"Brakk" dengan kasar Delia mendorong pintu kamar itu hingga terbuka lebar.
"Wow.. ini namanya makan ketupat pakai opor, pengkhianat bertemu pelakor. Pengkhianat memang cocok dengan pelakor,"
"Tahu apa kamu? Talitha adalah istriku. Aku sudah menikahi dia secara agama sebelum aku menikah sama kamu hari ini," ucap Zico membuat Delia membulatkan matanya.
Zico berniat menikahi Talitha, gadis yang pernah menyelamatkan nyawanya. Namun Delia mengadukan tentang keburukan Talitha, pada orang tua Zico, hingga Zico dipaksa menikah dengan Delia yang sudah sejak SMA tinggal bersama orang tuanya karena tak lagi memiliki keluarga.
Zico berusaha membuat Delia menyerah menjadi istrinya. Ia tidak memperlakukan Delia selayaknya seorang istri.
Akankah Delia bertahan dengan Zico? Apakah Zico akan tetap menyukai Talitha yang pernah menyelamatkan nyawanya?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Tak Menyangka
Dituduh sengaja ingin membuat Zico dimarahi papanya, Delia pun mengerucutkan bibirnya. Delia memilih diam tanpa menjawab pertanyaan Zico karena tak ingin berdebat di depan penjaga counter. Terpaksa Delia menerima ponsel yang dipilih dan dibelikan oleh Zico.
"Kak, tolong sekalian headset bluetooth yang paling bagus dan tolong sekalian pasang SIM card dan memory card ini, ya!" pinta Delia pada penjaga counter seraya menyerahkan SIM card dan memory card miliknya dari handphonenya yang sudah rusak.
"Baik, kak," sahut penjaga counter.
Zico membayar semuanya, sedangkan Delia nampak tersenyum saat menatap layar ponselnya yang baru saja menampilkan satu pesan masuk. Zico yang masih menyelesaikan pembayaran pun melirik Delia yang nampak mengetik pesan. Ia sangat penasaran dengan siapa Delia chatting.
Namun Zico tidak bisa melihat apa yang sedang di ketik Delia, karena posisi layar ponsel Delia tidak memungkinkan Zico membaca apa yang sedang di ketik Delia.
"Kamu mau pulang apa mau tinggal di sini?" tanya Zico menatap Delia setelah menyelesaikan pembayaran.
"Kalau kakak ingin meninggalkan aku, ya, silahkan saja! Aku, sih, fine-fine aja meskipun kakak tinggalkan. Aku tahu jalan pulang dan bisa pulang sendiri," sahut Delia yang memang benar adanya.
"Gadis ini..." geram Zico lirih, lalu menarik tangan Delia untuk pergi dari tempat itu. Sudah bisa dipastikan kalau dirinya akan kena marah oleh kedua orang tuanya kalau pulang tanpa Delia.
"Ishh..muka, sih, oke, penampilan pun kece, ngalahin artis, tapi sayangnya bengis, kelakuan miris, sama sekali nggak romantis," gerutu Delia yang terpaksa mengikuti langkah kaki pria yang sudah menjadi suaminya itu.
"Berisik! Tutup mulutmu itu!" geram Zico pelan karena tidak mau menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya. Pemuda itu tetap menatap ke depan tanpa menatap Delia, tanpa sadar masih memegang tangan Delia.
"Kalau aku nggak mau, kakak mau apa?" tanya Delia berhenti mendadak, mengangkat dagunya menatap Zico yang lebih tinggi darinya.
Zico yang masih memegang tangan Delia pun berhenti melangkah saat Delia menghentikan langkah kakinya. Pemuda itu menghadap ke arah Delia tersenyum miring, lalu menunduk dan berbisik di telinga Delia.
"Kalau kamu nggak bisa diam, aku akan membungkam mulut kamu yang tidak berhenti mengoceh itu dengan bibirku," ancam Zico, kemudian kembali berdiri tegak.
"CK. Beraninya cuma mengancam doang. Kakak pikir aku takut dengan ancaman kosong kakak itu?" ucap Delia tersenyum remeh pada Zico, membuat Zico geram.
"Akhh..Kak Zic..emp..."
Delia terkejut saat tiba-tiba Zico mendorong tubuhnya ke samping, hingga membentur dinding yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Masih terkejut karena tiba-tiba di dorong Zico, Delia semakin terkejut saat Zico merangsek tubuhnya hingga tak ada jarak di antara mereka berdua. Pria yang telah menjadi suaminya itu langsung meraup bibirnya dengan agresif dan serakah.
Delia berusaha berontak, namun lagi-lagi perbedaan tinggi, berat badan dan kekuatan antara dirinya dan Zico yang terlalu besar membuat Delia tak bisa berkutik untuk melawan Zico.
Delia hanya bisa pasrah saat Zico mencium bibirnya di depan umum. Ia hanya bisa memejamkan matanya menahan malu karena sempat melihat beberapa orang menatap dirinya yang sedang di cium Zico.
Seperti biasanya, Zico lupa segalanya saat mencium Delia. Lupa akan dirinya yang suka menghina Delia, lupa dengan janjinya yang tak akan menyentuh Delia, lupa akan rasa bencinya, lupa dengan amarahnya, bahkan lupa dengan tempat dimana saat ini mereka berada.
Jantungnya berdegup kencang setiap kali mencium bibir Delia. Rasa manis, lembut dan kenyal di bibir Delia membuatnya merasa candu dan enggan untuk melepaskan bibir gadis yang telah menjadi istrinya. Zico menggigit bibir Delia agar mulut Delia terbuka, memegang tengkuk Delia untuk memperdalam ciuman mereka.
