"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah Ke Eligra
Nadia menghela napas berat lalu menatap ke arah tangan Sean yang berada di perutnya. Tiba-tiba saja Nadia merasa seperti sebuah de javu. Dia pernah ada dalam posisi seperti ini sebelumnya. Bedanya saat itu Nadia bahagia dan bisa tertawa. Namun kali ini dia justru mengepalkan kedua tangannya menahan diri untuk tidak menangis.
Si4lan! Kenapa Nadia harus ingat lagi? Hal ini yang membuatnya tidak setuju dengan kontrak baru pernikahannya dengan Sean. Membiarkan Sean melakukan apa yang dia inginkan pada Nadia sama saja dengan membangkitkan kembali kenangan yang ingin Nadia lupakan.
"Sean, aku harus selesaiin ini dulu. Kita kan bakalan berangkat besok," ujar Nadia dengan nada sedikit memohon sembari melepaskan tangan Sean pelan.
"Ya udah, kalo gitu aku bantuin kamu. Tapi, setelah ini boleh peluk lagi ya," kata Sean memasang wajah polos bak anak kecil yang sedang meminta mainan. Padahal Nadia sudah senang karena Sean mau melepaskannya namun ternyata tidak mudah menang dari pria keras kepala itu.
Keesokan paginya, keduanya berangkat pagi-pagi sekali. Damar dan Yadis menyempatkan diri untuk mengatar sang adik dan adik ipar mereka.
"Baik-baik ya di sana," ujar Damar memeluk erat adik perempuan yang sangat dia sayangi itu.
"Iya, Mas," jawab Nadia.
"Sekarang Mas sama Mas Damar udah gak khawatir lagi lepas kamu karna udah ada Sean yang bakalan jagain kamu," kata Yudis gantian memeluk Nadia.
Nadia hanya tersenyum simpul sembari mengusap lembut punggung kakaknya.
"Iya, gak kayak pas kamu kuliah di Eligra. Mas sama Yudis khawatir mulu," canda Damar yang diangguki setuju oleh Yudis bersamaan dengan itu Sean datang ke arah mereka setelah mengurus barang-barang. Jika kedua kakaknya tertawa, Nadia justru terlihat gelisah di sana dan seakan menghindari percapakan tentang Eligra ketika dia kuliah.
"Keretanya udah hampir berangkat," kata Sean memberitahu Nadia sembari menggenggam tangan wanita itu. Hal yang membuat Damar dan Yudis tersenyum malu-malu. Ketahuilah, Nadia mencoba melepaskan genggaman tangan itu namun genggaman tangan Sean justru semakin erat. Pria itu tidak tahu tempat sekali. Nadia kan jadi malu di depan kedua kakaknya.
"Terimakasih Mas Damar, Mas Yudis udah nganterin kami," ujar Sean pada kedua kakak iparnya.
"Iya, sama-sama," timpal Damar menepuk pelan bahu Sean.
"Tolong jagain Nadia ya," pesan Yudis.
"Pasti, Mas."
Mereka saling tertawa sebelum pengumuman jika kereta akan segera berangkat terdengar. Sean dan Nadia pun pamit pada kedua pria itu. Sebenarnya Sean bisa saja menggunakan mobil untuk pulang ke Eligra seperti saat dia datang hari itu bersama Dominic. Tapi karena Dominic pulang lebih dulu karena harus mengurus sesuatu membuat Sean memilih menggunakan kereta api. Lagipula dia ingin beristirahat dengan tenang sebelum kembali berkutak dengan pekerjaannya.
"Jadi kamu pernah kuliah di Eligra?" tanya Sean setelah mereka sampai di sebuah ruangan yang menurut Nadia cukup mewah. Ternyata Sean menyewa ruang VIP.
"Memangnya itu penting?" tanya Nadia dengan nada jutek.
"Penting banget malah." Jawaban Sean membuat Nadia menatapnya dengan kening berkerut bingung.
"Karna seandainya aku tau kamu pernah tinggal di Eligra kita pasti ketemu lebih cepat," lanjut Sean memberikan alasan sambil mengulas senyuman manis seperti biasanya.
Nadia hanya bisa menghela napas pelan sembari membuka jaketnya.
