Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngira Dia Lemah dan Bisa Ditindas
Pagi itu, Chira bangun dengan kepala yang masih kayak setengah offline. Butuh waktu sekitar semenit buat otaknya nyala sepenuhnya. Pas udah sadar, dia buru-buru ngambil HP dan buka Twitter.
Anehnya, semua berita tentang dia tiba-tiba raib.
Dia coba scroll lagi, bolak-balik nyari, tetep nihil—nggak ada apa-apa.
Akhirnya, dia telepon seseorang.
“Kenapa tiba-tiba hot search soal gue ilang?” tanyanya datar banget.
Orang di ujung sana, yang kayaknya masih setengah tidur, jawab dengan suara berat, “Entah jaringan lo lagi error atau ada yang main kotor.”
Jawaban itu dilontarin singkat, terus telepon langsung dimatiin tanpa basa-basi.
Chira cuma bisa gumam pelan, “Oh.”
Habis itu, dia lanjut rutinitas pagi seperti biasa: pake sepatu, cuci muka, sikat gigi, ganti baju, terus berangkat sekolah.
Pas jalan kaki menuju gerbang sekolah, dia ngeliat seseorang yang dateng dengan gaya super mencolok naik sepeda.
Kenapa mencolok? Karena itu sepeda jelas bukan sepeda biasa.
Sepeda itu pernah dia liat di majalah: bodi hitam dengan logo merah yang kelihatan mahal, desain pedalnya kece banget, perpaduan nyaman sama kencang.
Yang bikin makin wow, sepeda itu punya kursi belakang! Kursi belakangnya juga hitam dengan aksen merah.
Harganya? Fix, setara sama mobil kecil yang oke banget.
Seluruh tampilan sepeda itu memancarkan aura “gue sultan.”
Walaupun Chira nggak terlalu ngikutin dunia sepeda, dia cukup tahu barang mahal dari baca-baca majalah. Yah, hitung-hitung nambah wawasan sambil ngimpi.
“Nona Chira, mau gue bonceng nggak?” tanya Shen Zul, yang sengaja berhenti tepat di sebelahnya.
Chira ngelirik jam tangan. Dengan jalan kaki pun dia nggak bakal telat, jadi dia geleng kepala, nolak tawaran “baik hati” dari Tuan Muda Shen Zul.
Tapi, bukannya pergi, Shen Zul malah turun dari sepeda mahalnya dan mulai nuntun sepeda itu sambil jalan di samping Chira.
Chira: “……”
Orang aneh.
Kalau ada yang ngamatin Shen Zul belakangan ini, pasti mereka bakal ngerasa kalau dia kayak udah “di-reset,” berubah jadi sedikit... ya, nggak normal.
“Nona Chira, itu fungsi trigonometri tuh apa, sih?” tanya dia tiba-tiba.
Chira ngelus dada. “Gue saranin lo buka buku pelajaran semester satu dulu deh. Jangan sok ngomong trigonometri kalau himpunan aja lo nggak paham.”
Fajar, yang kebetulan lewat, langsung nimbrung, “Nah, itu jawaban keren, Bro.”
Shen Zul melirik Fajar. “Hah? Lo paham?”
Hasilnya? Fajar langsung minggir, buka buku, dan mulai belajar diam-diam.
Suasana kelas 3, jurusan sains, tahun ketiga mulai berubah jadi aneh.
Pas seorang school bully tiba-tiba mulai pegang buku pelajaran (dan bukan buat alas tidur), semua orang langsung syok.
Pas dia beneran nanya soal pelajaran, dunia kayak kebalik.
Padahal, Shen Zul itu aslinya pinter, cuma dia terlalu males. Beda sama Chira.
Kalau nilai merah Shen Zul emang karena dia ogah serius, nilai merah Chira itu cuma akting doang.
Sekarang, pas Shen Zul mulai belajar beneran, nggak ada yang tahu apa rencana dia.
Yang jelas, satu-satunya orang yang dia tanya soal pelajaran cuma Chira—cewek yang duduk di depan dia.
Hal ini bikin banyak cewek lain di kelas geregetan setengah mati. Tapi mau gimana lagi? Chira emang smart girl sejati. Nilainya di tiap ulangan mingguan selalu nomor satu, bahkan ngehancurin peringkat siswa seangkatan.
Gara-gara itu, temen-temen di kelas biasa jadi ikut bangga.
Akhirnya, ketakutan mereka sama siswa kelas unggulan mulai luntur.
Meskipun prestasi Chira nggak ada hubungannya sama mereka, ngeliat nama pertama di papan penghargaan bukan dari kelas unggulan tetep rasanya puas banget.
Setelah beberapa ulangan mingguan, kemampuan Chira ninggalin kesan mendalam di otak siswa kelas unggulan.
Orang-orang yang dulu nuduh dia curang sekarang cuma bisa nunduk malu, kayak abis ditampar keras.