"Hah..hah..hah.."
Delia menghirup udara dengan serakah, sedangkan keningnya masih menempel dengan kening Zico yang enggan menjauh dari Delia. Bahkan hidung mereka masih saling bersentuhan. Mata Zico masih tertuju pada bibir Delia yang basah olehnya.
Saat napas Delia belum sepenuhnya teratur, Zico kembali memiringkan wajahnya hendak menikmati lagi bibir ranum Delia. Entah mengapa bibir Delia selalu saja membuat Zico merasa candu hingga ingin terus menikmatinya lagi dan lagi.
"Tidak! Ini tidak boleh terjadi lagi," batin Delia yang yakin seratus persen kalau Zico hendak mengunyah bibirnya lagi.
Tinggal beberapa millimeter lagi bibir Zico akan menyentuh bibir Delia, namun dengan sekuat tenaga Delia mendorong dada Zico, hingga Zico terhuyung mundur dua langkah.
"Shitt!" umpat Zico mengusap rambutnya ke belakang dengan kasar, merasa kecewa karena bibirnya tak bisa mendarat kembali di bibir Delia.
Sedangkan Delia yang berhasil mendorong Zico langsung berlari meninggalkan Zico. Malu bercampur kesal menjadi satu karena ulah Zico.
"Kak Zico benar-benar keterlaluan," batin Delia tak menyangka kalau Zico berani mencium dirinya di tempat umum yang ramai dengan orang yang berlalu lalang.
"Sial! Aku harus segera mengejarnya, kalau tidak, dia akan pulang sendiri dan aku akan dimarahi mama dan papa," gumam Zico lirih, langsung mengejar Delia.
Tak berapa lama kemudian Zico berhasil mengejar Delia dan memegang tangan Delia. Tanpa berkata apapun Zico menarik Delia ke arah mobilnya di parkir.
Setelah sampai di mobil, Zico membuka pintu mobil bagian penumpang di samping kursi kemudi dan mendorong pelan Delia untuk masuk.ke dalam mobil, kemudian menutup pintu mobil.
Zico bergegas mengitari mobil, lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Ia melirik Delia yang duduk menyamping menghadap kaca mobil.
"Kak Zico benar-benar keterlaluan dan tak tahu malu. Katanya nggak suka sama aku, tapi belum sampai 1 x 24 jam sudah berkali-kali mencium aku, bahkan di tempat umum," gerutu Delia yang masih merasa kesal pada Zico karena di ciuman di tempat umum dan banyak orang yang melihat dirinya di cium Zico.
"Siapa suruh mulut kamu berisik dan berani menantang aku?" sahut Zico acuh.
"Alasan! Kata-kata kakak tidak sesuai dengan tindakan kakak. Ngomong nggak suka sama aku, tapi setiap ada kesempatan nyosor juga," gerutu Delia bersungut-sungut.
"Aku memang nggak suka sama kamu. Aku mencium kamu, karena kamu baru bisa diam jika aku cium," kilah Zico membenarkan perbuatannya.
"Cih! Mana ada yang seperti itu? Kakak punya tangan untuk membekap mulutku, kenapa harus dengan bibir kakak? Sejak semalam kakak sudah berulang kali mencium aku. Katanya sudah sepakat tidak ada kontak fisik, tapi nyosor terus. Kakak itu laki-laki, tapi nggak bisa di pegang kata-katanya," omel Delia yang kata-katanya selalu saja tajam dan pedas setiap kali bertengkar dengan Zico. Delia semakin kesal karena Zico masih saja berkilah.
"Kamu dengar sendiri bukan, kalau aku tidak bisa menceraikan kamu? Kalau bukan kamu yang menceraikan aku, maka selamanya kita akan menjadi suami istri. Masa iya, istri yang aku biayai hidupnya cuma dijadikan pajangan? Rugi, dong, aku! Ibarat makanan yang sudah terlanjur di beli, 'kan, sayang kalau nggak dimakan. Mubazir tahu nggak, sih? Jadi, enak nggak enak ya, terpaksa dimakan aja," cetus Zico tanpa dosa kembali berdalih.
"Alasan! Kakak cuma takut fasilitas kakak di cabut sama papa, kalau menceraikan aku. Jadi laki-laki kok, cemen. Buat apa sekolah tinggi-tinggi sampai di luar negeri sampai meraih gelar doktor, kalau mati kutu cuma gara-gara di ancam akan di cabut semua fasilitas kakak? Nggak guna sekali ilmu yang kakak dapat," cibir Delia.
"Kamu pikir aku takut semua fasilitas aku di cabut? Aku sama sekali nggak takut. Aku bisa keluar negeri dengan bantuan temanku dan bekerja di sana. Aku bisa menghasilkan uang dengan otak cerdas ku. Aku hanya takut mama dan papa marah besar sama aku. Kalau papa udah marah besar, papa dan mama nggak bakal negur aku lagi dan mendiamkan aku. Bagiku, lebih baik di hajar sampai babak belur sama papa daripada di diamkan mama dan papa," ujar Zico yang kali ini terlihat serius.
Delia terdiam mendengar alasan Zico takut pada orang tuanya. Ternyata Zico hanya takut tidak ditegur oleh orang tuanya. Sedangkan Zico mulai melajukan mobilnya.
"Halo, Kak Andri?" ucap Delia dengan ponsel yang menempel di telinganya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
penampilkan delia ini mirip tokoh betylafea g sih q gmbranya itu kawat gigi poni depan
Good job thor..