Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
Aku langsung keluar begitu lift terbuka, aku bahkan tidak mengucapkan terimakasih kepada derrrien.
aku berlari lagi kearah kelasku berada, mengintip lewat jendela apakah sudah ada guru atau belum?
Ternyata belum, aku menghela napas lega.
"good morning everyone" ketika aku memasuki kelas bukannya balasan yang kuterima. malah mereka memberikan ku tatapan jengkel.
"kebiasaan banget nih bocah, ngagetin orang mulu" dita terlihat ingin memakanku hidup-hidup.
"sorry guys hehe" aku terkekeh geli dan melangkah santai menuju kursiku tanpa menghiraukan tatapan dari dita.
"tumben telat" zahra membalikkan badan kearahku.
"pengen aja" balasku santai, aku merebahkan kepalaku pada meja setelah meletakkan tasku di kursi.
"pingin iji" zahra meledekku yang balas dengan tatapan malas.
"diem zahra, aku habis lari tadi, sekarang aku lagi cape nggak mau diganggu. Dan mana gurunya? Ngga masuk?" aku.
Zahra menatap malas kearahku "suruh siapa pake acara lari segala, nggak tau, mungkin bentar lagi masuk"
"kalo aku nggak lari ya nanti aku telah zahra" aku menutup mata perlahan.
"ya makanya berangkat seperti biasa, lagian laga lu pake berangkat telat segala. Bangun tuh guru nya udah masuk" zahra menepuk pelan pipiku.
Aku membuka mataku dan membenarkan posisi dudukku, tak lama pelajaran pun di mulai.
✨
Bel istirahat berbunyi, semua ingin cepat-cepat pergi ke kantin.
"yuk ke kantin" zahra berdiri di sebelah mejaku.
"aku mau tidur aja, kalian aja yang ke kantin" setelah mengatakan itu, aku langsung merebahkan kepalaku di atas meja.
"tumben, kamu begadang ya?" ucap zahra lagi.
"iya" mataku mulai ku tutup.
"yaudah kita kantin dulu ya, nanti kita beliin roti sama es teh" sayup-sayup aku mendengar ana dan suara langkah kaki menjauh.
Gara-gara menangis semalaman aku jadi begadang.
Aku terjatuh tertidur sendirian di kelas.
✨
"bangun lila, katanya tadi nggak ke kantin tapi apa ini jajanan lu satu kantong besar mana penuh lagi"zahra mengguncangkan bahu dengan lumayan keras.
Aku membuka mataku lalu bangkit dari dudukku dan mengucek mataku dengan tangan kananku.
Aku menatap zahra dengan bingung "aku nggak kekantin zahra, aku dari tadi tidur disini" aku berucap pelan. Aku masih mencoba mencari nyawaku yang masih tercecer.
"alah lu bohong, nih liat satu kantong penuh" zahra mengangkat kantong lalu menggoyangkan kantong ke kiri dan kanan.
"itu punya siapa? tumben kamu jajan banyak? Kamu kan lagi diet apa nggak jadi diet kamu ra?" aku meraih kantong lalu mengecek isinya, wah ini berisi makanan ringan kesukaanku dan juga ada coklat.
"atau kamu emang sengaja beliin ini buat aku?" menaruh kantong di atas mejaku.
"ini tadi ada di atas meja lu lila, bukan punya gua. Dan gua masih diet, tadi aja gua cuma persen salad" zahra terlihat menahan gemas untuk memukulku, karena mendengar perkataanku.
"tapi aku benar-benar nggak ke kantin loh, aku aja baru bangun karena kamu yang bangunin ra. apa mungkin ini dari secret admirer aku ya" aku menatap bingung zahra.
Zahra terlihat berpikir "mungkin iya, kok lu yang baru bisa langsung punya secret admirer sedangkan gua yang orang lama kagak pernah tuh, ada yang ngirim beginian" zahra bersungut kesal.