Tapi, hubungan aneh antara school bully dan smart girl ini mulai jadi bahan gosip.
Ditambah lagi, rumor Shen Zul sama school beauty masih beredar luas, bikin cerita “cinta segitiga” mereka tambah drama banget.
Nabila cuma bisa bengong sambil ngeliatin temen sebangkunya, Chira, yang tiba-tiba masuk ke dalam drama cinta segitiga aneh.
Tapi, dari sudut pandang penonton kayak dia, hubungan antara Chira sama Shen Zul tuh kelihatan bersih banget, nggak ada tanda-tanda “bubble pink” yang mencurigakan.
Kalau mau dipaksain, paling Shen Zul naksir sepihak.
Tapi begitu pikiran itu muncul, Nabila buru-buru bantah sendiri.
Please deh, Shen Zul tuh bukan tipe orang yang suka memendam perasaan. Kalau dia beneran suka sama seseorang, kapan dia pernah sependiem ini?
Coba liat rekam jejaknya. Semua hubungan Shen Zul sebelumnya selalu ribet dan rame, kayak acara TV drama sinetron.
Akhirnya, Nabila sampe kesimpulan yang bikin dia sendiri bingung sekaligus ngeri: Shen Zul sama Chira beneran cuma temenan doang.
Amazing!!!
Dan ternyata, bukan cuma Nabila yang mikir gitu.
Fajar, sahabat mereka, juga ngerasa Shen Zul udah kayak berubah total. Dia nggak nyangka bakal liat Shen Zul serius belajar.
Yang lebih aneh? Shen Zul sekarang belajar dengan sepenuh hati, sampe-sampe nggak ada lagi temen buat bareng jadi peringkat terbawah.
Semakin banyak gosip yang nyebar, semakin rame orang yang ngomongin.
Kadang-kadang, Chira suka denger omongan orang di belakangnya. Tapi dia santai aja. Bagi dia, semakin banyak dijelasin, malah makin nggak guna.
Selama itu nggak langsung ganggu, dia bodo amat.
Tapi, nggak semua orang mikir kayak dia.
---
Jumat sore, pas sekolah udah bubar, Chira yang telat keluar kelas gara-gara ngerjain soal tambahan fisika malah nemu dirinya dikepung di tangga.
Karena kelas 3 ada di ujung koridor, biasanya orang-orang pilih tangga paling deket buat turun.
Chira juga ngikutin jalur itu—dan malah kena zonk.
Sekelompok cewek berseragam sekolah berdiri di depan dia. Pemimpin mereka kelihatan familiar—Via.
Chira inget Via gara-gara komentar sinis yang cewek itu lontarin di depan pintu kelas beberapa waktu lalu.
Cewek-cewek lain yang barengan sama Via jelas bukan dari kelas unggulan. Dari situ, Chira sadar kalau Via lumayan punya koneksi pertemanan yang luas.
Kalau aja mereka nggak berdiri dengan gaya songong sambil lipat tangan dan tatapannya kayak gitu, Chira mungkin bakal mikir mereka cuma kebetulan lewat.
Tapi sekarang? Jelas ini adegan bullying ala anak sekolah.
Dan ironisnya, Chira jadi tokoh utama.
---
“Ada apa?” tanya Chira santai, kayak nggak ada beban.
Via megang HP-nya sambil ngomong sombong, “Chira, lo sama Shen Zul ada hubungan apa?”
Chira diem sebentar.
Kalau dia nggak tau situasi sebenarnya, dia mungkin mikir Via itu mantan pacarnya Shen Zul, bukan Zahra.
“Ngapain nanya? Emangnya ada urusannya sama lo?” jawab Chira dingin.
Nada santai Chira malah bikin Via makin panas. “Baru kali ini gue liat pelakor se-nggak tau malu kayak lo!”
Chira ketawa kecil. “Oh, mau mukul gue?”
“Kalau mau mukul, ya mukul aja. Ngapain pake alasan?” celetuk salah satu cewek di sebelah Via.
Cewek-cewek itu mulai maju selangkah, makin deket ke Chira.
Chira ngelus dada. Dia emang nggak jago berantem. Selama ini, dia cuma pernah liat Dara, temennya, yang sabuk hitam taekwondo, ngebantai orang.
Sedangkan dia? Aduh, jelas nilai fighting skill-nya nol besar.
Jadi, apa ini waktunya buat dia kena malu?
“Lo semua beneran rela dimanfaatin buat hal kayak gini?” tanya Chira santai. “Nggak takut gue laporin?”
Via senyum sinis sambil goyangin HP-nya di udara. “Kalau gue punya foto lo yang... menarik, lo masih berani lapor?”
Chira diem lagi.
Di situasi kayak gini, masih bisa setenang ini aja udah pencapaian buat dia.
Tapi dia langsung ngeh. Via ngumpulin cewek-cewek ini karena nganggep dia lemah dan gampang ditindas.