Joe William
Anak ini tidak biasa.
Aku akan mendidiknya di tempat pengasingan ku.
Kelak agar dia tau, seperti apa rasanya menjadi orang miskin yang terhina. Agar dia tau, bagaimana rasanya menjadi orang yang tertindas. Agar dia dapat merasakan jeritan hati orang-orang yang teraniaya.
Anak ini berbeda.
Andai dia dimanjakan dengan sutra dan emas, maka dia akan tumbuh menjadi seorang yang memiliki kekuasaan namun suka menindas orang yang lemah. Jika hal itu sudah terjadi, maka apa guna lagi untuk menyesali.
Anak ini lain.
Sebagai calon pewaris tunggal dari kekayaan yang berlimpah, maka dia harus di didik dengan benar. Karena sebagai orang yang akan menerima suatu beban di pundaknya, sudah sepantasnya harus memiliki pondasi yang kokoh. Jika tidak, dia akan ambruk dan runtuh.
Sudah banyak terjadi di sekitar kita di mana seorang anak yang tumbuh dalam kemewahan dan dimanja dengan kekayaan akan cenderung kurang peka terhadap orang di sekitarnya. Dia akan tumbuh dengan kepribadian yang akan merasa masa bodoh dengan orang-orang disekelilingnya. Memiliki keegoisan yang tinggi. Tidak mau mengalah dan kurang berimbang rasa.
Aku akan mendidik anak ini dengan kekerasan, kemiskinan, selalu tertindas, dan mengalami banyak penghinaan. Agar kelak ketika mendapat pujian dia tidak akan terbang dan tidak akan tumbang ketika mendapat hinaan.
...Malik Arvan....
...Bab 01...
...***...
...Mountain slope....
Seorang anak kecil berusia sekitar tujuh tahun tampak sedang giat berlatih.
Sesekali matanya melirik ke arah lelaki tua dengan rambut penuh uban dan tidak sehelai pun tersisa warna hitam pada rambut tersebut.
Begitu melihat lelaki tua itu lengah, anak kecil yang berusia tujuh tahun itu segera menyelinap di balik pohon pisang lalu lari terbirit-birit menuju ke perkampungan.
"Huh... Untung aku cepat lari. Jika tidak, bisa seharian aku di paksa latihan terus." Kata anak kecil itu dalam hati.
Dia terus saja berlari menjauhi gubuk reyot yang menjadi tempat tinggalnya bersama dengan seorang lelaki tua itu.
Baru saja dia tiba di sebuah tikungan, alangkah terkejutnya anak itu ketika melihat kakek nya sudah berada di antara tiga persimpangan sambil duduk ongkang-ongkang di atas sebuah tuju batu yang tidak terlalu tinggi.
"Mau kemana kau lari hah? Kau ini sama saja dengan ayah mu. Pintar mengakali orang tua. Pulang sekarang atau kau akan aku hukum dengan tidak memberimu makan malam ini." Ancam lelaki tua itu.
"Joe cape kek. Seharian di suruh latihan terus." Kata Anak kecil itu memelas.
"Jika tidak latihan, mau jadi apa kau besar nanti? Apakah mau ditindas oleh orang lain?" Tanya lelaki tua itu.
"Tidak kek."
"Kalau tidak mau ditindas, kau harus latihan. Ini baik untuk bekal mu setelah dewasa nanti." Kata lelaki tua itu.
Anak kecil yang menyebut dirinya Joe itu mau tak mau hanya menurut saja.
"Yah latihan lagi. Bosan." Katanya dalam hati.
Kedua orang kakek dan cucu itu kini berjalan bergandengan tangan. Tampak dari sorot mata anak itu bahwa dia sangat tertekan.
"Joe. Besok kau boleh main-main dengan teman mu. Tapi kau harus latihan yang benar hari ini. Bagaimana?" Tanya lelaki tua itu.
"Benar ya kek?!"
"Kapan aku pernah berbohong kepada mu hah? Dasar anak bandel."
"Hehehe... Aku percaya sama kakek." Kata anak kecil itu sambil menoel hidungnya.
"Kek. Kapan ayah dan ibu akan mengunjungi ku?" Tanya Joe sambil terus mengikuti jejak kakeknya itu.
"Ayah mu sedang sibuk bekerja. Untuk masa depan mu. Lagi pula, kakek sengaja melarang mereka untuk datang setiap bulan. Jatah mereka berkunjung adalah setiap enam bulan. Jika mereka terus berada di sini setiap bulan, kau akan manja dan selalu mengandalkan orang tua mu. Makanya kau tidak boleh mengandalkan orang lain. Karena orang akan pergi. Asah sendiri kemampuan mu. Karena hanya dirimu yang akan benar-benar ada untuk dirimu."
"Pusing kepala Joe kalau mendengar kakek berceramah seperti ini." Kata Joe melepaskan tangannya dari pegangan lelaki tua itu lalu menoel hidungnya seperti Bruce Lee.
"Joe. Akhir-akhir ini kakek selalu melihat kau menoel hidung mu. Ada apa?" Tanya kakek itu.
"Kemarin pulang dari sekolah, aku singgah di rumah sahabat ku untuk menonton televisi. Lalu aku melihat jagoan di film itu menoel hidungnya. Dia sangat hebat kek. Semua musuhnya di babat habis. Lalu setelah itu dia seperti ini kek." Kata Joe sambil menoel hidungnya membuat lelaki tua itu menjadi tertawa.
