Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hening yang Berdebar
"oke, setuju. Makasih, Alice, ku sayang!"
Tanpa mereka sadari, sepasang mata memperhatikan dari jauh.
"Bu, aku minjem ini ya? " Alice meletakkan buku di atas meja, menunggu Ibu yang sedang bertugas memberikan kartu pinjam.
"ini, Al. Minggu depan sudah dikembalikan, ya. Kalau lebih dari itu, kamu bayar denda sesuai nominal di kartu," ucap ibu petugas perpustakaan.
"siap, Bu!" Dengan senyum kegirangan, Alice memeluk buku tersebut dan menuju kelas.
"Kayaknya Ibu Asiah belum datang. Apa aku samperin Windy aja sekarang? Kasihan kalau dia sendirian," pikirnya.
Beberapa langkah kemudian, Alice terhenti saat melihat Windy berjalan ke arahnya, langsung menuju tempat duduknya.
"Win, udah makan?" tanya Alice.
"Udah. Kamu beneran nggak makan? Masih sempat kok, kalau mau makan. Lagian, Ibu Asiah kayaknya nggak ada deh, aku liat tadi."
"beneran nih? Nanti kalau kita ke kantin, terus Ibu Asiah datang atau guru lain yang masuk, gimana? Kita bisa kena hukuman, loh, Win!" ucap Alice memastikan.
Saat mereka ragu, dia tak menyadari ada seseorang yang mendekatinya dengan membawa makanan.
"nih, makan. Kamu belum makan kan? Aku beliin kamu sate karena nggak tahu kamu mau makan apa," ucap Alvaro meletakkan makanan di meja Alice.
"m-makasih, Al."
Walaupun terkejut, Alice menghargai perhatian Alvaro. Namun, saat memakan pemberian itu, tatapan teman-temannya tak lepas darinya.
"sama-sama," ucap Alvaro, langsung mengambil tempat duduknya.
"uhuk, aku mau ke kantin dulu, Win. Mau beli air."
"ibu datang! Ibu datang!"
Baru beberapa langkah Alice berjalan, Rio sudah berteriak, membuat murid lain berhamburan ke tempat duduk. Alice pun kembali ke tempat duduknya, menahan rasa serak di tenggorokannya.
Saat itu, serasa ada tangan yang menahan Alice. Ia mendongak melihat Alvaro.
"ni, minum punya aku dulu, tapi udah aku buka tadi. Sorry, siapa tahu kamu haus?"
Alice merasa haus, tenggorokannya ngeganjel. Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia menerima air mineral yang diberikan Alvaro.
"nggak papa. Sekali lagi, makasih ya," ucap Alice sambil tersenyum.
"emm, sama-sama," Alvaro terpaku, belum pernah melihat senyum semanis itu, dengan lesung pipit di pipinya yang chubby.
°°°
"selamat siang, hari ini kita belajar menulis indah ya karena bu Asiah ada rapat dengan guru lain, jadi ibu akan menggantikan beliau," ujar Bu Meyra sambil tersenyum, menatap seisi kelas.
Kelas mulai berbisik-bisik, sampai Bu Meyra melanjutkan, "bukan, katanya ada murid baru di kelas kalian ya?"
Seketika, suasana kelas jadi hening. Semua mata saling pandang, sampai akhirnya seorang anak laki-laki berdiri dari bangkunya sambil mengangkat tangan. "Saya, Bu," jawabnya dengan suara pelan.
Bu Meyra tersenyum. "Oh, jadi kamu yang murid barunya. Silakan perkenalkan diri di depan kelas."
Alvaro melangkah maju dengan gugup. Perkenalannya sederhana, namun tatapan para siswa terutama siswi tidak lepas darinya. Rambut hitamnya yang rapi, senyum malu-malunya, dan postur tubuh yang tegap, membuat beberapa anak perempuan berbisik-bisik, mengaguminya.
Setelah selesai memperkenalkan diri, Alvaro tetap berdiri di depan kelas, sedikit kikuk, apalagi karena Bu Meyra terus memperhatikannya.
"ya sudah, kamu boleh duduk sekarang," ucap Bu Meyra dengan nada lembut.
Namun sebelum Alvaro sempat melangkah ke bangkunya, Bu Meyra melanjutkan sambil terkekeh, "oh ya, tadi ibu sempat ke kelas sebelah. Para ceweknya lagi heboh ngebahas Alvaro . Eh, pas ibu lihat, ternyata memang beneran ganteng."
Seluruh kelas tertawa pelan, sementara wajah Alvaro memerah, tak tahu harus berkata apa. Dari bangkunya, Alice tersenyum kecil, matanya tak bisa lepas dari sosok Alvaro yang perlahan menuju kursinya. Dia mengakui, Alvaro memang tampan, meski ia menahannya hanya dalam hati.
"ya sudah, sekarang kita mulai pelajarannya," Bu Meyra menutup pembicaraan ringan tadi, kembali ke pelajaran. Suasana kelas kembali tenang, masing-masing siswa fokus pada tugas menulis indah yang diberikan.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor