Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memporak Porandakan Kasino
Saat Kevin tak punya cara, ia pun nekad naik ke lantai dua dan membuat kekacauan untuk mengalihkan perhatian para penjaga.
"Prak!"
Kevin mengangkat nampan berisi minuman keras dan memukulkannya ke kepala beberapa penjudi mesin slot. Ia pun berlari cepat ke lantai tiga.
Kevin merampas salah satu mancis pengunjung, bersembunyi di toilet, lantas memicu sistem pemadam kebakaran otomatis dengan mendekatkan dan membesarkan nyala mancis dengan kendali anginnya_membakar oksigen murni dari udara_ ke arah sensor kebakaran.
"Kringg!"
Alarm pun menyala. Pemadam pun terpicu. Saat banyak penjaga datang melihat situasi dan pengunjung panik berhambur pergi, Kevin berlari kembali ke ruang heroin.
"Cepat lah lari, berbaur dengan para pengunjung!", perintah Kevin lantas bergegas kembali ke toilet untuk mengambil ranselnya dan mengawasi pergerakan para tawanan.
"Bugh! Bugh! Bugh!"
Beberapa kali Kevin membinasakan para penjaga yang kebetulan tahu wajah salah satu tawanan dan mencoba menahan mereka. Tanpa ampun Kevin mematahkan batang leher agar tidak perlu banyak drama dan memancing lebih banyak perhatian lawan.
" Tutup pintu utama!", saat semua pengunjung pergi, termasuk para tawanan, seorang pria paruh baya berjas hitam memberi instruksi.
Kevin memang sengaja berdiam diri, tidak ikut lari. Ia ingin lihat, bagaimana cara para mafia judi bereaksi atas semua kerugian ini.
" Periksa cctv! Siapa yang berani berulah di tempatku?", pria itu nampak geram, memandang satu per satu bawahannya.
Berselang lima menit, seseorang membisikkan sesuatu ke telinga pria itu.
"Bagus, bagus", pria itu menyeringai, menatap ke arah Kevin yang masih dalam mode kamuflase.
"Tangkap dan eksekusi dia!", seluruh penjaga menghunus sangkur dari pinggang mereka dan mengeroyok Kevin. Namun Kevin tidak bergeming, ingin menguji sampai di mana kemampuan pertahanan zirah anginnya dan sekuat apa konsentrasinya membagi fokus pada banyak lawan sekaligus.
" Jleb! Jleb! Sratt!"
Setiap serangan lawan berhasil Kevin balikkan kepada penyerang bahkan tanpa melihat, hanya berdasarkan insting.
"Siapa kau dan kenapa merusak usahaku?", pria paruh baya itu menunjuk Kevin, membuat serangan para penjaga tertunda sejenak.
"Aku bawahanmu yang paling sakti. Ini semua karena aku jenuh dengan ulah kalian menyekap banyak perempuan muda di lantai bawah tanah", jawab Kevin seenaknya karena dirinya masih dalam mode penyamaran. Tentu ia tidak ingin mengekspos salah satu teknik andalan miliknya di depan lawan.
"Brengsek tak tahu diri. Buat tubuhnya penuh lubang!", setelah perintah keluar, semua penjaga mengeluarkan senjata api di balik bajunya dan menodongkan ke arah Kevin.
"Aku harus lari sembari membalikkan keadaan", batin Kevin. Ia tidak bisa mengontrol satu per satu peluru dari puluhan moncong senjata ini, terlalu berisiko dan tidak efisien.
"Tembak!"
Para penjaga membuat barisan lengkung, memojokkan Kevin dan mulai menarik pelatuk bersamaan.
"Dor dor dor dor"
Ratusan peluru seketika mengarah ke tubuh Kevin. Pemuda itu mengenakan zirah udara dan memadatkannya untuk mengurangi risiko tertembak. Ia pun melesat cepat ke kiri, sehingga lolos dari serbuan peluru.
Terpaksa Kevin menggunakan kuku setajam cakar elang untuk menebas leher para penjaga segaris lurus dengan lintasan larinya.
"Srat srat sratt!"
Suara tembakan berubah menjadi suara puluhan tenggorokan orang yang tengah meregang nyawa.
"Kugh kugh kugh"
Mereka semua tumbang bersamaan, membuat sang pemimpin melebarkan mata. Beberapa saat dia terdiam tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Kau, apa maumu ha?", pria paruh baya itu punya senjata moderen dengan daya hancur lebih besar, tapi itu akan merusak kasino dan mengancam nyawanya juga.
