Sorry, I Hurt You
Di salah satu kamar hotel yang di dekorasi berkesan romantis layaknya kamar pengantin baru.
"Aku janji tidak akan menyentuh Delia. Kamu tahu, bukan? Aku hanya ingin menikah denganmu, Talitha. Aku menikahi dia karena terpaksa. Bagiku, dia hanya istri di atas kertas,"
"Katakan, dimana kamu sekarang berada?"
"Okey, aku ke sana sekarang, aku akan menemanimu,"
Ucap Zico, seorang pemuda rupawan bertubuh tinggi, tegap, proporsional memegang benda pipih yang menempel di telinganya pertanda sedang bicara dengan seseorang dalam sambungan telepon.
"Deg"
Delia, wanita yang baru saja dinikahi Zico beberapa jam yang lalu nampak bergeming di tempatnya berdiri dengan ekspresi wajah kesal bercampur marah. Wanita yang baru membuka sedikit pintu kamar mandi usai membersihkan diri itu tanpa sengaja mendengar perkataan Zico. Delia saat ini bagai banteng yang sudah keluar tanduk siap menerjang.
Rasanya jantung Delia bagai dipukul dengan batu besar saat mendengar perkataan pria yang telah menjadi suaminya itu.
"Di malam pertama pernikahan kami, dia berjanji tidak akan menyentuh aku, bahkan memilih menemani perempuan lain?" batin Delia dengan bibir yang bergetar menahan amarah.
Kesal. Hatinya kesal setengah mati setelah mengetahui kenyataan ini. Dianggap apa dirinya oleh pria yang telah menikahinya ini?
Zico mengakhiri panggilan, lalu bergegas keluar dari kamar pengantinnya. Sedangkan Delia diam-diam mengikuti Zico yang ternyata menuju sebuah kamar yang ada di lantai itu juga. Delia mengintip dari balik dinding dan mendengar suara seorang wanita.
"Malam ini, aku akan melayani kamu, hingga kamu tidak akan pernah melupakan malam ini," ucap wanita yang tidak lain adalah Talitha. Wanita itu menarik Zico masuk kedalam kamarnya.
Delia bisa mendengar setiap kata yang diucapkan Talitha, karena dinding kamar yang digunakan Delia untuk bersembunyi adalah dinding kamar Talitha. Kata-kata Talitha membuat darahnya terasa mendidih.
Bagaimana darahnya tidak mendidih, jika di malam pertama pernikahannya, suaminya malah pergi ke kamar wanita lain yang terdengar senang hati ingin melayani suaminya.
Setelah pintu kamar itu tertutup, Delia bergegas melihat nomor kamar tempat Zico masuk. Dengan dada yang kembang kempis menahan amarah, Delia melangkah cepat menuju lift.
"Aku tidak akan membiarkan Kak Zico meniduri wanita murahan itu. Tidak akan! Dasar ulat bulu! Wanita ular! Wewe gombel! Tidak akan aku biarkan mereka bersenang-senang dengan menginjak harga diriku," gumam Delia bergegas masuk ke dalam lift saat pintu lift sudah terbuka.
"Ah, kenapa lift ini jalannya lambat sekali! Gimana kalau Kak Zico udah keburu main kuda-kudaan sama ular betina itu?" gerutu Delia setelah beberapa menit masuk ke dalam lift.
Setelah sampai di lantai 1 hotel, Delia bergegas berlari menghampiri meja resepsionis, bahkan Delia sampai menabrak pelayan hotel.
"Maaf!" ucap Delia kembali berlari menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Tolong berikan kunci kamar nomor 420," ucap Delia dengan ekspresi wajah khawatir dan napas yang tidak teratur karena habis berlari.
"Maaf Nona, tidak ada kamar nomor 420 di hotel ini," ucap sang resepsionis nampak memaksakan diri untuk tersenyum.
"Maaf, saya salah ucap. Tolong berikan kunci kamar nomor 430. Teman saya Talitha yang berada di kamar itu asmanya kambuh dan inhaler-nya tertinggal di kamar saya. Tolong, cepat berikan kunci cadangannya. Saya tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Tolong!" ucap Delia menunjukkan ekspresi khawatir dan wajah memelas penuh permohonan.
Inhaler adalah obat dalam bentuk semprotan yang sering digunakan untuk mengatasi serangan asma.
"Baiklah," ucap sang resepsionis yang langsung percaya pada Delia, karena melihat ekspresi wajah Delia dan juga nama pemesan kamar yang disebutkan Delia sama dengan yang ada di daftar tamu, "kalau memerlukan bantuan, tolong segera hubungi kami," ucap sang resepsionis jadi ikut khawatir.
"Terima kasih," ucap Delia yang langsung kembali berlari menuju lift, "semoga saja belum terlambat," gumam Delia semakin khawatir.
"Aku jadi khawatir pada teman wanita itu," gumam sang resepsionis karena melihat ekspresi Delia tadi. Padahal Delia bukan khawatir karena mendalami kebohongannya tadi, tapi khawatir karena takut suami yang bahkan belum menyentuh dirinya keburu tidur dengan wanita lain.
"Aku juga. Tapi.. btw dia tahu nggak sih, kalau nggak ada kamar nomor 420 di setiap hotel?" tanya resepsionis satunya.
