Aku tidak tahu bahwa cinta adalah sebuah kepalsuan semata. Kupikir kebebasan adalah kesenangan yang abadi. Faktanya, aku justru terjebak di sebuah lobang gelap gulita tanpa arah yang disebut cinta.
Aku gadis belia yang berusia 17 tahun dan harus menikah dengan orang dewasa berusia 23 tahun beralasan cinta. Cita-cita itu kukubur dalam-dalam hanya demi sebuah kehidupan fiksi yang kuimpikan namun tidak pernah terwujud.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ela W., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6
Setelah dirembukkan aku terpaksa harus menikah dengan Trio pada malam itu juga, surat izin RT sudah disiapkan, hanya butuh tanda tanganku, Trio juga keluarganya, wali nikah yang disewa. Aku tidak paham pernikahan macam apa ini, dan mengapa semudah ini?
Dua hari setelah pernikahan kami, Trio memang tidak tidur sekamar denganku. Aku juga canggung, setiap hari harus mengerjakan pekerjaan rumah yang sebelumnya tidak pernah kulakukan, ini semua atas tuntutan Trio. Keluarga Trio tidak sebaik sebelumnya, aku seperti orang asing yang tidak dianggap. Trio tidak perduli padaku, ia masih melakukan aktifitas seperti tidak ada aku di kesehariannya. Kuliah, nongkrong, pulang malam. Semua mulai terasa memuakkan. Padahal pernikahan kami baru saja terjadi di dua hari yang lalu, nyatanya keluarga Trio begitu cepat memperlihatkan wujud aslinya. Apa yang sebetulnya mereka rencanakan, kenapa semua seperti sinetron adzab yang sudah ditulis di sebuah naskah adegan.
Hari ketiga. Suruhan keluargaku datang, kebetulan sekali aku yang membukakan pintu kala suara ketukan timbul. Karena kaget aku sedikit ternganga, di momen inilah aku bahagia bercampur harus, penyesalanku telah pergi dari rumah akan berakhir, aku terselamatkan dari keluarga yang penuh tipu daya yang kurasa hanya ingin memanfaatkan saja. Aku kecewa dengan perlakuan Trio yang kuanggap orang baik dan mau melindungiku dari segala luka termasuk hal buruk yang dilakukan keluarganya padaku. Nyatanya ia sama sekali tidak.melakikan tindakan apa pun, bersekongkol dengan yang lain untuk menyiksa batinku. Mulai detik ini aku sangat membenci Trio apa pun alasannya.
"Non," dua orang lelaki tegap seusia ayahku tidak basa-basi lagi. Langsung menyeret agak kasar. Ibu Trio berlari kecil dari kamar untuk menahan. Tidak kusangka, tenaga dari perempuan setengah tua itu tidak boleh diragukan. Kekuatannya dalam.menahan tubuhku lumayan tinggi sehingga membuat pinggang yang dipeluknya terasa sakit dan remuk.
"Aduh," erangku perih.
"Tunggu, siapa kalian?" ibu Trio sedikit berteriak. Matanya melebar, urat di lengannya timbul seperti petinju. Jujur saja melihat ibu Trio dalam keadaan serius membuatku takut.
"Kami diutus keluarga Devani untuk mencari dan menjemput paksa." jawaban salah satu dari mereka. Keduanya memakai kemeja hitam dan memakai bawahan berbahan glossy. Aku sudah tahu ayah adalah orang yang rapi, itu sebabnya semua yang bekerja pada ayah juga harus menerapkan hal yang sama. Meski staf biasa, mereka wajib berpenampilan rapi ketika jam kerja, tidak ada pengecualian.
"Jangan bawa sembarangan. Devani sudah menjadi istri orang. Kalian bisa saya tuntut dengan tuduhan penculikan." tegas ibu Trio. Padahal aku lebih baik dibawa paksa oleh orang suruhan ayah sekarang. Dari pada aku harus tinggal di rumah layaknya neraka dunia, tidak ada ketentraman dan kebahagiaan di dalamnya, hanya ada perintah, sumpah serapah dan makian belaka. Mereka adalah keluarga toxic yang menakutkan.
"Hah, istri orang, maksudnya Devani menikah?" mereka mulai kebingungan.
"Udah tidak usah planga plongo. Lepaskan Devani dan bawa majikan kalian ke sini!" ibu Trio menarik lenganku keras, garis kukunya melukai kulitku. Kembali aku menggeliat kesakitan. Manusia macam apa yang berada di hadapanku, mengapa begitu bersemangat dalam mempertahankan. Bukankah setiap hari aku selalu disindir dan dikatain cuma hidup numpang, lantas kenapa aku tidak diperbolehkan pergi. Permainan seperti apa yang sedang mereka lakukan kepadaku.