"Aku pengen istirahat," alibinya membaringkan diri di sebuah tempat tidur di sebelah kiri ruangan itu. Sean hanya bisa tersenyum simpul melihat bagaimana Nadia menghindari pembicaraan mereka. Sementara Nadia yang sudah membaringkan dirinya dengan posisi membelakangi Sean larut dalam pikirannya.
Ya, dia memikirkan apa yang Sean katakan tadi sembari berandai, jika sungguh mereka bertemu lebih awal apakah kejadian mengerikan itu tidak akan menimpa Nadia? Atau ada tidaknya Sean tidak akan berpengaruh apa-apa karena pada dasarnya itu sudah menjadi jalan takdir yang harus Nadia hadapi.
Sampai di kota Eligra.
Sean dan Nadia disambut oleh Dominic serta sepasang pasangan suami istri beserta seorang anak kecil yang begitu lucu yang tengah tertidur digendongan ayahnya.
"Akhirnya kalian datang juga!" sambut sang wanita begitu antusias memeluk Sean.
"Padahal Mbak Sanjana sama Mas Eric gak perlu loh datang kayak gini," kata Sean merasa tidak enak. "Oh iya, kenalin ini kakak sama kakak iparku. Mbak Sanjana dan Mas Eric," kata Sean pada Nadia.
"Halo!" sapa Nadia mengulurkan tangan.
"Selamat datang di Eligra," sambut Sanjana tak hanya menjabat tangan wanita yang telah menjadi adik iparnya namun dia juga ikut memeluk erat Nadia.
"Wah! Adik iparku ternyata cantik sekali," puji Sanjana menatap kagum ke arah Nadia.
"Saya kan udah bilang kalo istri Pak Sean itu cantik banget," tambah Dominic tidak mau kalah.
"Udah. Udah. Nadianya jangan terlalu dipuji nanti wajahnya jadi merah," kata Sean dan benar saja Nadia yang tadinya hanya tersenyum malu-malu kini menatap horor Sean dengan wajah memerah. Haruskah pria itu memperjelasnya?
Sean yang ditatap seperti itu bukannya takut malah merangkul Nadia dengan erat. Hal yang tak hanya membuat Nadia kaget namun tiga orang di depannya.
"Kamu bisa sembunyiin wajah kamu di dadaku, Sayang," kata Sean tersenyum manis ke arah Nadia lalu mengarahkan kepala wanita itu ke dadanya. Tak peduli jika setelah ini Nadia pasti akan marah.
"Ya ampun! Pasangan pengantin baru ini gak liat tempat ya buat mesra-mesraan," celetuk Sanjana diiringi tawa bahagia melihat tingkah sang adik.
"Ya udah mesra-mesraannya lanjut di rumah aja ya," kata Eric disusul anggukan setuju dari mereka semua kecuali Nadia karena kepalanya masih di peluk erat oleh sang suami. Sean baru melepaskannya ketika Sanjana dan suaminya sudah lumayan jauh.
"Lepasin! Aku gak bisa napas!" kata Nadia sedikit memberontak. "Kamu sengaja ya mau bunuh aku?!" marah Nadia dengan rambut berantakan akibat meronta tadi.
"Ya gak mungkinlah. Aku gak mau jadi duda secepat itu," kata Sean. Seperti biasa pria itu selalu memasang wajah santai seakan tidak bersalah membuat Nadia hanya bisa memutar bola matanya malas. Lihat! Pria itu malah membantu Nadia memperbaiki tata letak rambutnya yang berantakan sambil terus tersenyum. Sean itu suka sekali melihat wajah jengkel Nadia. Itu sangat lucu. Sungguh.
"Hei! Ayo cepat! Malah lanjut mesra-mesraan!" teriak Sanjana yang baru menyadari jika pasangan pengantin baru itu tertinggal di belakang.
"Iya, Mbak sebentar!" jawab Sean lalu menggenggam tangan Nadia. "Ayo, sayang!" katanya tanpa memikirkan bagaimana keadaan jantung Nadia sekarang. Diserang bertubi-tubi seperti ini itu tidak sopan. Karena bisa saja pertahanan Nadia akan runtuh dan akhirnya jatuh cinta pada Sean.
Tapi semoga tidak!
Nadia tidak menginginkan hal seperti itu terjadi dalam hubungan mereka.
****