"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Istri Saya
Jisya dan Arga terperanjat kaget saat suara teriakkan di sertai dengan suara pintu yang di buka dengan kasar.
Brak!
Mama Sua membanting pintu dan melihat putrinya yang sedang memakan mee instant membuat matanya berkilat amarah.
"Berani kau memberikan putri ku makan makanan penyakit sampah seperti itu!" Mama Sua sangat marah dan datang menghampiri putrinya menarik kasar piring itu dari tangan Jisya kemudian melempar ke lantai.
Prang!
Piring tersebut di banding sehingga membuat piringnya pecah dan beserakan.
Jisya menutup mulut tak percaya dengan apa yang di lakukan oleh Mamanya.
"Ma, apa yang mami lakukan ini, mi?" Tanya Jisya.
"Kenapa kau mau memakan makanan seperti itu, bodoh!"
"Lagi pula kenapa kau begitu lama berada di sini! Bukan kah tadi mami sudah bilang, kau hanya datang untuk memanggil laki-laki ini saja! Bukan menyuruh mu untuk tinggal di sini mengikuti pria miskin ini!" Lanjut Mama Sua semakin menghina menantunya yang hanya diam dengan wajah datarnya.
"Dan kau! Kemasi barang-barang busuk mu itu, dan ikut aku tinggal di rumah ku yang akan menjadi neraka untuk kamu!" Menunjuk wajah Arga dan menatap jijik menantunya.
"Mama, seharusnya mami tidak bisa bersikap seperti ini, mi. Biar bagaimanapun, dia ini suami ku, mi. Yang artinya juga menantu mami," Ucap Jisya menegur sikap Mamanya.
"Aku tidak memiliki menantu sepertinya. Dan kau! Berani kau melawan ucapan Mama, Jisya!" Murka Sua mengangkat tangan ingin menampar putrinya.
Tak!
Sua semakin di buat murka karena tangannya di tahan oleh menantu yang dia sangat benci itu.
"Maaf, jika Anda ingin marah. Silahkan Anda marah, tapi jangan sekali-kali Anda memberi kekerasan fisik pada putri Anda," kata Arga menatap wanita paruh baya itu yang di selimuti emosi.
"Siapa kau yang ingin menghalangi ku hah! Dia ini putri ku, dan aku memiliki hak penuh ke atasnya!" Bentak Mama Sua tak terima dengan larangan laki-laki di depannya.
"Maaf, apa Anda tahu hukum? Dia istri saya, jadi saya jauh lebih berhak ke atasnya. Di banding kan dengan Anda, karena seorang wanita yang sudah menikah, segala tanggungjawab dan kewajiban kedua orang tuanya akan jatuh ke tangan suaminya. Jadi saya yang lebih berhak dari pada Anda, wajar jika saya melarang Anda untuk menyakiti istri saya, nyonya." ucap Arga tak ada rasa takut sedikitpun pada wanita di depannya.
"Kau! Berani sekali kau! Hanya bermodalkan 200 ribu kau sudah berbicara seolah kau membeli putri ku dengan berlian, sungguh tidak tahu malu!" Menunjuk-nunjuk wajah Arga.
"Berapa pun itu. Putri Anda tetap lah milik saya, dan Anda tidak berhak melakukan sesuka hati Anda pada istri saya, apa lagi di depan mata saya sendiri," ucap Arga membungkam mulut wanita paruh baya itu.
Mama Sua hanya bisa diam dan tak bisa berbuat apa-apa mau pun berkata untuk menjatuhkan menantunya itu lagi.
"Pulang Jisya! Panggil suami kurang ajar dan miskin mu ini ikut dan tinggal di rumah yang akan menjadi neraka untuknya!" Seusai mengatakan itu, Mama Sua langsung bergegas pergi dari rumah menantunya itu.
Jisya merasa sangat malu dengan suaminya atas sikap Ibunya barusan.
"Maaf atas sikap mami tadi kepada kamu..." Ucap Jisya merasa tidak enak.
"Tidak masalah. Mari kita ke rumah keluarga mu." Ajak pria itu seperti tak terusik sama sekali dengan semua hinaan yang sudah di lontarkan oleh keluarga istrinya.
"Tapi... Mereka akan semakin menjadi-jadi jika kau mau tinggal bersama di sana," kata Jisya merasa bersalah karena dia sudah melibatkan laki-laki itu ke dalam hidupnya yang penuh dengan berbagai drama.
"Tidak masalah bagiku." Jawab Arga.
Akhirnya mereka berdua pergi ke rumah keluarga Jisya.
,,,
Keesokan paginya.
Jisya dan Arga sudah bersiap dan turun ke bawah untuk sarapan.
Tiba di meja makan. Semua keluarga sudah berkumpul dan bersiap untuk sarapan.
Semua di meja makan terlihat tak ada yang bersahabat.
Jisya menyerjit ketika menyadari kursi yang kosong hanya tinggal satu. Dan kekurangan satu kursi di meja makan.
"Ma, mana kursi satu lagi, mi?" Tanya Jisya.
"Kenapa? Apa yang kau cari? Tinggal duduk dan makan saja apa susahnya?" Ucap Arini.
"Ya sudah, Jisya sarapan di luar saja." kata Jisya memegang lengan suaminya dan ingin menarik pria itu untuk pergi.
"Kenapa mau sarapan di luar? Ini banyak makanan di atas meja, siapa yang mau menghabiskan semua ini? kau duduk saja di kursi itu, suami mu kau suruh saja duduk di bawah lantai," ujar Mama Sua tak merasa bersalah sedikitpun.
Bola mata Jisya berkaca-kaca. Begitu hinanya kah suaminya di mata keluarganya sehingga mereka terus saja menghina suaminya itu?
bukan bintang tujuh,puyer 16,..
yg masuk akal dikit dong yg seperti kehidupan nyata gitu lho jadi malas bacanya