"Aku mau ikut mereka saja, Bu." rengekku.
"Tunggu suamimu, dulu." hentaknya bersuara ganda. Dengan kecewa mereka berlalu dari balik pintu untuk memberi laporan pada ayah dan ibu. Aku tidak tahu apakah rasa kecewa yang diterima mereka akan membuat kedua orang tuaku enggan memperjuangkan lagi. Aku bodoh, aku menyesal, aku ingin pulang ke pelukan ibu dan perlindungan ayah. Aku tidak mau terjebak dalam situasi yang menjijikkan ini. "Ayah, selamatkan aku." gumamku sendiri. Sambil mengusap air mata, aku pergi dari hadapan ibu Trio menuju kamar yang dikhususkan untukku. Kamar berdebu, kotor dan tidak layak untuk ditempati.
Malam harinya, ibu, ayah dan beberapa orang yang tidak kukenal mendatangi kediaman Trio untuk menjemput. Tapi seperti biasa, semua tidak sesuai yang diharapkan. Keluarga Trio tetap menahan dengan alasan aku sudah menjadi istri seseorang. Sorot mataku menangkap tatapan ayah, kami seperti sedang berkomunikasi lewat batin. Ayah seolah mengerti bahwa aku ingin dibawa pulang.
"Jangan gila, bocah sekecil ini mana mungkin menikah dengan manusia macam anakmu, Bu." ujar ayahku sedikit menyinggung.
"Saya ada buktinya. Ini!" ibu Trio mengeluarkan surat izin dan perjanjian pernikahan.
"Lantas apa yang anda inginkan?"
"Bayar saja sesuai kemampuan, nanti saya lepaskan Devani, atau saya akan viralkan bahwa anak anda sudah menikah dini. Ini akan merusak reputasi keluarga anda, kan." mendengar ucapan ibu Trio spontan aku sangat kaget. Ternyata keluarga mereka hanya orang bejat yang berniat memeras keluargaku.
"Ha ... ha ... ha ... Ancaman macam apa, jika viral, akan dituntut balik kalian. Menikahkan anak di bawah umur tanpa persetujuan orang tuanya. Kalian akan mendapat pasal berlapis. Saya tidak gentar dengan ancaman kalian." ayah hebat, keluarga Trio salah. Mereka berpikir bahwa keluargaku bisa dibodoh-bodohi. Mendengar jawaban ayah yang terkesan menantang. Keluarga Trio justru terlihat ketar-ketir.
"Tapi mereka menikah bukan atas paksaan. Suka sama suka." ibu Trio masih penasaran dan berusaha menekan.
"Suka sama suka tapi tetap saja, anak ini di bawah umur. Anda bisa saya bui. Katanya anak anda kuliah, kok bodoh?" ayah mulai merendahkan Trio.
Sekarang ini Trio masih bersembunyi di dalam kamar, ia tidak berani menghadapi ayah, ibu dan beberapa rekan ayah yang gagah. Sebetulnya Trio sudah mengingatkan ibunya untuk tidak gegabah karena orang tuaku bukan orang yang gampang dimanfaatkan seperti korban-korban sebelumnya. Sayangnya ibu Trio masih saja keras kepala.
"Ternyata selain bodoh, kalian cukup tamak ya." ayah semakin geram. "Mau melepaskan anak saya, atau saya lanjut ke pengadilan?" ancam ayah mempertegas. Ibu Trio terdiam. "De, ambil barang-barangmu dan kembali ke rumah." ayah berkata lagi sambil mengarah padaku. Aku hanya tertunduk malu lantas bergegas memasuki kamar untuk mengambil semua barang dan keperluanku.
*****
Aku sangat membenci Trio, dia hampir menghancurkan masa depanku. Aku pikir ia yang membuatku nyaman memang benar-benar mencintaiku, ternyata ia adalah predator yang dengan sengaja ingin memanfaatkan. Aku bukan korban pertama di keluarganya. Trio sudah sering melakukan aksinya. Sayangnya kali ini ia apes. Selain aku bukan dari kalangan keluarga miskin, aku juga memang masih di bawah umur. Dengan menikahi belia, ia atau keluarganya bisa diseret ke ranah hukum. Trio terlalu gegabah.
"Artinya, Trio duda 4 kali. Gila!" benakku bergumam.