Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pernikahan Dev Dan Aleen
"Apa?!"
Ekspresi Aleena saat ini berbanding terbalik dengan eskpresi Dev.
Aleena terlihat sangat terkejut hingga bola matanya hampir keluar sedangkan Dev sangat tenang seakan bukan masalah besar.
"Ya, kita akan menikah", ujar Dev lagi mengulangi ucapannya.
"Tunggu tunggu. Kita? Menikah?".
Aleen yang terkejut berusaha mendapatkan kepastian dari Dev.
"Iya, kita berdua akan menikah hari ini. Ray sudah mendaftarkannya tadi pagi".
Dev kembali menjelaskan secara rinci agar Aleena bisa mengerti.
"Tapi Dev, bukankah ini terlalu mendadak? Kita tidak melakukan persiapan dan lagi aku belum bertemu dengan keluargamu"
Aleena terlihat sangat bingung saat dia menanggapi Dev.
"Sekarang atau nanti kan sama saja. Aku ingin melindungimu disisiku. Yang lebih penting lagi, aku tidak ingin kamu berubah pikiran nantinya dan pergi meninggalkanku begitu saja"
"Ini bukan waktunya bercanda!"
Aleena memukul Dev dengan pelan
"Aku juga serius. Untuk keluargaku ... kita akan menemui mereka saat kita berkunjung ke rumah utama nanti".
Aleena terdiam sesaat mempertimbangkan ucapan Dev.
"Sudah tidak bisa dibatalkan lagi. Ayo masuk sekarang!"
Dev memaksa Aleen dengan senyum yang lembut dan sikap yang hangat. Aleen pun hanya tersenyum dan mengikuti keinginan Dev dengan senyum.
"Sekarang aku baru tahu kalau calon suamiku ini keras kepala dan suka mengambil keputusan sendiri".
Aleen bicara dengan sikap yang tenang sambil tersenyum manis.
"Yah, kamu harus mulai beradaptasi. Karena setelah kita menjadi suami istri, kamu akan tahu siapa aku sebenarnya. Semoga kamu tidak menyesali keputusanmu".
Dev menanggapi ucapan Aleena dengan nada bercanda.
"Semoga saja begitu".
Aleena dan Dev pun masuk ke kantor cacatan sipil bersama untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Didalam sudah ada Ray yang datang lebih dulu untuk mendaftarkan pernikahan mereka dan akan menjadi saksi pernikahan.
"Ray, apa semua sudah siap?", tanya Dev pada Ray.
"Sudah. Kita bisa mulai sekarang. Aku juga sudah menyiapkan penata rias. Kalian bisa sedikit berdandan sebelum mengambil foto untuk buku nikah kalian nanti".
Ray menunjuk pada seorang wanita yang dia bawa untuk memperbaiki penampilan Dev dan Aleen sebelum difoto.
"Terima kasih", ujar Aleen dengan senyum ramah. Ray pun mengangguk dan membiarkan Aleen dirias.
Setelah selesai dirias, Aleen dan Dev difoto secara bergantian oleh fotografer yang telah disediakan.
"Kalian bisa tanda tangan disini", ujar petugas catatan sipil pada Dev dan Aleen sambil menujuk dokumen yang harus mereka tanda tangani.
Dev dan Aleen langsung tanda tangan sesuai dengan permintaan petugas.
"Silahkan pasangkan cincin pernikahannya".
"Maaf Pak, ini cincin pernikahannya".
Ray memberikan cincin pernikahan yang sebelumnya telah disiapkan atas permintaan Dev.
"Ya. Leen".
Dev dan Aleen saling menyematkan cincin pernikahan satu sama lain.
"Baiklah. Semuanya sudah selesai. Kalian berdua sudah resmi menjadi suami istri. Untuk buku nikahnya akan selesai dalam beberapa hari kedepan"
"Baik. Terima kasih"
"Sama-sama. Sekali lagi selamat untuk kalian berdua".
"Ya, terima kasih. Kalau begitu kami permisi".
"Ya, silahkan".
Dev dan Aleen berjabat tangan dengan petugas kantor catatan sipil secara bergantian lalu beranjak pergi dari sana diikuti Ray yang berjalan dibelakang mereka.
Aleen berjalan keluar sambil terus memperhatikan cincin yang tersemat dijari manisnya.
"Sekarang sudah ada cincin yang tersemat disini. Bahkan ini cinta kawin model pasangan. Aku bahkan tidak merencanakan pernikahan lebih awal saat bersama Angga. Dan sekarang aku justru menikah dengan pria yang belum lama aku kenal. Apa ini keputusan yang benar?"
Saat Aleen sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, suara Dev membuatnya kembali tersadar.
"Berhentilah menatap cincin itu. Kamu bisa tersandung jika tidak memperhatikan langkah kakimu".
