Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Saat mengantarkan Husna pulang dan sudah pamitan dengan kedua orang tua Husna, Tama kini di antar oleh Husna sampai samping mobil.
"Tam?" Panggil Husna dengan nada halus sambil memegang lengan Tama membuat Tama terhenti dengan niatnya untuk membuka pintu mobil, dan kini Tama jadi menatap Husna dengan wajah serius.
"Makasih ya Tam!" Tanpa ragu Husna langsung memeluk Tama sambil mengucapkan terimakasih.
Hari ini Husna sangat bahagia, selain perhatian dari Tama yang terus menerus diberikan kepadanya, tak bisa di pungkiri bahwa saat ini Husna pun sudah jatuh hati terhadap Tama. Tapi dia belum bisa mengungkapkan seluruh isi hatinya, hanya sebatas ini Husna membalas seluruh kasih sayang yang sudah Tama berikan.
"Em iya sama-sama." Tama yang sedikit bingung ketika Husna tiba-tiba memeluknya, dia hanya bisa tersenyum sambil mengusap punggung Husna.
Suasana jadi sunyi beberapa saat, karena Husna begitu menikmati pelukannya yang begitu hangat dan nyaman, begitu pun Tama.
"Husna, janji ya sama aku jangan pernah sedih lagi! Mulai saat ini dan seterusnya aku akan selalu ada di paling depan untuk melindungi kamu, aku akan berusaha untuk membantu menyelesaikan semua masalah yang sedang kamu hadapi, kamu nggak perlu takut, ada aku sekarang di sini. Kita hadapi sama-sama ya!"
Tama kembali menenangkan Husna sebelum berpisah, selain perasaan sayangnya yang semakin tumbuh, Tama juga berniat untuk menyelesaikan semua permasalah yang sedang Husna hadapi. Tama seperti tahu rencana apa yang akan dia lakukan untuk membebaskan Husna dari jeratan Frian.
Husna hanya bisa mengangguk dan percaya terhadap Tama, karena Husna yakin sosok Tama yang sudah di hadirkan tuhan saat ini adalah sosok yang akan membuat hidupnya kembali seperti dulu yang penuh ketenangan dan kebahagiaan.
"Udah ya kamu jangan takut lagi! Percaya sama aku semuanya akan baik-baik saja." Ucap Tama sambil kembali memeluk Husna, bahkan satu kecupan lembut Tama daratkan di kening Husna karena Tama saat ini begitu menyayanginya, Tama ingin Husna baik-baik saja.
Husna hanya bisa tersenyum sambil memandangi Tama setelah dia mengecupnya, rasa takut dan kesedihan yang membenalu dalam dirinya seolah-olah hilang begitu saja ketika Tama mampu menenangkannya.
"Ya sudah kalau gitu aku pulang ya, sampai ketemu lagi besok di sekolah. Inget ya harus terus seperti ini harus senyum terus! Awas kalau cemberut lagi!" Tama berpamitan sekaligus mengingatkan kembali kepada Husna sambil mengelus-elus kepala Husna dengan manja.
"Hmm iya bawel." Jawab Husna sambil tersenyum manja membuat Tama tenang ketika hendak meninggalkannya.
Setelah Tama pergi, Husna masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri membayangkan wajah Tama di benaknya.
Saat pintu depan Husna buka, dia di kagetkan oleh ibunya yang memang sedari tadi mengintip momen mereka berdua di luar.
"Ih ibu, ngagetin aku aja. Ngapain coba diem di belakang pintu gini?" Tanya Husna yang kaget dan jadi sedikit malu merasa sepertinya bu Lastri mengintip mereka berdua tadi saat di luar.
"Seneng banget kayanya nih anak ibu, udah lama loh ibu nggak ngeliat kamu senyum secantik ini lagi." Ucap Bu Lastri sambil memandang anaknya yang memang memancarkan kecantikannya sore ini.
Sudah lama Bu Lastri tak pernah melihat anaknya ceria seperti ini. Karena setahun belakangan ini Husna lebih banyak menyendiri di rumah dengan wajahnya yang selalu kusut dan sedih.
"Ah ibu, sekarang aku mau kasih kabar buat ibu sama bapak. Tapi ngomong-ngomong bapak mana ya Bu?" Husna berbicara sambil mengajak ibunya duduk di sofa ruang tamu.