"Mungkin saja, karena ada beberapa orang yang tidak tahu kalau nggak ada kamar hotel yang pakai nomor 420. Karena istilah 420 atau tanggal 20 April, kini dikenal sebagai momen Hari Ganja Internasional. Pada tanggal ini, setiap tahunnya, orang-orang di seluruh dunia berkumpul tepat pukul 4.20 sore untuk nyimeng atau mengisap ganja. Kode 420 terus diafiliasikan (dihubungkan ) kepada para pecandu ganja untuk mengajak 'acara giting ( bahasa gaul dari teler akibat narkoba ). Tanggal 20 April juga dijadikan kelompok Waldos (kelompok pecandu) sebagai kode ajakan untuk menghisap ganja. Karena itu nomor kamar 420 di hotel ditiadakan," ujar sang resepsionis.
"Tapi sayangnya masih ada yang belum tahu,"
"Iya, benar,"
Disisi lain, Delia kembali keluar dari lift menuju kamar tempat suaminya masuk tadi. Wajahnya terlihat khawatir saat tiba di depan pintu kamar 430. Dengan tangan yang gemetar dan napas tersengal-sengal, Delia membuka pintu kamar itu.
Matanya membulat saat baru membuka sedikit pintu kamar itu, karena melihat suaminya duduk di atas ranjang sedang berciuman panas dengan Talitha.
"Brakk"
Dengan kasar Delia mendorong pintu kamar itu hingga terbuka lebar. Satu tangannya memegang erat handphonenya, sedangkan tangan satunya nampak terkepal. Matanya menatap tajam ke arah suaminya dan Talitha.
Sedangkan Zico dan Talitha yang sedang berciuman panas pun spontan menghentikan aktivitas mereka saat mendengar suara pintu yang membentur dinding dengan keras. Dua orang itu langsung menatap ke arah pintu.
"Kau..." geram Zico yang melihat Delia berdiri di depan pintu menatap ke arahnya. Sedangkan Talitha menatap Delia penuh kebencian.
"Wow.. ini namanya makan ketupat pakai opor, pengkhianat bertemu pelakor. Pengkhianat memang cocok dengan pelakor," ucap Delia kemudian meninggalkan tempat itu tanpa menutup kembali pintu kamar yang dibukanya.
"Shitt!" umpat Zico terlihat kesal.
"Zic, kamu mau kemana?" tanya Talitha saat Zico beranjak dari duduknya.
"Maaf, aku harus pergi untuk menangani dia. Kamu lihat sendiri, 'kan, dia tadi memegang handphone? Aku takut dia memotret kita saat kita berciuman tadi dan mengadu pada kedua orang tuaku tentang kita," ucap Zico, kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Talitha.
"Akkk! Dasar wanita sialan!" pekik Talitha melemparkan bantal ke arah pintu, setelah Zico menghilang di balik pintu.
Zico berjalan dengan langkah lebar menyusul Delia yang masih terlihat olehnya. Dengan aura suram penuh kemarahan, ia membuka sebuah pintu kamar yang baru beberapa saat lalu ditutup oleh Delia.
"Brakk"
Setelah masuk ke dalam, dengan kasar Zico menutup pintu kamar.
Delia yang baru masuk ke dalam kamar dan baru saja duduk di tepi ranjang itu pun tersentak mendengar suara kerasnya pintu yang di tutup dengan kasar. Delia yang duduk membelakangi pintu pun langsung menoleh ke arah pintu.
"Berani-beraninya kamu membuka pintu kamar hotel orang lain. Apa kau tak tahu bahwa sebagai orang yang terhormat harus punya etika, tata krama dan adab? Oh, aku lupa, kau hanya anak adopsi yang tak jelas asal usulnya. Kau gadis yang menumpang di rumah orang lain selama bertahun-tahun, lalu bermimpi menjadi nyonya rumah bukan? Dasar tidak tahu malu!" umpat Zico dengan suara tinggi seraya menghampiri Delia.
Delia gemetar dan wajahnya seketika pias saat melihat aura suram penuh amarah di wajah Zico yang sebelumnya tak pernah dilihatnya. Apalagi saat Zico mencengkram kedua pipinya dengan tangannya yang besar.
"Kenapa? Kamu takut? Dimana keberanian mu tadi saat membuka pintu kamar hotel orang lain, hah?" bentak Zico menatap tajam pada Delia.
"Ti...tidak pantas seorang pria, a.. apalagi pria yang sudah menikah masuk ke kamar wanita yang bukan istrinya," ucap Delia memberanikan diri bicara.
Tangan gadis itu tremor dan berkeringat dingin, sangking takutnya melihat kemarahan di wajah Zico.
"Tahu apa kamu? Talitha adalah istriku. Aku sudah menikahi dia secara agama sebelum aku menikah sama kamu hari ini," ucap Zico membuat Delia membulatkan matanya.
"Plak"
...🌸❤️🌸...
.To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Heni Hendrayani🇵🇸🇵🇸🥰🥰
aq kira cewek nya beranian ternyata malh penakut dan bodoh bagai mn bs dia kembali ke kamr nya sementara suami nya pasti blk dan ngamuk sama dia setelh dia mendobrak kamr tempat dia selingkuh
2024-08-27
3
Mak e Tongblung
wawasan baru ini
2024-08-22
2
janu tiaro
hay cntikk
2024-08-21
2