Jual Diri Demi Keluarga

Jual Diri Demi Keluarga

Bab 1_Pagi yang Berat untuk Santi

Pagi masih sangat gelap ketika Santi membuka mata. Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul empat pagi. Suara ayam berkokok samar terdengar dari kejauhan, menandai dimulainya rutinitas harian yang melelahkan bagi gadis enam belas tahun itu. Rutinitas yang tak pernah berubah: bangun tidur, memasak sarapan untuk keluarga, mencuci piring, menyapu rumah, menjemur pakaian, dan membantu ibunya mengurus lima adik yang masih kecil.

Sebagai anak sulung dari enam bersaudara, Santi sudah terbiasa memikul tanggung jawab besar sejak usianya sangat muda. Namun, meski terbiasa, lelah tetap menyelimuti tubuh dan pikirannya setiap pagi. Hidupnya jauh berbeda dari teman-teman seusianya yang masih bisa bermalas-malasan di tempat tidur atau menikmati waktu bersiap ke sekolah tanpa tekanan.

“Santi, sudah selesai masaknya?” Suara ibunya, Sumi, menggema dari ruang tengah, membuyarkan pikirannya.

Sumi tengah menyiapkan barang bawaannya untuk pergi mencari rumput pesanan tetangga. Pekerjaan seperti itu sudah menjadi keseharian bagi perempuan berusia 40-an itu. Sumi bekerja serabutan, dari memotong rumput untuk pakan kambing hingga membantu tetangga saat ada hajatan. Semua dilakukan demi mencukupi kebutuhan keluarga, meskipun hasilnya sering kali tidak seberapa.

“Kalau sudah selesai masak, mandikan Sisil dan Lili!” perintah Sumi lagi. Kali ini suaranya terdengar lebih tegas.

Santi mendengar, tapi ia tak segera menjawab. Tubuhnya masih sibuk mencuci piring bekas sarapan semalam, sementara pikirannya terpecah antara pekerjaan rumah yang belum selesai dan waktu sekolah yang semakin mendekat. Ia tahu, seperti hari-hari sebelumnya, dirinya pasti akan terlambat tiba di sekolah.

Rutinitas terlambat itu sudah menjadi hal biasa baginya. Hukuman menyapu halaman sekolah atau memungut sampah di sekitar lapangan sering ia terima tanpa protes. Orang tuanya pun sudah beberapa kali dipanggil pihak sekolah akibat kebiasaan itu, tetapi mereka hanya bisa meminta maaf dan memohon pengertian. Hidup keluarga mereka memang jauh dari mudah.

*****

Santi hanyalah satu dari enam anak Sumi dan Burhan. Adiknya yang kedua, Riski, adalah seorang remaja 14 tahun yang duduk di bangku kelas dua SMP. Adik ketiganya, Ridho, baru berusia 12 tahun, diikuti Ujang yang berumur 10 tahun, Sisil yang berusia 6 tahun, dan si bungsu Lili yang baru berusia 4 tahun. Dengan banyaknya anggota keluarga, pekerjaan rumah tangga seolah tak pernah ada habisnya. Namun, prinsip yang dianut Burhan, ayah Santi, membuat beban itu hanya jatuh pada Santi sebagai anak perempuan. 

“Laki-laki itu tugasnya cari uang, bukan ngurus dapur,” begitu alasan Burhan setiap kali Santi mencoba meminta bantuan adik laki-lakinya. Prinsip yang membuat Santi muak, tetapi ia terlalu takut untuk melawan. Ayahnya adalah sosok yang keras dan mudah marah. Sementara itu, ibunya, meski bekerja keras, selalu membenarkan pendapat suaminya.

“Bu, ongkos!” Suara Riski memecah kesunyian. Ia berdiri di depan pintu, sudah bersiap dengan seragam sekolah yang mulai lusuh.

“Uangmu kemarin sudah habis, Riski?” tanya Sumi sambil meliriknya sekilas.

“Uang yang mana, Bu?” Riski terlihat bingung. Seingatnya, ia tidak menerima uang saku dari orang tuanya.

