Joe William. Adalah seorang Tuan muda yang dipersiapkan untuk menjadi seorang calon penguasa di keluarga William.
Terlahir dari pasangan Jerry William dan Clara Drako, Joe ini memiliki garis keturunan Konglomerat dari keluarga sebelah Ayahnya, dan penguasa salah satu organisasi dunia bawah tanah dari kakek sebelah ibunya.
Ketika orang tuanya ingin mendidiknya dan ingin memanjakan Joe William dengan sutra dan emas, tiba-tiba seorang lelaki tua bernama Kakek Malik yang dulunya adalah orang yang membesarkan serta merawat sang ibu yaitu Clara, datang meminta Joe William yang ketika itu baru berumur satu tahun dengan niat ingin mendidik calon Pewaris tunggal ini.
Tidak ada alasan bagi Jerry William serta Clara untuk menolak.
Dengan berat hati, mereka pun merelakan putra semata wayangnya itu dibawa oleh Kakek Malik untuk di didik dan berjanji akan mengembalikan sang putra kelak jika sudah berusia tujuh belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepedasan
Becak motor yang membawa seorang pemuda belia itu tampak mogok di pinggir jalan.
Karena merasa kasihan, pemuda belia itu membantu mendorong becak tersebut menuju bengkel yang terdekat.
Baju putihnya sudah berubah sedikit kecoklatan karena terus basah oleh keringat.
Tampak beberapa siswa yang lain sedang menertawakan pemuda yang mendorong becak tersebut.
***
Kembali dari sekolah, Joe yang tidak memiliki kendaraan terpaksa harus pulang ke Kuala Nipah dengan cara menumpangi becak motor.
Setiap hari dia harus mengeluarkan uang dua puluh lima ribu rupiah untuk pulang pergi dengan becak motor yang menjadi langganannya itu dan tidak terkecuali hari ini.
Namun apa mau di kata?! Hari ini nasibnya kurang mujur. Karena becak motor yang selalu menjadi langganannya itu mogok di luar gerbang sekolah.
Karena kasihan, dia pun ikut-ikutan membantu mendorong becak motor tersebut. Hal ini lah yang membuat dia menjadi buah bibir para siswa yang lain.
"Lihat itu. Dasar bule kismin. Jauh-jauh datang dari luar negri, hanya untuk jadi pendorong becak." Kata mereka berbisik.
"Hus... Tidak baik begitu. Tadi kau melirik-lirik ke arahnya sampai juling. Sekarang kau menghina. Gimana sih?"
"Heleh. Kau juga sama kan?"
"Eh Lia. Aku tidak menghina ya. Kamu itu."
Seorang siswa lelaki tampak menghampiri anak yang menjadi perdebatan kedua gadis tadi lalu bertanya.
"Butuh bantuan Joe?"
Yang di tegur langsung menoleh lalu menjawab.
"Udin. Ah tidak perlu Din. Aku khawatir jika nanti pakaian yang Anda pakai akan terlihat kotor." Jawab anak yang dipanggil dengan sebutan Joe itu.
"Gak apa-apa. Kamu tenang saja. Ayo aku bantu." Kata Udin.
Lalu mereka berdua pun langsung membantu pak sopir itu mendorong becak nya.
"Udin. Apakah anda lapar? Jika anda lapar, saya akan dengan sangat senang hati untuk mengajak anda makan bersama." Kata Joe.
"Hahaha... Bahasa mu kaku sekali Joe."
"Iya aku lapar. Tapi kamu punya uang gak?" Tanya Udin.
"Ya saya ada. Anda jangan khawatir." Kata Joe sambil mengeluarkan beberapa lembar uang seratus Dollar dengan gambar lelaki gondrong botak di depan.
"Apakah ini laku?" Tanya Joe dengan wajah penuh pertanyaan.
"Gila lu Ndro. Banyak banget uang mu. Asem dah. Satu ini aja cukup Joe. Nanti kita cari toko emas. Kita tukar di sana." Kata Udin dengan mata terbelalak melihat beberapa lembar uang seratus Dollar Amerika itu.
"Ambil satu ini saja Joe. Yang lain kamu simpan lagi." Kata Udin.
"Bapak sopir. Apakah anda ingin makan sesuatu? Nanti saya akan membawa beberapa untuk anda."
Pak sopir itu hanya tersenyum malu-malu saja.
Ini karena dia tidak dimarah oleh Joe saja sudah sangat bersyukur.
"Iya nak. Makan apa saja asal halal bapak akan terima." Kata supir becak itu.
"Halal?"
"Bapak itu Muslim Joe. Sudah jangan di bahas. Ayo kita cari toko emas. Lalu kita tukar uang ini."
"Mari silahkan." Kata Joe.
Setelah menukar selembar uang kertas itu, mereka pun lalu masuk ke sebuah warung lalu duduk di sana.
"Aku boleh makan apa saja kan Joe?" Tanya Udin.