Dev bicara sambil memegangi Aleen agar dia tidak terjatuh.
"Dev, aku masih tidak percaya ini. Kita yang baru mengenal beberapa hari saja kini sudah jadi suami istri. Ini benar-benar seperti mimpi".
Aleen bicara dengan sikap tenang dan sedikit nada yang manja.
Dev tersenyum kemudian mencubit sebelah pipi Aleen.
"Aw. Sakit", jerit Aleen dengan bibir mengerucut dan sebelah tangan mengusap pipinya sendiri.
"Apa terlalu keras? Berarti kamu sudah yakin kan kalau ini bukan mimpi?", ujar Dev dengan penuh perhatian.
Aleena menggelengkan kepala perlahan sebelum dia bicara
"Ya, ini bukan mimpi. Aku janji kalau aku akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Meskipun saat ini aku belum bisa membuka hatiku untukmu, tapi aku tetap tidak akan mengabaikan kewajibanku".
Aleena bicara dengan penuh tekad dan sikap serius.
"Tidak perlu terburu-buru. Kita jalani saja rumah tangga kita dengan baik". Dev bicara sambil mengusap lembut kepala Aleena
"Kita pulang sekarang. Ray, kerja bagus untuk hari ini"
Dev mengajak Aleena pulang kemudian berbalik dan bicara pada Ray.
"Hmn. Selamat untuk pernikahannya. Semoga pernikahan kalian langgeng".
Ray bicara dengan sikap yang santai, berbeda dengan sikapnya saat sedang bekerjan
"Terima kasih banyak".
Aleen menanggapi dengan senyum lembut. Mereka pun pulang kerumah masing-masing dengan mobil terpisah.
Aleen dan Dev tiba dirumah setelah menempuh perjalanan dari kantor catatan sipil.
"Kami pulang. Bi... !".
Aleen memanggil pembantunya begitu dia menginjakkan rumah.
"Kalian sudah pulang? Biar Bibi siapkan makanan"
"Terima kasih Bi"
Bibi pun langsung berbalik dan kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan.
"Sebaiknya kamu mandi dulu saja. Aku harus melakukan panggilan telepon terlebih dahulu".
Setelah Aleena menganggukkan kepala, Dev melangkahkan kaki menuju ruang kerja sedangkan Aleena berjalan menuju kamar.
Dia berjalan dengan sedikit melamun setelah mengingat pernikahannya.
Dia memintaku mandi lebih dulu. Ini adalah malam pertama kami sebagai suami istri, apa dia akan meminta itu? Apa yang harus aku lakukan jika dia memintanya? Haruskah aiu pura-pura tidur saja? Tapi tidak mungkin, kami kan sudah sah menjadi suami istri, aku tidak mungkin mengabaikan keinginannya. Lalu … bagaimana dengan bekas luka ditubuhku? Bukannya dia akan jijik saat melihatnya? Apakah dia akan kecewa padaku dan meninggalkanku? Bagaimana ini... ?Apa yang harus aku lakukan... ?"
Aleena tampak sangat frustasi dengan pikirannya sendiri. Dia mengacak rambutnya sambil menggelengkan kepala berkali-kali seperti orang gila.
Sementara itu Dev sedang menghubungi Ray di ruang kerjanya.
"Rau, aku tidak sempat bertanya padamu karena tadi ada Aleena. Bagaimana dengan perkembangan penyelidikanmu?".
Dev bertanya dengan serius sambil duduk bersandar dikursi kerjanya.
"Aku menempatkan mata-mata disekitar mereka. Dari informasi yang kudapat, pak Bastian masih berusaha mencari cara untuk menikahkan kakak ipar dengan Fandy Handoko"
Ray menjelaskan hasil penyelidikannya pada Dev.
"Apa? Apa dia gila? Dia masih ingin menikahkan Aleen meskipun tahu kalau sekarang Aleen menjalin hubungan denganku? Ray, kamu tidak boleh lengah. Cari tahu terus mengenai kelemahan mereka. Yang aku dengar Bastian sedang membutuhkan investasi tinggi untuk proyek pembangunan mall yang sedang dia tangani. Aku ingin kamu mencari seseorang untuk melakukan investasi bodong padanya. Setelah proyek itu mulai dibangun, buat investor palsunya menghilang perlahan. Dengan begitu dia akan mengganti uang yang harusnya digunakan oleh investor".
Dev menjelaskan dengan detil rencanya pada Ray melalui sambungan telepon..
"Aku mengerti. Tapi … bukankah ini terlalu mudah?"
Ray mengernyitkan dahi mendengar rencana Dev.
"Biarkan saja. ini akan jadi permulaan yang manis untuk mereka. Mereka harus membayar setiap tetes air mata yang dikeluarkan oleh istriku"
"Baik, aku mengerti"