Risma begitu syok ketika mengetahui bahwa suaminya yang bernama Radit yang selama beberapa tahun tinggal terpisah darinya karena dia dipindah kerjakan di luar kota ternyata telah menikah lagi di belakangnya. Hati Risma pun bertambah hancur ketika mengetahui bahwa selama sebelas tahun menikah dengan Radit dan mempunyai dua orang anak ternyata Radit tidak pernah mencintainya. Radit tidak bahagia hidup dengannya dan memilih untuk menikahi mantan kekasihnya di masa lalu. Lalu apakah Risma akan sanggup menghadapi pengkhianantan sang suami , dan apakah Risma bisa bertahan hidup bersama Radit setelah diduakan dan dia sadar bahwa cintanya yang begitu besar hanya bertepuk sebelah tangan...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Curiga
"Hore ayah pulang..." seru Sabila sambil berlari menghampiri sang ayah yang baru saja turun dari ojek on line. Lalu Sabila memeluk sang ayah.
Rafa pun tak mau kalah dengan sang adik, dia juga ikut menghampiri sang ayah memeluknya. Radit menciumi kepala Sabila dan Rafa.Risma yang berdiri di depan pintu pun tersenyum melihat kedekatan anak- anaknya dengan ayahnya. Radit menggandeng kedua anaknya masuk ke dalam rumah. Risma mencium punggung tangan Radit.
Radit dan anak- anak duduk di sofa ruang tengah. Sabila dan Rafa terlihat heboh menceritakan keseruan yang terjadi baik di sekolah maupun di rumah selama ayahnya tidak ada di rumah. Radit pun mendengarkan cerita anak- anaknya dengan antusias. Sementara Risma membuatkan kopi untuk sang suami.
"Kopinya mas...." ucap Risma sambil meletakkan secangkir kopi di atas meja.
"Iya..." tanpa melihat ke arah Risma, dia masih fokus bersama kedua anaknya.
Risma lalu ikut bergabung dengan suami dan anaknya. Tiba- tiba ponsel Radit berdering. Radit mengambil ponselnya di saku celana.
"Sebentar ya, ayah terima telpon dulu..." ucap Radit lalu pergi ke luar rumah untuk menerima telpon.
Setelah selesai menerima telpon, Radit kembali ke ruang tengah.
"Telpon dari siapa mas...?" tanya Risma.
"Dari...sekertarisku..." jawab Radit. Radit lalu meminum kopi buatan sang istri.
"Kenapa terima telponnya di luar...? Kenapa nggak di sini aja...?" tanya Risma.
"Ya... Nggak papa soalnya kan tadi aku ngomongin pekerjaan, jadi aku terima telponnya di depan biar nggak berisik..." jawab Radit.
"Berisik apa...? Di sini nggak berisik kok, justru yang berisik itu di luar, deket jalan banyak motor lewat..." sahut Risma.
"Memang kenapa sih, masa cuma gara- gara aku terima telpon di luar jadi masalah..." ucap Radit menjadi kesal pada Risma.
"Soalnya kamu nggak biasa seperti itu mas, kamu nggak lagi menyembunyikan sesuatu dari aku kan...?" tanya Risma.
"Menyembunyikan sesuatu apa maksud kamu...?" tanya Radit.
"Ya kali aja kamu tadi telponan sama cewek..." jawab Risma.
"Ya emang cewek dia, dia sekertaris aku. Kamu kenapa sih..? Kamu mencurigaiku...?" tanya Radit.
"Ya jelas aku curiga lah mas, kalau suami terima telpon tapi ngumpet- ngumpet begitu..." jawab Risma masih dengan santai.
"Jangan mikir aneh- aneh deh kamu Ris...." Radit terlihat makin kesal.
"Kenapa kamu marah...?" tanya Risma. Padahal dari tadi Risma bertanya pada Radit dengan santai tidak dengan emosi. Tapi malah Radit sendiri yang menjawab pertanyaan Risma dengan emosi.
"Kamu yang udah bikin aku marah, mencurigai aku kayak gitu, nggak jelas banget kamu ini..." jawab Radit.
"Ayah... Ibu... Kenapa ayah sama ibu jadi berantem...?" tanya Rafa.
Risma melirik pada Radit.
"Ayah sama ibu nggak berantem kok..." Radit mengusap kepala Rafa.
Mereka berempat lalu makan malam bersama. Risma pun menjadi pendiam, entah kenapa dia jadi kesal dengan Radit. Gelagatnya waktu dia menerima telpon terlihat gugup tidak seperti biasanya. Dan saat dia lebih memilih menerima telpon di luar rumah membuat Risma merasa curiga kalau sang suami sedang bertelpon dengan perempuan yang mempunyai hubungan lebih dari sekedar rekan kerja. Risma menjadi memikirkan kata - kata yang pernah diucapkan oleh Aryo jika suaminya punya simpanan.
Setelah selesai makan malam, Risma masuk ke dalam kamar. Radit kemudian menyusulnya.
"Apa sih maksud kamu ngomong kayak gitu di depan anak- anak Ris...? Mereka sudah besar, mereka tahu jika orang tuanya bertengkar...." tanya Radit sambil berdiri di depan Risma yang sedang duduk di kursi meja rias sambil memoleskan krim malam di wajahnya.
Risma lalu menoleh ke arah Radit dan menatap wajahnya.
"Memangnya siapa yang ngajak kamu bertengkar mas...? Tadi aku nanya baik- baik sama kamu, nanyanya juga santai aja nggak pakai ngegas, tapi kamunya yang tiba- tiba emosi...." jawab Risma.
"Pertanyaan kamu itu yang bikin aku emosi Ris. Kamu mencurigaiku nggak jelas kayak gitu..." sahut Radit.
"Ya udah mas aku minta maaf kalau pertanyaanku bikin kamu tersinggung..." ucap Risma.
Radit lalu menatap wajah Risma dengan ekspresi kesal. Lalu dia keluar dari kamar dan masuk ke kamar anak- anak.
"Aneh banget mas Radit ini, masa cuma gara- gara hal sepele aja sampai kesel banget kayak gitu..." gumam Risma.
Tiga puluh menit kemudian Risma lalu keluar dari kamar untuk melihat anak- anaknya apakah sudah tidur atau belum. Karena sejak tadi terdengar suara mereka yang sedang bercanda dengan sang ayah.
Pintu kamar mereka tertutup rapat, Risma memutar gagang pintu pelan- pelan dan membukanya. Terlihat di sana anak- anak sudah tidur pulas. Begitu juga dengan Radit. Dia tidur di tengah- tengah Rafa dan Sabila. Mereka bertiga saling berpelukan.
Risma tersenyum getir, dihatinya ada perasaan sedih tapi ada rasa bahagia juga. Sedih karena dia merasa tidak diinginkan oleh Radit. Padahal satu bulan mereka tidak bertemu, tapi Radit tidak menunjukkan rasa rindu padanya. Bahkan dia lebih memilih tidur bersama anak- anak dibandingkan tidur dengannya.
Tapi di sisi lain ada rasa bahagia karena anak- anak yang begitu merindukan sang ayah kini mereka bisa memeluk sosok yang mereka rindukan.
Risma lalu menutup kembali pintu kamar anak- anaknya. Dia lalu masuk ke kamarnya. Risma naik ke tempat tidur. Biasanya ketika Radit tidur di kamar anak- anak, Risma juga ikut tidur di sana tapi kali ini dia merasa aneh karena sikap Radit tadi. Dia pun memilih untuk tidur sendiri di kamarnya.
Tapi Risma tidak dapat tidur, sedangkan jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat. Risma lalu mengambil ponselnya. Iseng- iseng dia mengirim pesan pada sahabatnya yaitu Ririn.
"Rin, kamu sudah tidur...?" tanya Risma.
Tak lama Ririn membalas pesannya.
"Belum, aku lagi nungguin suamiku pulang kerja, dia biasa pulang jam sebelas. Aku nggak bisa tidur kalau dia belum sampi rumah. Kamu sendiri ngapain belum tidur...?" tanya Ririn.
"Aku lagi nggak bisa tidur Rin, makanya aku iseng kirim pesan sama kamu, eh ternyata kamu belum tidur juga..." jawab Risma.
"Kenapa...? Lagi kangen suami ya...? Lagian kamu mau aja LDR an sama suami, kalau aku sih nggak tahan deh, soalnya aku nggak bisa jauh- jauh dari suami, apa lagi kalau tidur nggak bareng dia, nggak bakalan bisa tidur...." sahut Ririn.