"karena lu nggak cakep ra" balas ana yang terlihat duduk di kursinya dengan santai dan hanya menonton obrolan aku dan zahra.
"nih, es teh sama rotinya buru makan bentar lagi bel" ana menaruh roti dan es teh diatas mejaku.
Aku langsung meminum es teh dan memakan roti sampai habis. Aku berjalan kearah tempat sampah dan membuang bekas makan ku.
Begitu aku sampai ke samping mejaku, aku melihat sebuah jaket diatas kursiku. Aku mengambil jaket itu.
"ra, na ini punya kalian bukan?" ucapku seraya meletakkan jaket di atas meja.
"bukan punya gua" zahra meraih jaket itu, di membolak-balikan jaket itu "tapi kayaknya gua pernah liat nih jaket, tapi dimana ya?" zahra terlihat berpikir dengan kening yang berkerut.
Aku memakan coklat dari kantong itu, aku menawarkan ana untuk mengambil jajanan yang ada di kantong, aku juga menawari zahra tapi zahra mengabaikan dan fokus melihat kearah jaket.
Aku dan ana memakan jajanan itu sambil melihat zahra yang terlihat kesal karena tak mengingat pemilik jaket.
"udah ra, kalo nggak inget nggak usah di paksa. mungkin nanti yang punya bakal ambil sendiri, nih mending makan ini" aku menyerahkan keripik kentang kearahnya, zahra menerimanya. Dia meletakkan jaket di atas mejaku, dan aku langsung melipat jaket lalu memasukkan jaket ke kalong meja ku.
Zahra membuka bungkus keripik kentang dan langsung memakannya, ana mengambil satu potong keripik kentang ketika zahra menawari nya, zahra juga menawari ku tapi ku tolak karena di kantong masih banyak.
Aku memakan jajanan yang lain, tiba-tiba zahra yang tadinya sibuk makan di sebelah mejaku, dia menggebrak mejaku dengan kencang. membuat teman-teman sekelas ku menatap kearah mejaku.
Zahra mengabaikan tatapan teman-teman sekelas, dia malah menatap penasaran kearahku.
"kenapa?" aku berucap sambil memakan jajanan ku.
"lu ada hubungan apa sama derrrien" ucapan zahra berhasil membuat aku menghentikan kunyahan ku, badanku menegang sebentar.
"aku nggak punya hubungan apa-apa derrrien, kenapa kamu tiba-tiba nanya kayak gitu ke aku?" setelah berhasil mimik mukaku, aku langsung menatap zahra penasaran.
"jaket ini punya derrrien, ju---" ucapan zahra terpotong bunyi bel masuk. Baru juga Zahra hendak berbicara lagi tapi tidak jadi karena ibu guru sudah masuk ke kelas.
Aku dengan terburu-buru menaruh kantong berisi jajanan itu di bawah mejaku dan aku juga memasukkan sampah ke kantong jajanan itu. nanti kalo udah pulang baru buang sampah. Pikirku.
Zahra kembali ke kursinya, tapi tatapan matanya menyiratkan. Pulang sekolah lu harus jelasin. Aku mengalihkan pandangan kearah guru, aku bersikap seolah tak mengerti tatapan mata zahra.
Huh, bel masuk menyelamatkan aku. kalo ini jaket rien? berarti jajanan juga rien yang ngasih? tapi kapan dia kesini? apakah waktu aku tidur?
Terus ini jaketnya aku harus yang balikin gitu? Ih ogah, aku nggak mau berurusan sama dia lagi. Tapi kalo dia tadi pergi ke sekolah jalan kaki, berarti motor dia masih ada di halaman rumahku.
Sepanjang pelajaran aku tidak fokus, karena pertanyaan yang membeludak di pikiranku.
Aku harus bagaimana? aku nggak mau berurusan atau pun ketemu dia lagi. aku merasa setiap aku berniat untuk menjauh dari rien selalu berakhir gagal.
Seperti sebuah takdir yang membuat aku mau tak mau harus tetap berhubungan dengan rien.