“Itu, upahmu kerja di kebun Pak Budi,” jawab Sumi sambil melanjutkan pekerjaannya.

Rupanya yang dimaksud adalah uang hasil kerja harian Riski di kebun tetangga. Meski masih 14 tahun, Riski sudah terbiasa membantu pekerjaan orang demi mendapatkan uang tambahan. Uang itu ia serahkan pada ibunya untuk kebutuhan rumah tangga, rokok ayahnya, dan sisanya digunakan untuk ongkos ke sekolah atau membeli LKS.

“Tapi, Bu, uangnya tinggal 25 ribu. Kemarin Ayah minta 25 ribu buat beli rokok, jadi sisanya mau Riski pakai untuk bayar LKS di sekolah,” kata Riski pelan. Wajahnya terlihat murung.

“Berapa utang LKS-mu?” Sumi bertanya tanpa menatapnya.

“Masih seratus ribu, Bu. Satu buku ada yang lima belas ribu, ada juga yang delapan belas ribu.” Mata Riski berbinar, berharap ibunya akan membantunya melunasi hutang tersebut.

Namun, harapan itu pupus ketika Sumi menjawab dengan nada kesal, “Ada-ada saja gurumu itu. Masak tiap semester beli buku LKS baru? Nyusahin orang tua saja.”

“Jadi bagaimana, Bu?” tanya Riski, suaranya terdengar memohon.

“Pakai saja uangmu yang ada untuk bayar satu buku. Sisanya buat ongkos,” jawab Sumi tegas.

“Tapi, Bu...” Riski belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika suara Burhan dari dalam kamar terdengar menggelegar.

“Kalau mau sekolah, cepat pergi! Kalau nggak, bantu Ayah di rumah!” bentak Burhan. 

Riski hanya bisa menunduk, menahan amarah yang membuncah di dadanya. Ia keluar dari rumah dengan langkah berat, meninggalkan seragamnya yang sudah kusam dan sepatu yang mulai robek.

*****

Santi hanya bisa menghela nafas panjang. Percakapan antara Riski dan ibunya tadi membuatnya kembali teringat akan rasa malu dan cemas yang ia rasakan setiap kali diminta melunasi tunggakan di sekolah. Meski hatinya ingin membantu adiknya, ia sadar bahwa dirinya pun tak memiliki daya. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah bertahan dan berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti, ia akan bekerja keras untuk memperbaiki kehidupan keluarganya.

Namun, harapan itu terasa jauh. Saat ini, ia bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan mimpinya. Suara ibunya yang kembali memanggil membawanya kembali ke kenyataan.

“Santi! Mandikan Sisil dan Lili dulu sebelum kamu ke sekolah!” teriak Sumi.

“Bu, Santi sudah terlambat. Santi harus siap-siap dulu,” jawab Santi dengan hati-hati, meski ia tahu ibunya tidak akan menerima alasan itu.

“Kamu ini mau jadi anak durhaka? Ibu suruh mandikan adikmu saja susah sekali. Kamu lupa bagaimana ibu melahirkanmu?” Suara Sumi meninggi, penuh emosi.

Burhan pun menyahut dari dalam kamar, “Santi, jangan berani melawan ibu kamu!”

Santi menggigit bibirnya, menahan kesal. Ia tahu, membantah hanya akan memperburuk situasi. Dengan berat hati, ia menarik tangan adiknya menuju sumur di belakang rumah. Di sana, ia mulai menimba air dengan tubuh yang terasa letih. Air dingin pagi itu menyentuh kulitnya, tapi rasa dingin itu tidak mampu meredakan panas di hatinya.

Santi tahu, hari ini akan menjadi hari yang panjang. Sama seperti kemarin, dan mungkin, seperti hari-hari berikutnya.

Terpopuler

Comments

Salsa Billa

Salsa Billa

nyapu rumah ,, rumah kok disapu thor ( membersihkan rumah / menyapu halaman rumah lebih masuk thor ) ngarit itu bahasa Ngoko jawa lo bukan bahasa indonesia, mencari rumput lebih ok bahasanya thor dr pd ngarit

2024-11-13

1

Siti Marwah

Siti Marwah

banyak anak tapi ngga mua ngurusi dirumah buat apa..anak harusmya sekolah tapi disuruh ngurusi semuanya ibunya ngapain dirumah...ngga suka saya sm watak si ibunya santi.