"Bapakmu lagi di kamar mandi, ada kabar baik apa sih Nak?" Tanya ibu yang jadi sedikit penasaran.
"Bentar ya, ibu tunggu dulu di sini jangan kemana-mana!" Husna menyuruh ibunya menunggu di sofa, sedangkan dia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil sesuatu.
Setelah beberapa saat, Husna pun kembali menghampiri ibunya sekaligus mengajak pak Kamal yang sudah keluar dari kamar mandi untuk berkumpul di ruang tamu.
"Ada apa sih?" Tanya pak Kamal yang kini sudah duduk di sofa bersama bu Lastri dan Husna.
"Aku mau kasih kabar baik, tadi kan aku di ajak Tama ke kantor papanya untuk menawarkan beberapa lukisan. Nah tahu nggak Pak, Bu, lukisan aku di beli sama papanya, nih totalnya segini."
Husna menjelaskan sambil memperlihatkan cek yang nominalnya membuat pak Kamal dan bu Lastri tercengang, karena tak menyangka bahwa karya anaknya bisa di hargai sebanyak itu.
"Ini nggak salah Nak?" Tanya Bu Lastri sambil memegang cek itu kemudian mengalihkan pandangannya kepada pak Kamal yang saat ini menjadi diam tak menyangka.
"Beneran Bu, malah papanya Tama bilang katanya dia nanti mau promosikan lukisan aku sama kolega kerjanya, soalnya perusahaan dia itu beroperasi di bidang properti." Husna kembali menjelaskan dan membuat kedua orangtuanya semakin tak menyangka.
"Alhamdulillah, ibu seneng dengernya sayang." Ucap syukur bu Lastri sambil merangkul dan menciumi anaknya karena merasa bangga.
"Alhamdulillah, maafin bapak yah Nak! Selama ini bapak nggak pernah mendukung kegiatan dan bakat yang kamu punya. Sebelumnya bapak juga sudah berburuk sangka sama anak itu." Ucap syukur pak Ghani sekaligus permintaan maaf kepada Husna.
Pak Ghani merunduk malu kepada Husna karena selama ini tak pernah memberikan perhatian kepada anaknya layaknya seorang ayah, hanya ketakutan dan emosi yang selalu dia berikan kepada Husna setahun belakangan ini.
"Bapak nggak perlu minta maaf sama aku, aku ngerti ko perasaan bapak sama aku selama ini seperti apa. Mulai saat ini bapak nggak usah takut lagi ya! Aku mau berusaha bantuin bapak untuk melunasi hutang-hutang itu walaupun pastinya lama. Tapi dengan kita sama-sama berusaha, kita pasti bisa ko melewati itu semua."
Husna mencoba menenangkan bapaknya, karena walau bagaimanapun Husna mengerti apa yang sudah pak Kamal lakukan kepadanya. Pak Kamal memang tak punya pilihan lain selain mengorbankan Husna anaknya.
Tapi kini perlahan pak Kamal mulai sadar bahwa setiap masalah tak perlu di hadapi dengan emosi, dia juga mulai yakin pasti ada cara lain selain harus mengorbankan anaknya.
"Iya pak, mulai sekarang jangan emosian lagi ya! Kasihan loh anakmu ini hampir tiap hari kamu marahin. Dia ini anak kita satu-satunya loh Pak, memang bapak rela anak secantik ini bapak berikan kepada orang yang belum tentu tulus mencintainya di kemudian hari?" Ucap Bu Lastri sambil mengusap-usap pundak anaknya dan semakin menyadarkan pak Kamal yang terus merenung.
"Iya bapak minta maaf, mulai sekarang bapak nggak akan marah-marah lagi sama kalian. Bapak sekarang sadar bahwa kalian lebih berharga dari apapun. Mulai sekarang bapak akan berusaha tanpa harus mengorbankan kalian lagi, bapak akan menjagamu sayang. Maafkan bapak yah bapak sudah salah selama ini!"
Pak Kamal yang sudah sadar kini memeluk Husna sambil menangis, dia menyadari semua kesalahannya di hadapan Husna.
Mulai saat ini juga pak Kamal tak akan memaksa Husna lagi untuk berhubungan dengan Frian, pak Kamal akan mencoba mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah hutangnya itu.
Sementara di rumah Tama.
Tama yang baru sampai di rumahnya tiba-tiba langsung menemui kedua orangtuanya yang memang sedang berduaan di ruang keluarga sambil menonton televisi.
