Rumah tangga yang sudah lama aku bina, musnah seketika dengan kehadiran orang ketiga di rumah tanggaku..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Kesibukan di dapur keluarga itu terasa hangat, aroma adonan kue yang dipanggang menguar dan menggoda setiap indera. Ibu dan Tyas, adikku, sibuk mencampur dan mengaduk bahan-bahan kue favorit keluarga.
Dengan cekatan, Ibu menuangkan adonan ke dalam cetakan sambil Tyas menyiapkan hiasan di atasnya.
"Aku berangkat dulu ya buk, dek," seruku sambil mengenakan jaketku.
"Iya nak, hati-hati," balas Ibu tanpa mengalihkan pandangannya dari oven.
"Beres kak, semangat ya kak!" Tyas menimpali dengan semangat, sambil memberikan isyarat 'jempol' kepadaku.
"Beres," jawabku singkat.
Sebelum beranjak, aku mengambil sepotong kue yang baru saja selesai dipanggang. Rasanya lezat, manis dan hangat di lidah, memberikan dorongan semangat kecil sebelum menghadapi hari yang panjang.
Aku berjalan menuju meja dekat pintu, mengambil kunci mobil dan melangkah keluar rumah. Udara pagi yang sejuk menyambutku. Aku cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan menyalakannya.
Melirik jam tangan, pukul sudah menunjukkan setengah sembilan. Aku memiliki meeting penting jam sebelas, namun sebelum itu, aku ingin menyempatkan diri untuk melihat Naura, putriku, yang sedang berlomba di gedung Juang.
Kendaraan melaju di jalanan yang masih relatif lengang. Dalam hati, aku berdoa agar lalu lintas tidak terlalu padat agar aku dapat tiba tepat waktu untuk memberi dukungan kepada Naura.
Hari ini, kehangatan kue dan semangat dari keluarga kecilku menjadi penyemangatku dalam menjalani rutinitas yang padat.
Aku memutuskan untuk menelepon Sumi, memberitahu bahwa aku akan berangkat siang dan langsung menghadiri rapat saja, karena ingin menyaksikan lomba Naura.
Sumi menjawab, yang terpenting mobilku bisa dia pinjam, karena dia harus pergi ke Bandung hari ini. Daripada aku yang harus pergi ke Bandung, lebih baik aku sumi saja.
Setelah menutup telepon, aku segera menelepon Kevin untuk memintanya menjemputku. Kevin menyetujuinya dan akan segera menjemputku.
Tak berlama-lama, aku langsung memutar balik arah dan melaju ke butik tempat Sumi menungguku. Sesampainya di sana, Sumi sudah tampak di depan butik dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Akhirnya kamu datang juga," seru Sumi girang. "Aku sempat khawatir loh, tapi untung aja kamu setuju."
"Tentu, ini kunci mobilnya," sahutku sambil menyerahkan kunci.
"Selamat berkendara ya, hati-hati di jalan."
"Oke, makasih banyak. Aku langsung berangkat, ya," ucap Sumi antusias.
"Semuanya udah siap kok, jadi nggak perlu khawatir."
"Oke, berkasnya udah kamu bawa?" tanyaku sekali lagi, ingin memastikan semuanya beres.
"Iya, udah. Daaah, Rania. Semoga Naura sukses ya!" sahutnya sambil melambaikan tangan.
"Oke, sampai jumpa," balasku dengan senyuman.
Aku melangkah masuk ke butik dan menyapa para karyawan yang telah tiba, tak lama kemudian pelanggan pun mulai berdatangan. Tiba-tiba, klakson mobil Kevin terdengar di telingaku.
Aku segera berlari keluar dan tersenyum ke arah Kevin sebelum masuk ke dalam mobil. Di sampingnya, aku menyadari bahwa Kevin menatapku tanpa berkedip. Entah apa yang ada di pikiran Kevin, tindakannya sangat aneh.
"Kevin, hey, ayo berangkat!" ucapku sambil melambaikan tanganku di depan wajah Kevin.
"Eh, i-iya ayo," seru Kevin gugup.
"Kamu kenapa sih, Kev? Aneh banget," tanyaku dengan rasa penasaran.
"Kamu semakin cantik, Ran," lirih Kevin.
"Apa, Kev?" sahutku bingung.