2024-11-06

1

G** Bp

G** Bp

aku coba mampir y Thor..ini jenis org tua egois,banyak anak tapi ga sggub mengurusnya dan alhasil anak sulung yg jadi korban

2024-11-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1_Pagi yang Berat untuk Santi
2 Bab 2_Hukuman, Perbedaan, dan Harapan
3 Bab 3_Tunggakan dan Air Mata di Taman Sekolah
4 Bab 4_Tawaran Tak Terduga
5 Bab 5_Dilema Dibalik Kemewahan
6 Bab 6_Bertahan atau Berhenti
7 Bab 7_Keperluan yang Terpaksa
8 Bab 8_Sekeping Harapan di Tengah Derita
9 Bab 9_Kehidupan di Padang Rumput
10 Bab 10_Menahan Lelah dan Menghadapi Harapan
11 Bab 11_Kehidupan Santi yang penuh Pengorbanan
12 Bab 12_Boneka Impian di Rumah Bu Nuni
13 Bab 13_Senyuman Adik-adikku
14 Bab 14_Kasih Tak Bertepi Santi
15 Bab 15_Mbak, Kalau Ibu Tahu, Pasti Marah Besar
16 Bab 16_Rokok dan Beban Hidup
17 Bab 17_Demi Bahagia yang Tertunda
18 Bab 18_Keputusan yang Membebani
19 Bab 19_Kehilangan yang Menyakitkan
20 Bab 20_Kehidupan Baru di Rumah Nenek
21 Bab 21_Hidup yang Penuh Kepahitan
22 Bab 22_Keputusasaan Santi dan Rencana Tak Terduga
23 Bab 23_Rencana Menikah yang Tak Terduga
24 Bab 24_Perkenalan yang Tidak Diinginkan
25 25_Percakapan Tidak Menyenangkan
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42_Satu vs Lima
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72_Gang bang
73 Bab 73
74 Bab 74_Lili Menjadi Tumbal
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98_Pertemuan Ke dua
99 Bab 99_Sunyi
100 Bab 100_Penolakan
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1_Pagi yang Berat untuk Santi
2
Bab 2_Hukuman, Perbedaan, dan Harapan
3
Bab 3_Tunggakan dan Air Mata di Taman Sekolah
4
Bab 4_Tawaran Tak Terduga
5
Bab 5_Dilema Dibalik Kemewahan
6
Bab 6_Bertahan atau Berhenti
7
Bab 7_Keperluan yang Terpaksa
8
Bab 8_Sekeping Harapan di Tengah Derita
9
Bab 9_Kehidupan di Padang Rumput
10
Bab 10_Menahan Lelah dan Menghadapi Harapan
11
Bab 11_Kehidupan Santi yang penuh Pengorbanan
12
Bab 12_Boneka Impian di Rumah Bu Nuni
13
Bab 13_Senyuman Adik-adikku
14
Bab 14_Kasih Tak Bertepi Santi
15
Bab 15_Mbak, Kalau Ibu Tahu, Pasti Marah Besar
16
Bab 16_Rokok dan Beban Hidup
17
Bab 17_Demi Bahagia yang Tertunda
18
Bab 18_Keputusan yang Membebani
19
Bab 19_Kehilangan yang Menyakitkan
20
Bab 20_Kehidupan Baru di Rumah Nenek
21
Bab 21_Hidup yang Penuh Kepahitan
22
Bab 22_Keputusasaan Santi dan Rencana Tak Terduga
23
Bab 23_Rencana Menikah yang Tak Terduga
24
Bab 24_Perkenalan yang Tidak Diinginkan
25
25_Percakapan Tidak Menyenangkan
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42_Satu vs Lima
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72_Gang bang
73
Bab 73
74
Bab 74_Lili Menjadi Tumbal
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98_Pertemuan Ke dua
99
Bab 99_Sunyi
100
Bab 100_Penolakan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!