"Suamiku ada kok di rumah, baru pulang tadi sore...." ucap Risma.
"Kamu ini gimana sih, kalau suamimu ada di rumah ngapain kamu malah chet an sama aku, bukannya menghabiskan malam panjang sama suami di tempat tidur. Secara kan kamu satu bulan nggak ketemu suami. Emang suamimu nggak kangen apa...?'' tanya Ririn.
"Mas Radit tidur di kamar anak- anak..." jawab Risma.
"Hah...? Tidur di kamar anak- anak...? nggak tidur bareng kamu...? Trus kamu di mana sekarang...?"
"Aku di kamarku sendiri..."
"Lah gimana sih, kok bisa begitu, emangnya suamimu nggak kangen...? Apa kamu lagi datang bulan...?"
"Nggak, dia emang begitu Rin, kalau pulang di malam pertama suka tidur sama anak- anak. Malam keduanya baru tidur sama aku...."
"Berarti kamu sama suami cuma dikasih jatah sekali dalam sebulan...?"
"Iya, tapi kadang nggak sama sekali. Kayak pas pulang waktu itu, malam ke satu dia kecapekan karena baru perjalanan jauh dan malam berikutnya dia tidur di rumah Uminya..."
"Jadi kamu nggak dikasih jatah dong waktu itu...? "
"Ya nggak, jatahnya dirapel pas pulang bulan berikutnya..." jawab Risma.
"Kuat banget sih suamimu Ris...? Kalau suami aku mah nggak bisa kayak gitu Ris. Dia itu seminggu bisa tiga sampai empat kali minta jatah. Kalau aku pulang kampung, kan kita nggak ketemu tuh satu minggu. Pas aku balik, udah deh tiap malam dia minta terus sampai aku kecapekan. Itu cuma satu minggu lho aku tinggal, suamiku udah nelponin aku terus nyuruh aku pulang. Tapi kok suami kamu bisa tahan ya , satu bulan nggak ketemu istri. Pas pulang juga nggak langsung tidur sama kamu...."
"Jadi menurut kamu sikap suamiku itu nggak wajar Rin...?"
"Maaf ya Ris, kalau menurut aku sih jelas nggak wajar. Tapi mungkin memang ada laki- laki yang tipe seperti itu kali Ris di luar sana. Tapi kalau suami aku mah orangnya nggak tahanan sih kalau soal hubungan suami istri. Kalau pas aku datang bulan saja dia nanya mulu kapan selesainya...." jawab Ririn.
"Kalau menurutmu sikap suamiku yang seperti itu karena apa ya Rin...?" tanya Risma.
"Aku tanya dulu nih, suamimu bersikap kayak gitu sejak kapan...?" Ririn balik bertanya.
"Sejak pertama nikah dia memang seperti itu sih Rin, dia jarang menyentuh aku. Waktu malam pertama juga dia nggak langsung menyentuh aku. Baru di malam ketujuh kita melakukan hubungan suami istri...." jawab Risma.
"Hah...? Kok bisa...?"
"Dia sakit Rin..." jawab Risma.
"Sakit apa...?"
"Ya nggak tahu, dia cuma bilang nggak enak badan, dia terlihat diam nggak banyak ngomong, dia mau ngomong kalau aku yang tanya lebih dulu. Itu pun jawabnya singkat- singkat saja..."
"Dan sampai sekarang pun seperti itu Rin, dia nggak banyak ngomong sama aku. Tapi kalau sama anak- anak dia banyak ngomong, suka bercanda, ketawa- tawa. Kalau sama aku nggak..." sambung Risma.
"Kok aneh sih...? Dulu kamu pacaran berapa lama sih sama dia...?" tanya Ririn.
"Kami nggak pacaran Rin. Tapi dijodohkan orang tua..." jawab Risma.
"Oalah... Tapi kamu cinta sama suamimu...?"
"Ya cinta lah Rin, kalau nggak cinta mana mungkin aku mau menikah sama mas Radit. Aku bahkan jatuh cinta sama mas Radit saat baru pertama kali aku melihat dia. Saat pertama kali Abahnya mas Radit datang ke rumah orang tuaku untuk mengenalkan aku sama mas Radit..." jawab Risma.
"Kalau mas Radit sendiri cinta nggak sama kamu Ris...? Maksudku gini, pernah nggak Radit menyatakan cinta sama kamu...?" tanya Risma.