"Ya. Silahkan. Saya tidak keberatan." Jawab Joe.
"Din. Anda boleh memanggil dua gadis yang berdiri di dekat pagar sana itu. Saya akan mengantarkan makanan untuk bapak sopir becak itu." Kata Joe lagi lalu bergegas menuju ke bengkel.
"Lia... Putri..., Sini!" Panggil Udin dengan melambaikan tangannya.
Awalnya gadis itu ragu-ragu. Tapi setelah melihat kesungguhan Udi, mereka berdua pun akhirnya menyebrangi jalan lalu berjalan beriringan menuju warung tersebut.
"Tumben kamu punya uang Din?" Tanya Putri.
"Bukan uang ku. Ini uang anak baru itu." Jawab Udin dengan jujur.
"Ha? Punya uang dia?" Tanya Lia.
"Itu lah kau Lia. Kau menilai orang dari penampilan. Eh. Tapi tidak juga kok. Penampilan anak baru itu kan keren. Coba kau lihat sepatu yang dia pakai. Itu merek Nike kan? Jika di banding dengan sepatu mu, maka harganya satu banding sepuluh." Kata Udin membuat wajah Lia bersemu merah.
"Kau yakin Dia sanggup membayar jika kami makan di sini?" Tanya Putri sedikit ragu.
"Aku bukannya mau sombong. Uangnya juga bukan milikku. Tapi jujur saja. Untuk membeli warung ini pun aku rasa uang nya akan sisa banyak." Jawab Udin.
Ini karena dia sudah melihat segepok uang seratusan Dollar yang ada di tangan Joe tadi.
Tak lama setelah itu, Joe pun kembali dari bengkel lalu mempersilahkan mereka untuk duduk.
"Mari Nona Lia dan anda Nona Putri. Silahkan duduk!" Kata Joe dengan senyuman manis yang membuat kedua gadis itu saling sikut.
Melihat kedua gadis itu masih berdiri dengan ekspresi wajah yang penuh dengan keraguan, Joe pun kembali berdiri Lalu menarik dua kursi kemudian kembali mempersilahkan kedua gadis itu untuk duduk.
"Tampaknya kau harus menelan perkataan mu tadi Lia." Kata Putri sambil berbisik ke telinga Lia.
Putri pun dengan senyum termanis yang dia miliki akhirnya menerima juga ajakan Joe tadi lalu duduk di kursi berhadap-hadapan dengan Udin.
"Apakah anda betah hanya berdiri saja Nona Lia? Jika anda tidak mau duduk bersama kami, maka anda boleh memesan untuk di bungkus." Kata Joe pula.
Lia sedikit tergagap lalu dengan menekan perasaannya, dia pun duduk di kursi berdampingan dengan Putri.
Mereka berempat kini bersama-sama menikmati hidangan itu.
Berhubung karena makanan itu sedikit pedas, maka ekspresi Joe terlihat sangat lucu dengan bibir yang termonyong-monyong dan berubah warna kemerahan.
Keringat terus mengalir membasahi keningnya.
"Ada apa dengan mu Joe. Kau tidak tahan pedas ya?" Tanya Udin.
"Makanan apa ini nanya Din? Rasanya sungguh aneh." Tanya Joe dengan sangat menyedihkan.
"Ini tuh namanya rujak pecel. Kamu sih mau-maunya ditanya pedas pake ngangguk segala. Rasain tuh derita mu." Kata Udin.
"Air Din. Saya sangat kepanasan. Tolong pintakan saya air!" Kata Joe.
"Modar nih bule nyasar. Bakalan m3ncret nih anak." Kata Putri sambil menahan tawa.
"Mengapa tidak kau habiskan makanan mu Joe?" Tanya Udin.
"Maaf Din. Bukankah saya tidak menghargai makanan saya. Akan tetapi, saya sudah tidak tahan. Rasanya seperti menelan air yang baru mendidih." Kata Joe sambil terus minum.
"Kasihan anak bule." Kata Putri.
Lalu mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak melihat penderitaan Joe.
"Selamat datang di Indonesia Joe!. Jika kau tidak kuat makan pedas, kau akan menderita di sini." Kata mereka sambil merentangkan tangannya.
"Ya. Akan belajar. Saya akan belajar makan makanan yang pedas." Kata Joe masih dengan ekspresi wajah yang lucu.
Kini sopir becak itu telah tiba di warung tempat Joe makan.
Setelah membayar kepada pemilik warung, Joe pun berpamitan kepada ketiga sahabat baru nya itu untuk segera pulang ke Kuala Nipah.
"Mari pak. Cepat sedikit. Perut saya terasa sangat sakit." Kata Joe buru-buru duduk di kursi becak tersebut.
Sang supir hanya mengangguk saja sambil tersenyum. Lalu mereka pun berangkat meninggalkan Udin, Lia dan Putri yang terus saja menatap lucu ke arah Joe yang sudah berlalu pergi.
Klo ini unik semakin dewasa semakin waras😁