat Mas!” Sumi memukul-mukul dada suaminya.
“Hehh hentikan,” ujar Burhan, menangkap kedua tangan istrinya. “Aku sudah nelpon emak, dan kita bakalan pulang kampung dan tinggal di rumah emak untuk sementara waktu,” jawab Burhan.
“Aku enggak mau tinggal bareng emak kamu Mas, enggak mau, kasihan anak-anak nanti menderita,” ujar Sumi.
Ia tahu sekali bagaimana sifat Mak Erot, ibu mertuanya, seribu kali lipat lebih parah dari Burhan.
“Ya sudah kalau tidak mau, tidur saja di kolong jembatan sana!” perintah Burhan, lepas tanggung jawab.
“Bapak itu sebagai kepala keluarga gunanya apa sih, selain bikin susah keluar dan bikin ibu nangis. Guna ayah itu apa, kalau gini mending kami jadi anak yatim sekalian ya?” ujar Riski berapi-api.
“Plak!” satu tamparan mendarat sempurna di pipi kecil Riski.
“Beraninya kamu sama ayahmu sendiri, aku ini ayahmu, tanpa aku kau tidak ada di dunia ini, wajib untukmu mengabdi dan hormat sama orang tua,” ujar Burhan.
“Sudah-sudah, jangan ribut-ribut,” ujar Pak RT. “Memangnya hutangnya berapa, tidak bisa dibayar setengah dulu?” tanya Pak RT kepada Burhan.
“Totalnya jadi 50 Pak sama bunganya,” ujar Burhan.
“Astaga, itu bukan nominal yang sedikit Pak Burhan, sekalipun seluruh warga patungan enggak bakalan terkumpul uang segitu,” ujar Pak RT.
“Makanya itu Pak,” sahut Burhan santai.
“Ya sudah, Bu Sumi dan anak-anak istirahat di rumah saya aja ya untuk sementara waktu, kan Bu Sumi baru sembuh,” ujar Bu Lela, merangkul Bu Sumi.
Sumi hanya bisa diam saja. Ia tidak sanggup lagi untuk berbicara.
“Ya sudah, sekarang ibu naik ke dalam mobil, nanti barang-barangnya biar bapak yang urus,” ujar Bu Lela. Bu Sumi dan anak-anaknya pun kembali naik ke dalam mobil.
Sumi dan keluarganya tidak ada pilihan lain selain ikut kepada Bu Lela dan Pak RT, dan menumpang di rumah Pak RT.
“Ini kamar Bu Sumi dan Pak Burhan, di sebelah kamar anak-anak,” ujar Bu Lela.
“Saya tidur bareng anak-anak saya saja Bu, tidak mau sama Mas Burhan,” ujar Sumi, terlanjur kecewa dengan kelakuan suaminya itu.
“Ya sudah, kalau ibu maunya begitu, jadi ini kamar ibu dan nak Santi, Lili, dan Sisil. Di samping ini kamar untuk Riski, Ridho, dan Ujang, serta Pak Burhan juga,” ujar Bu Lela seraya menunjukkan kamar yang dimaksudkan.
"Riski, Ridho, ikut bapak yuk, buat ngangkut barang-barang kalian ke mobil,” ajak Pak RT. Riski dan Ridho pun langsung menurut.
Riski dan Ridho pergi ke rumahnya dengan naik mobil Pak RT, untuk melangsir barang-barang mereka ke rumah Pak RT.
Barang-barang mereka tidak banyak, hanya baju, piring, buku-buku, dan beberapa perkakas makan. Jadi, cukup hanya sekali angkut saja, semua bisa langsung terbawa.