"Apa, Ran? Aku gak ngomong apa-apa kok," kilah Kevin sambil tersenyum.
"Masa sih?" Aku mencubit lengan Kevin sebagai respon.
Kevin hanya tersenyum kembali, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Maafkan Naura ya, Kev? Kamu jadi bela-belain datang lihat Naura lomba," ucapku dengan perasaan bersalah.
"Iya, Ran, nggak apa-apa," balas Kevin sambil tersenyum tulus.
Tanpa terasa, aku dan Kevin telah sampai di gedung Juan. Kami segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung. Perlombaan sudah mulai dan ternyata peserta yang hadir sangatlah banyak.
Kami pun duduk di tempat yang telah disediakan oleh panitia. Aku melihat Naura di antara para peserta, dan terpana dengan penampilan dan semangatnya.
"Lihat, Naura sangat keren," seru Kevin, seolah membaca pikiranku, sambil menunjuk ke arah Naura yang sedang fokus menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari juri.
Mendengar komentar Kevin, aku merenung sejenak. "Benar, Kevin. Aku juga merasa bangga melihat Naura yang begitu semangat dan menunjukkan kemampuannya di perlombaan ini," gumamku sekaligus merasa bersemangat untuk terus mendukung dan memberikan yang terbaik untuk Naura
Di ruang perlombaan yang luas, anak-anak berbaris rapi, penuh semangat dan harapan. Di tengah kerumunan itu, Naura, dengan seragamnya yang rapi dan rambut yang disisir apik, berdiri menonjol dengan percaya diri. Matanya berbinar, fokus pada para juri yang duduk di meja panjang di depannya, dihiasi dengan mikrofon dan kertas-kertas penting.
Seorang juri mengajukan pertanyaan, dan dengan kecepatan yang mengagumkan, Naura menjawab tanpa ragu, setiap kata jelas dan tegas. Ruangan dipenuhi suara gemuruh para peserta lain yang berbisik, namun suara Naura terdengar jelas, memotong keheningan dengan kecerdasannya.
Mimik wajah para juri menunjukkan rasa kagum, mencatat setiap jawaban yang diberikan Naura dengan teliti. Cahaya lampu di ruangan itu terpantul dari trofi yang berkilau di sudut ruangan, simbol dari pencapaian yang mungkin diraih.
Di sekeliling, orang tua dan pendamping lainnya berbagi tatapan penuh harap dan bangga, terpaku pada kemampuan luar biasa yang ditunjukkan oleh para peserta muda ini.
"Semangat, Naura!" seru Kevin. Naura yang tadinya fokus ke juri kini menatap ke arah Kevin, wajahnya tersirat kebahagiaan saat menyadari kedatanganku.
Aku pun ikut memberikan semangat padanya, membuat senyum lebarnya semakin terpancar di wajah manisnya. Naura kembali fokus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para juri.
"Dia pasti akan berhasil, aku percaya padanya," gumamku dalam hati, merasakan sejumput rasa bangga dan haru.
Hingga akhirnya, perlombaan berakhir dan tim Naura berhasil meraih nilai tertinggi. Aku merasa bahagia sekali, begitu juga dengan Kevin.
"Om Kevin, Mamah, aku dapat nilai tertinggi!" seru Naura, berlari ke arah kami.
"Iya nak, kamu sangat luar biasa!" puji Kevin sambil membopong tubuh Naura yang bersemangat.
Aku tak bisa menahan rasa bangga melihat Naura dan Kevin begitu akur. Kevin memang sangat tulus dalam memperlakukan Naura, bahkan lebih dari yang dilakukan ayah kandungnya sendiri.
"Anak mamah memang hebat," ucapku bangga.
"Nanti om ajak kamu ke pasar malam, ya," ajak Kevin pada Naura. Kegembiraan mereka membuatku tersenyum, mengerti betapa berharganya kebahagiaan kecil ini dalam kehidupan kami.
"Siap, Om Kevin!" seru Naura sambil mencium pipi Kevin.
Tiba-tiba, saat kami sedang fokus pada Naura, terdengar suara Adnan memanggil nama Naura.
"Naura," panggil Adnan dengan suara tenang. Tanpa terasa, kami bertiga seketika menoleh ke arah Adnan yang ditemani oleh Sandra.
****
kebahagian mu rai...ap lg anak mu mendukung ?
bahagia dan hidup sukses ...