Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serupa Tapi Tak Sama
Mau tak mau, Lusi dengan terpaksa membuka pintu kamar mandi yang dikunci dari dalam. Meskipun dia keukeh diam di dalam, toh pasti akan didobrak oleh pemiliknya. Begitu Lusi keluar, dia mendapatkan tatapan yang tak biasa.
'Kenapa dia menatapku seperti itu?' batin Lusi saat mendapatkan tatapan yang tak biasa tersebut. Tatapan aneh, tatapan yang tak sewajarnya.
Untuk sesaat suasana di depan pintu kamar mandi juga langsung hening. Lusi berjalan pelan, ia menatap aneh pada pria berpakaian rapi yang juga menatapnya tanpa kedip. Tatapan begitu dalam, bukan tatapan benci atau cinta, tapi tatapan yang mulai terlihat seperti banyak mengandung kesedihan.
"Saya tidak akan menganggu kalian, saya akan pergi sekarang," ucap Lusi yang tiba-tiba takut karena ditatap secara intens. Ia jadi ngeri sendiri karena sosok itu terus saja memandangnya dengan aneh.
Roy tak membalasnya, menunggu Virgo yang berbicara. Tugasnya selesai, dia hanya harus menahan Lusi sebelum Virgo tiba. Sekarang setelah Virgo datang, tugasnya pun selesai.
Detik berikutnya, Lusiana mundur. Dia reflek melangkah ke belakang karena tangan Virgo ingin menyentuh wajahnya. Takut campur trauma disentuh laki-laki hidung belang, Lusi langsung menjaga jarak. Tidak mau kulitnya dipegang, meskipun kali ini yang memegang lumayan rupawan. Aromanya pun wangi. Virgo memang parasnya lumayan ganteng, tampan dan sangat harum. Namun, itu tak lantas membuat Lusi membiarkan sosok itu dengan mudah menyentuhnya.
"Tolong jangan sentuh saya," ucap Lusi sambil mendongak, menatap sedikit wajah pria tampan di depannya itu. Kulitnya putih, bersih, matanya tajam, tapi kelihatan sayu. Alisnya tebal, bibirnya simetris, mendekati kata sempurna.
"Jangan pegang saya," ucap Lusi lagi karena Virgo masih mau menyentuhnya. Tangan lelaki itu terangkat dan siap mendarat di pipi Lusi.
Roy mendesis dalam hati, Lusiana ini salah ngomong. Yang namanya Virgo, anti sekali dengan penolakan. Perempuan mana yang menolak disentuh seorang Virgo? Hanya wanita bodohh yang menyia-nyiakan kesempatan emas itu.
"Pak Virgo, apa sebaiknya kita pindah ke ruang tamu?" tawar Roy yang merasa tidak enak meraka berbicara di depan kamar mandi.
Akan lebih baik kalau mereka berbicara di tempat yang lebih nyaman dan tentunya tak di depan kamar mandi juga. Virgo tak banyak bicara, dia jalan duluan, kemudian menoleh menunggu Luis menyusul mereka.
***
Lusi sudah duduk di sofa, tangannya memegang gelas berisi air dingin karena tegang. Gara-gara Virgo, lelaki itu terus saja menatap Lusi. Roy sebagai tuan rumah, memberikan minuman untuk semuanya. Hanya saja Lusi yang minum, Virgo masih terpana karena shock. Masih tak percaya dengan apa yang dilihat.
Bagi Virgo sekarang, di dalam benaknya, Virgo merasa tak percaya. Dia kembali dipertemukan dengan seorang perempuan, nyaris sempurna. Wajahnya, tingkat kemiripan yang tinggi. Hampir mirip, meskipun lebih cantik istrinya.
'Aku tahu ... Ini bukan orang yang sama,' batin Virgo setelah menatap lebih teliti. Karena tidak ada tahi lalat di leher bagian belakang Lusi. Meskipun sama, ternyata ada perbedaannya. Ini seperti tidak terawat, beda dengan mendiang sang istri yang selalu wangi dan cantik. Lusi ini tidak pernah perawatan sepertinya.