"Kalau menyatakan cinta sih dia nggak pernah Rin..." jawab Risma.
"Nggak pernah sekalipun...? Selama menikah nggak pernah menyatakan cinta sama kamu Ris...?" tanya Ririn.
"Dia itu kan orang cuek dan dingin Rin. Tapi dia baik kok, apapun yang aku minta selalu dia kasih...." jawab Risma.
"Oh gitu ya..." sahut Ririn.
"Kenapa Rin...?"
"Nggak, kalau menurut aku sih, ada dua kemungkinan Ris kenapa suamimu bersikap seperti itu..."
"Kenapa tuh...?"
"Tapi kamu jangan marah ya, ini hanya dugaanku saja, tapi semoga sih dugaanku ini nggak bener ya Ris. Dan kamu janji nggak marah sama aku Ris..." ucap Ririn merasa tidak enak yang akan dia katakan kepada Risma melalui aplikasi pesan.
"Iya, aku nggak marah kok, udah katakan saja kamu mau ngomong apa, aku lagi butuh masukan dari kamu..." sahut Risma.
"Kalau dari cerita kamu dari pertama kalian menikah sih ,menurut aku suamimu itu nggak cinta sama kamu Ris. Dan yang ke dua, suamimu itu punya wanita lain. Maaf banget Ris..maaf ya... Semoga dugaan saya ini benar- benar salah ya Ris..."
"Nggak papa Rin, makasih ya , makasih untuk obrolannya malam ini. Udah dulu ya Rin..."
"Iya Ris, sama- sama..."
Risma lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Air mata Risma mengalir, dadanya terasa begitu sesak, membaca pesan yang dikirimkan oleh sahabatanya tadi yang mengatakan bahwa ada dua kemungkinan bahwa suaminya tidak mencintainya atau ada perempuan lain di hatinya.
Ingatan Risma pun kembali ke beberapa tahun lalu saat dia dan Radit masih menjadi pengantin baru. Iya, Risma ingat sekali, Radit jarang menyentuh Risma. Risma sering mendengar dari teman- temannya ketika menjadi pengantin baru mereka bisa setiap hari melakukan hubungan suami istri. Bahkan setiap hari mereka bisa melakukannya lebih dari satu kali. Tapi tidak dengan Risma dan Radit.Paling sering saja mereka melakukannya seminggu dua kali itu pun Risma yang memintanya lebih dulu ketika Radit libur kerja.
Tapi Risma tetap menerimanya karena Risma kasihan pada Radit yang tiap hari capek pulang kerja, karena saat itu Radit bekerja di perusahaan yang jaraknya dua jam perjalanan dari rumah. Dia harus pergi pagi pulang malam karena di jalan macet. Sampai rumah pasti sudah capek sehingga tidak ada waktu buat melakukan hubungan suami istri.
Dan ketika dua bulan setelah menikah Risma dinyatakan hamil, sikap Radit terlihat biasa- biasa saja, bahkan terbilang datar, tanpa ada raut kebahagiaan di wajahnya. Dan saat itu pun Risma tetap tidak curiga ataupun semacamnya, karena menurut Risma , Radit memang tipe orang pendiam.
Dan ketika umur Rafa satu tahun setengah tahun, Risma dinyatakan hamil lagi, karena dia lupa tidak menggunakan KB. Dan di saat itulah Radit menyalahkan Risma. Dia mengatakan kalau Risma ceroboh karena tidak menggunakan KB.Menurut Radit, Rafa masih terlalu kecil untuk mempunyai adik.
Risma pun merasa bersalah pada Radit. Dia minta maaf pada Radit karena telah ceroboh tidak memasang KB. Dan dua kali Risma melahirkan di rumah sakit Radit sama sekali tidak ada di samping Risma karena sedang berada di kantor. Dia kembali ketika Risma sudah melahirkan. Risma pun tetap memaklumi sikap Radit karena dia tahu Radit sibuk.
"Apa benar yang dikatakan oleh Ririn kalau mas Radit tidak mencintaiku...? Jadi selama ini aku tidak menyadari akan hal itu...? Apa karena saking besarnya rasa cinta aku pada mas Radit hingga aku tak menyadari kalau mas Radit sebenarnya tidak mencintaiku...?" ucap Risma dalam hati.
Bersambung...