Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Bukankah kamu dan Vanka kembar? tapi kenapa kamu baru semester satu? Sedangkan yang aku tahu, Vanka semester lima."
Vanya hanya menghembuskan nafas pelan. Pastilah pertanyaan itu akan muncul dari mulut orang lain. Beruntung tak ada yang mengetahui jika dirinya adalah saudara kembar Vanka, selain saudara dan sahabatnya.
"Apa aku harus menjawabnya?" Tanpa menoleh Vanya menjawab dengan santai.
"Tidak harus, kamu punya hak mau menjawab atau tidak."
Kembali hening, seolah tak ada obrolan di antara mereka. Hingga suara Zelfa dan Zenia menghampiri Vanya.
Si duo langsung duduk di samping Vanya dan langsung mengapit gadis cantik tersebut, begitu pula dengan Zehan yang mengekori dua saudaranya hanya untuk bisa melihat Vanya. Sudah beberapa hari ia tidak melihat Vanya.
Saat Zehan tiba di sana, ia kaget sekaligus bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa Shaka juga ada di sana? Apa mungkin Vanya dan Shaka memang memiliki hubungan? Perasaannya sedikit kacau, cemburu tanpa ada ikatan itu begitu sulit ia tahan.
"Anya, kita kangen. Maaf ya kita gak dateng waktu pemakaman nenek buyut kamu. Kita turut berdukacita ya Nya, yang sabar dan ikhlas."
Zenia memeluk sahabatnya itu, di ikuti oleh Zelfa. Mereka saling berpelukan. Vanya hanya mengangguk dan tersenyum tulus, begitu beruntung memiliki sahabat yang perduli akan dirinya. Zehan yang ingin menghibur Vanya pun tampak urung saat mengetahui Shaka juga ada di sana. Ia yakin jika Vanya dan Shaka memang memiliki hubungan. Padahal yang sebenarnya mereka juga beberapa kali bertemu.
Shaka yang memang ada kelas pagi itu pamit lebih dulu. Namun perkataannya kepada Vanya mengundang kesalahpahaman di antara sahabat Vanya. Sebenarnya Shaka tidak ada maksud apapun, hanya ingin menyampaikan pesan sang kakek yang ingin berkunjung ke kediaman baba Daffa.
"Aku cabut ya Ze. Oh iya Nya, kakek kirim salam sama baba dan ummah kamu. In Syaa Allah Minggu depan kita akan ke rumah."
Vanya yang tahu jika ke dua orang tuanya pernah mengundang kakek Shaka dan Shaka sendiri hanya menganggukkan kepala, tanpa berpikir jika ke tiga orang yang ada di sana salah paham akan hubungan mereka. Padahal kakek Shaka hanya kebetulan kenal dengan ke dua orang tuanya.
Shaka berjalan lebih dulu, Zenia dan Zelfa tersenyum curiga. Namun Vanya yang tak merasa ada yang aneh biasa saja menanggapi dua sahabatnya.
Zehan juga merasa panas di hatinya. Mendengar perkataan Shaka yang akan ke rumah Vanya bersama kakeknya. Jadi hubungan mereka sudah sedekat itu? sampai mau datang ke rumah segala. Belum berjuang, sudah di patahkan oleh kenyataan, yang sebenarnya hanya sebuah kesalahpahaman.
"Vanya kan ya nama kamu. Maaf ya aku ikut Zenia dan Zelfa. Aku kebetulan datang kepagian dan tidak tahu mau ke mana. Sebagai kembaran Zenia dan Zelfa, aku juga mau menjadi teman kamu. Aku tidak banyak memiliki teman di kampus ini, maupun di luar kampus. Apalagi aku baru pulang dari LN."
Hais, sangat klise sekali. Bilang saja Zehan ingin mencoba mengenal dan mendekati Vanya. Tapi mengingat jika Vanya dan Shaka memiliki hubungan, kenapa ia merasa sudah kalah sebelum berperang.
"Iya betul, aku panggil kamu Zehan ya, jadinya kalian ini triple Z. Lucu sekali, walaupun aku memiliki kembaran juga, tapi kami hanya berdua."