Tama langsung duduk di tengah-tengah mereka di atas sofa yang menghadap ke arah televisi. Kelelahannya hari ini sedikit terobati saat kepala dan punggungnya tersandar di sandaran sofa.
"Hmm. Gimana Husna nya sudah nggak sedih lagi dong sekarang?" Tanya pak Ghani sedikit meledek anaknya yang sedikit kelelahan sedang menyenderkan punggungnya di sandaran sofa.
"Hmm papah, sekarang dia udah nggak sedih lagi sih, tapi tetep aja Pah aku tuh masih khawatir sama dia." Ucap Tama sambil melihat ke arah langit-langit rumah meredakan kelelahannya hari ini.
"Kenapa lagi sih? Kalau dia sudah nggak sedih lagi ngapain kamu masih khawatir?" Bu Yeni yang langsung melihat ke arah anaknya yang sepertinya memang masih gelisah.
"Sebenarnya aku itu sudah tahu Bu masalah mereka yang sebenarnya itu apa. Masalah mereka itu berat Bu, aku juga belum yakin bisa membantu semuanya." Tutur Tama yang masih gelisah, sebenarnya Tama masih merasa takut tak bisa membantu sampai selesai tentang masalah Husna dan keluarganya.
"Memang masalahnya apa sih Tam? Kayanya benar-benar serius ya?" Pak Ghani yang semakin penasaran ingin tahu masalah yang sebenarnya.
Tanpa ragu Tama pun menceritakan masalah keluarga Husna yang sebenarnya secara detail kepada kedua orangtuanya. Tama juga menceritakan keluh kesahnya dan meminta pendapat bagaimana cara membantu menyelesaikannya.
"Ya ampun, itu sih berat sekali Tam. Jangan-jangan uang yang tadi papa kasih itu buat nyicil hutang-hutang mereka?" Tanya pak Ghani sedikit mengira-ngira.
"Tadi sih Husna sempat bilang gitu Pah waktu di jalan, makanya sekarang aku masih khawatir sama dia." Jawab Tama yang kembali menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
"Hmm. Yaudah nanti kita bicarakan lagi ya, papa tahu perasaan kamu seperti apa sekarang. Tenang saja papa dan mama pasti ikut bantu ko nggak akan diam saja." Pak Ghani mencoba menenangkan anaknya, dia meyakinkan kalau Tama tak sendirian untuk membela Husna.
"Iya sayang udah ah jangan khawatir ada papa sama mama di sini. Lagian selama ini mama sudah sering menyelamatkan orang-orang dari jeratan hutang, masa buat perempuan yang saat ini anak mama cintai mama nggak bisa bantu sih. Makanya lain kali ajak Husna ke rumah ya, mama ingin kenal lebih dekat sama dia." Dengan nada tenang, Bu Yeni ikut menenangkan anaknya itu sambil mengusap-usap lengan Tama.
"Hmm. Iya deh lain kali aku ajak Husna ke rumah. Tapi janji ya mama sama papa mau bantu?" Dengan sedikit semangat dalam dirinya yang tiba-tiba muncul karena kedua orangtuanya sudah menenangkan dan mendukungnya, Tama pun duduk tegap menatap kedua orangtuanya.
"Iya mama sama papa janji. Mama juga yakin Husna pasti bukan perempuan biasa saja kan sampai-sampai kamu mau membelanya seperti ini. Demi kebahagiaan anak mama, mama akan melakukan apapun." Ucap Bu Yeni sambil tersenyum meyakinkan anaknya.
"Iya lah mah bukan sembarangan, orang beneran cantik gitu anaknya, gimana anak kamu nggak jatuh hati coba. Iya kan Tam?" Papanya kembali meledek mencoba mencairkan suasana.
"Papa ini kebiasaan ya orang lagi serius juga." Tama sedikit cemberut dengan godaan papanya.
"Jadi makin penasaran mama, pokoknya kamu harus kenalin Husna sama mama secepatnya ya!" Ucap Bu Yeni yang kembali semakin penasaran dengan sosok Husna.
"Iya iya nanti aku kenalin secepatnya, udah ah aku mau ke kamar dulu pengen istirahat."
Tama yang sepertinya tak suka di goda dia langsung beranjak dari sofa lalu pergi menuju ke kamarnya.
setoran bab