Virgo menarik napas dalam-dalam, kemudian mulai berbicara.
"Siapa namamu?" pertanyaan pertama yang langsung ditanyakan oleh Virgo pada perempuan asing yang wajahnya sekilas mirip mendiang sang istri. Versi lain, setidaknya ada kemiripan walaupun tidak 100 persen.
"Lusi."
Lusi menjawabnya tanpa ragu. Karena kalau dirasa-rasa, dua orang ini tak ada niatan jahatnya. Wajah mereka saja seperti orang yang baik. Tidak ada indikasi pria jahat di muka mereka berdua.
"Umur?" Tanpa basa-basi, Virgo langsung bertanya dengan mendetail. Sebab dia ingin tahu, siapa pemilik wajah istrinya ini. Ya, wajah mendingan istrinya yang sudah meninggal dunia karena sebuah kecelakaan.
"Kenapa saya harus menjawab pertanyaan Bapak?" tanya Lusi. Bukannya langsung menjawab, malah bertanya balik. Hal itu membuat Roy langsung bereaksi. Takut sang bos malah marah.
"Jawab saja!" gumam Roy sambil melirik Lusi.
Sementara Lusi memilih diam, tak mau mengatakan umurnya. Melihat hal itu, Roy langsung menyahut. Karena dia sudah tahu duluan. Dengan lancang Roy menjawab pertanyaan yang tidak ditujukan padanya tersebut.
"19 ... Umurnya 19 tahun. Dia masih mahasiswi," kata Roy. Dia menjawab untuk mewakili gadis tersebut.
Mata Virgo langsung tertuju pada Roy, "Siapa yang bertanya padamu?" Virgo kelihatan tak suka, jika Roy ikut menjawab. Dia ingin mendengar dari mulut wanita itu sendiri. Bukan malah sang sekretaris.
Roy pun seketika itu langsung diam. Setelah itu, Virgo pun berdiri.
"Bangun! Sekarang ikut denganku!" Virgo langsung minta Lusi ikut bersamanya. Tidak mau tahu keputusan Lusi kau ikut atau tidak, yang pasti Virgo ingin gadis bernama Lusi itu ikut dengannya. Betapa otoriter nya laki-laki ini. Begitulah Virgo, sikapnya memang dominan dan melakukan apa yang dia mau.
Di sisi lain, Lusia panik, kalau dilihat-lihat, meskipun Roy jutek dan dingin, tapi lebih seram Virgo. Ia lebih merasa aman kalau bersama Roy, sementara dengan Virgo, feeling Lusi mengatakan hal yang kurang enak. Sepertinya lebih bagus bersama Roy daripada Virgo. Roy lebih bisa dipercaya, daripada sosok bos tang arogan itu.
"Tidak," ucap Lusi menggeleng. Lusi berani menolak secara langsung.
Virgo langsung melirik Roy. "Bawa dia ke mobilku!" Virgo laki-laki keras, tak mau keinginan ditolak. Dia memerintahkan Roy untuk membawa Lusi ke mobilnya.
"Baik, Pak." Roy mengangguk. Ucapan Virgo adalah perintah yang harus dilakukan.
"Kalian akan membawa saya ke mana? Saya gak mau!! Tolong lepaskan tangan saya!" Lusi melepaskan tangannya, tidak mau ikut. Karena takut dijual atau apapun itu. Untuk saat ini, dia memang sulit percaya pada semua orang. Atau jangan-jangan organ-organ nya mau dijual. Pikiran negatif langsung memenuhi kepala Lusi kala itu.
"Lepaskan saya!" pinta Lusi sekali lagi.
"Ssst! Jangan berisik. Kau mau aku memberikanmu pada preman-preman itu?" ancam Roy, yang tahu kalau Lusi bersembunyi dari kejaran orang-orang yang datang ke apartemen sebelumnya.