"Aku? Sederhana saja. Hentikan penyekapan atau apapun bisnismu terkait perdagangan manusia. Aku tidak peduli dengan judi dan narkobamu. Tapi jika itu menjadi sebab penjualan manusia, maka lebih baik kau hentikan ini semua atau kubakar saja semuanya bersama kalian! ", Kevin memperingatkan.
" Huh! Mulutmu besar juga. Aku tidak pernah takut padamu. Tapi demi bisnisku, pergi lah. Anggap aku berjanji berhenti dari penjualan manusia", pria itu berkata dengan menjaga wibawanya sebagai anggota mafia.
"Ingat, aku punya ratusan mata-mata di kasinomu ini. Saat kau ingkar janji, tak ada lagi negosiasi. Aku akan datang memberangus kasinomu ini", ujar Kevin, tak menyebutkan bahwa mata-mata yang ia maksud adalah semut dan nyamuk.
Sekejap saja, Kevin telah melesat lenyap, mendobrak pintu besi kasino dengan adaptasi daya terjang gajah ditambah energi dari cincinnya, membuat pintu itu selemah kerupuk.
"Brak!"
Semua mata tersisa melihat ulah Kevin dengan mata lebar tanpa mengucap kata. Hanya ada ketakutan di sana. Gerakan Kevin begitu cepat dan kuat tanpa banyak gaya.
Berselang beberapa detik, mereka pun tersadar dan segera membereskan kekacauan di dalam kasino.
"Perketat penjagaan, rekrut penjaga baru dan selidiki siapa mata-mata di kasinoku ini", pria paruh baya itu memberi instruksi. Ia merasa Kevin hanya membual. Bagaimana bisa menempatkan ratusan mata-mata tanpa terekspos satu pun. Lagi pula hanya ada puluhan pegawai di sana, tidak sampai seratus orang.
Selang beberapa menit, seorang bawahan melapor bahwa ditemukan seorang berpostur dan wajah mirip Kevin dan telah tewas gagal nafas di toilet pria dalam kondisi hampir tanpa busana.
"Siapa dia sebenarnya?", pria itu mengernyit. Untuk sementara, ia takkan berani menjual manusia untuk berbagai tujuan. Setidaknya sampai ia memastikan pelaku onar di kasinonya telah tewas. Teknologi kulit sintetis memang sudah berkembang pesat era ini. Namun bagaimana bisa semirip itu, bahkan suaranya juga bisa ditiru dalam tempo begitu singkat.
Beberapa jam berikutnya, kasino Bibcock kembali beroperasi. Semuanya bersih dan rapi. Seolah tak terjadi apapun sebelum ini.
Saat Kevin berlari keluar kasino, ia melihat beberapa perempuan yang telah disekap. Nampak mereka kebingungan dan akhirnya berkelompok karena takut sendirian dan nanti akan ditangkap dan disekap lagi.
Kevin pun menghampiri mereka, namun sudah dalam wujud aslinya.
"Kalian kenapa masih di sekitar sini? Cepat pergi atau mau ditangkap lagi?", sapa Kevin. Tujuh perempuan itu melihat Kevin, merasa familiar dengan bajunya, namun asing dengan wajah dan suaranya.
"Kok bengong? Ayo cepat pergi, pulang lah ke tempat asal kalian!", ujar Kevin lagi.
"Kami, tidak punya siapa-siapa dan apa-apa untuk bisa pulang. Bahkan kami tak tahu ini di mana", jawab satu perempuan berwajah tirus berkulit kuning langsat setinggi Kevin.
"Duh!", batin Kevin. Ia memang sudah menduga hal ini namun ia memang tidak punya solusi.
"Ini kota Bremlin. Bagaimana bisa kalian tiba di sini? Apa kalian semua datang dalam kondisi tidak sadarkan diri?", Kevin sedikit heran. Mereka saling melihat dan mengangguk hampir bersamaan.
"Ck! Sudah lah. Apa kalian lapar?", Kevin sendiri merasa lapar setelah beraksi. Ia pun berinisiatif mentraktir tujuh perempuan itu. Setidaknya, jika mereka benar-benar asing dengan kota Bremlin, maka mereka akan kesulitan membeli makan karena semua serba digital termasuk pembayaran di kedai kecil sekalipun.