Kembar? Jadi Vanya ini memiliki kembaran? Kenapa ia hanya melihat Vanya sendirian? Lantas, dimana kembaran Vanya. Di saat Zehan ingin bertanya, tiba-tiba handphone Vanya berdering. Ia memilih izin untuk mengangkat panggilan. Wajah tersenyum Vanya membuat Zehan semakin berpikir jika Vanya mengangkat telfon dari Shaka. Apa harapannya sudah pupus untuk bisa dekat dengan Vanya? Namun untuk bertanya kepada dua saudara kembarnya justru ia malu. Takut jika jawaban si duo kembar tidak sesuai harapan.
"Aku duluan ya, sudah di tunggu. Bye ukhti-ukhti cantik. Assalamualaikum."
"Wa'akaikumsalam,"
Vanya meninggalkan si kembar triplet. Ia berjalan lurus tanpa menoleh menuju sebuah parkiran. Di sana Hanan dan Hasbi sudah menunggu dirinya.
Hanan tersenyum saat melihat teteh cantiknya. Vanya melirik kiri dan kanan, suana masih sepi karena memang masih sangat pagi. Para mahasiswa juga belum pada berdatangan. Hanan melambaikan tangan. Vanya mendekat dan memukul bahu ke dua adik sepupunya dengan tas yang ia bawa.
Bugh!
Bugh!
"Aduh, sakit teh. Kenapa kita malah di pukul." Hanan cemberut, bibirnya maju lima senti. Namun Vanya hanya menatap tajam ke dua adiknya.
"Kalian ngapain nyuruh teteh ke sini. Sudah di bilang, jangan sok kenal dengan teteh di kampus. Teteh enggak mau ya para gadis di kampus ini meneror teteh karena kenal dengan kalian. Jangan kalian fikir teteh tidak tahu jika kalian banyak penggemarnya."
Hanan dan Hasbi hanya nyengir. Hanan bahkan membentuk dua jari seperti huruf V. Ia tersenyum lembut menatap sang teteh dan memberikan sebuah bekal buatan bunda Humaira untuk Vanya makan. Mereka sebenarnya berniat ingin ke rumah, namun Vanka mengatakan jika Vanya sudah berangkat pagi-pagi sekali tanpa sarapan. Jadilah mereka bertemu di sana.
Vanya yang tadinya kesal tersenyum dan meraih kotak bekal tersebut. Ia tahu bunda Humaira pasti yang menyiapkan untuk dirinya. Selain ibu kandungnya sendiri, bunda Humaira begitu perhatian kepada anak gadisnya itu. Apalagi bunda Humaira tidak memiliki anak gadis, jadilah Vanya menjadi anak kesayangannya juga.
"Pasti dari bunda, Bunda memang terbaik. Bilang sama bunda terimakasih ya dek. Udah ah, teteh mau ke sana dulu, makan sarapan dari bunda. Awas ya ikutin teteh. Udah sana pergi ke kelas kalian." Dengan santai Vanya ingin meninggalkan ke dua adiknya. Namun Hanan menahan tas si teteh.
"Eits, kejam banget teh. Sudah kita antarkan loh pesanan bunda. Paling tidak ajak kita berdua sarapan kek. Ya nggak Bi."
Hanan melirik saudaranya. Hasbi yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dua saudaranya hanya mengangguk. Mencoba membantu saudaranya untuk dekat dengan si teteh. Walaupun ia sebenarnya tahu jika suatu saat Hanan pasti akan patah hati.
"Kamu pikun dek. Sudah teteh bilang, teteh tidak mau orang lain melihat teteh bersama kalian. Udah jangan ganggu teteh. Tapi terimakasih loh, assalamualaikum dua adik tampanku."
Vanya berlari kecil meninggalkan dua adik sepupunya. Hanan hanya menghela nafas. Sedangkan Hasbi hanya terkekeh melihat saudaranya gagal untuk bisa dekat dengan si teteh. Melihat Hasbi tertawa, Hanan melempar helem yang ia pegang ke arah sang saudara. Dengan cekatan Hasbi menangkap helem itu.
"Udah, ayok ke kelas. Aku enggak mau sampai di usir sama si profesor galak."
Akhirnya mereka meninggalkan gedung fakultas psikologi menuju fakultas bisnis. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang memperhatikan mereka sedari tadi. Bahkan orang itu sempat memfoto mereka bertiga. Entah apa yang akan di rencanakannya.
......................
...To Be Continued...
kalau shaka anak siapa ya thor?