Diancam akan diberikan pada preman-preman tadi, yang berujung pada Edo dan om-om hidung belang, entah mengapa Lusi akhirnya ikut begitu saja. Dia diam dan ikut ke mana dua laki-laki itu membawanya.
Saat di basement, mobil mewah dengan sopir sudah menunggu. Di antara banyak mobil yang terparkir, salah satu adalah mobil pribadi Virgo beserta sopir cadangan. Dipakai hanya saat Roy tak bisa menemani Virgo ke mana-mana.
"Masuk!" seru Virgo.
Lusi menatap Roy, seperti minta tolong. Namun, Roy justru mengangguk, seolah minta Lusi lebih baik patuh pada lelaki itu.
"Masuk saja, pak Virgo tidak akan menyakitimu," kata Roy. Meskipun dia sebenarnya tidak yakin juga. Apakah Lusi akan aman bersama bosnya itu. Tapi selera bosnya pasti bagus. Mana mungkin bermain-main dengan gadis ini?
Sementara Luis, dia takut akan hal-hal buruk yang akan terjadi jika masuk mobil dan ikut Virgo, maka Lusi langsung menoleh dan begitu ada celah, dengan cepat dia lari di sekitaran basement yang penuh dengan mobil tersebut. Lusi seperti anak kecil yang sedang main petak umpet. Dia bersembunyi di tempat yang aman dan tak kelihatan oleh siapapun.
Lusi, Virgo dan Roy, mereka bertiga malah saling mengejar dan bersembunyi. Lusi begitu lincah, apalagi badannya kecil, dengan mudah dia masuk ke sela-sela kendaraan itu.
"Ishhh!!' Virgo mendesis kesal. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, karena harus berurusan dengan hal seperti ini.
"Di mana kau?" teriak Virgo.
Lelaki itu lalu melihat Roy dari jauh, "Bantu aku tangkap dia!" titah Virgo kemudian lari mengejar Lusi yang kini bersembunyi di sela-sela mobil yang telah terparkir.
Hanya sekejap mata, Lusi tiba-tiba hilang seperti ditelan bumi. Terlalu banyak mobil, sehingga Lusi punya tempat banyak untuk bersembunyi. Gadis itu membuat dia pria dewasa pusing dan emosi.
"Lusi ... Lusi ..." panggil Roy lembut. Baru kali ini dia dipermainkan gadis seperti ini. Lebih baik mengurus bisnis dan jadwal bosnya, daripada harus repot-repot mencari Lusi seperti anak kecil.
"Menyusahkan saja," gerutu Roy kemudian. Ia jongkok, berdiri lalu mengintip setiap cela. Namun, Lusi seperti hilang begitu saja. Susah sekali dicarinya.
"Lusi ... Jangan sembunyi. Pak Virgo laki-laki baik," ucap Roy. Mencoba memancing agar Luis keluar dari tempat persembunyiannya.
'Ya, dia memang baik. Meskipun sedikit diktator,' sahut hati kecil Roy.
"Lusi ... Keluar lah. Kau akan lebih aman. Jika kau sembunyi dan ketemu orang-orang tadi. Aku tak bisa membayangkan nasibmu seperti apa," ucap Roy dengan mendramatisir.
Lelaki itu terus saja berbicara sendiri, karena dia yakin Lusi masih ada di sekitarnya. Hanya saja terhalang oleh banyak mobil yang terparkir di sana.
"Lusi," panggil Roy. Kali ini sambil menghela napas dalam-dalam. Harusnya dia sudah istrahat, rebahan di ranjangnya yang empuk. Bukan malah main petak umpet malam-malam dengan gadis yang tak jelas.
"Kemana bocah ini," gerutu Roy.
Dia berjalan cepat sambil mengintip segala ruang sela mobil, tapi tak didapati jejak Lusiana. Gadis itu pintar sekali bersembunyi. Dari jauh, muncul Virgo dengan sosok perempuan yang sudah digendong di salah satu bahunya. Virgo seperti sedang mengangkut karung beras di pundaknya.
"Astaga," desis Roy lalu bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