"Kau juga bisa seperti itu. Tapi harus rajin latihan." Kata Kakek nya itu.
"Benar ya kek?"
"Iya benar. Hasil tidak akan mengkhianati usaha." Kata lelaki tua itu lagi.
*********
Cucu dan Kakek itu kini telah berdiri berhadap-hadapan di samping gubuk sambil sang kakek memegang sebatang rotan tang panjangnya sekitar empat jengkal orang dewasa.
"Nah Joe, coba kau praktekkan apa yang kakek uyut ajarkan kepada mu tadi!" Kata lelaki tua itu memberi perintah.
Mendengar ini, Joe si bocah cilik yang bandel itu langsung menarik kaki kirinya ke belakang, mengepalkan tinjunya lalu mensejajarkan tinju tersebut sejajar dengan pinggang.
"Satu!"
"Hait...!"
"Dua!"
"Hiaaaat...!"
"Tiga!"
"Ciaaaat!"
Tok..!
"Aduh kek. Salah lagi kah?" Tanya anak kecil itu sambil menggosok keningnya.
"Bukan salah lagi. Tapi selalu salah!" Kata orang tua itu dengan mata melotot.
"Sekali lagi kek?!" Tanya Joe.
"Ayo sekali lagi! Dengar dan lakukan!"
"Satu!"
"Hait...!"
"Dua!"
"Hiaaat...!"
"Tiga!"
"Jangan pukul lagi atau aku akan lari dari gubuk ini." Kata Joe mengancam.
"Dasar anak bandel. Jika kau pergi, jangan kembali lagi! Atau akan aku antar kau ke Starhill biar jadi anak manja sekalian yang tidak tau apa-apa. Jangan harap kau bisa seperti Bruce Lee jika latihan saja malas. Tau mu hanya meniru toel-toel hidung mu itu saja. Tapi kemampuan mu nol besar."
"Hehehe... Siapa bilang kemampuan ku nol besar. Aku bisa berlari secepat kilat." Kata Joe tak mau kalah.
"Coba praktekkan!" Kata lelaki tua itu memberi tantangan.
"Lihat ya kek ya!"
"Juruuuus... Langkah seribu...!" Kata Joe lalu lari lintang pukang menuju perkampungan.
"Joe... Kau menipu ku ya? Dasar anak bandel. Kembali kau Joe....!!!" Teriak lelaki tua itu sambil mengejar ke arah anak kecil yang melarikan diri itu.
"Anak ini tidak biasa. Dia benar-benar sangat mirip dengan ayah nya. Dasar anak bandel." Rutuk lelaki tua itu dalam hati.
Sementara itu, Joe yang terus melarikan diri telah tiba di perkampungan mountain slope yang berjarak sekitar lima ratus meter dari gubuk yang dia tempati bersama kakeknya.
Baru saja dia akan menemui sahabatnya yang bernama Harvey, tiba-tiba dia di cegat oleh beberapa anak kecil yang sebaya dengannya.
Melihat hal ini, Joe ingin mencari jalan memutar. Tapi kepalang tanggung karena dia sudah tidak bisa menghindar lagi.
"Hey anak hutan. Mau kemana kau?" Tanya salah satu dari ketiga bocah itu.
"Aku ingin ke rumah Harvey. Ada apa Charles?" Tanya Joe.
"Kau tidak boleh kemana-mana. Anak orang hutan seperti dirimu lebih baik jangan bergaul dengan orang kampung sini." Kata Charles sambil menjelirkan lidah nya.
"Apa hak mu melarang ku? Ini bukan kampung mu sendiri. Mentang-mentang gubuk ku terpisah, kau langsung seenaknya saja mengatakan aku anak hutan."
"Memang kau adalah anak orang hutan." Kata seorang lagi. Lalu mereka tertawa.
"Hahaha.."
"Kau jangan keterlaluan Milner!" Bentak Joe dengan kemarahan.
"Memang benar kan? Lalu kau mau apa?" Tanya Milner sambil maju mendekat.
"Aku ingin ke rumah Harvey. Tidak punya waktu untuk melayani kalian." Kata Joe lalu segera berlalu.
Namun sebelum dia berlalu, salah seorang dari mereka yang bernama Jimbo langsung menarik jabrik rambut Joe membuat anak itu mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Kau jangan mencari masalah dengan ku Jimbo!" Ancam Joe memberi peringatan.
"Hahaha. Ayo teman-teman! Kita usir anak hutan ini dari sini." Kata Charles.
"Sial sekali kalian ini!"
Bugh...!
"Akh... Kau?!"
"Dia memukul ku. Ayo kita hajar dia!" Kata Jimbo.
Mereka bertiga lalu mengelilingi Joe yang mulai memasang kuda-kuda dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
"Seraaang!" Kata Milner mengomandoi dua sahabatnya yang lain.
Mereka bertiga lalu menyerang ke arah Joe membuat anak itu sangat kerepotan menghadapi serangan dari ketiga lawannya ini.
Pukul memukul pun terjadi di mana Joe sering kecolongan pukulan.
Hampir setengah jam Joe berjibaku menghadapi serangan dari ketiga lawannya hingga akhirnya dia pun keok juga.
Jimbo, yang memiliki tubuh tambun dan lebih besar dari yang lainnya berhasil memeluk tubuh Joe dari belakang. Dan hal ini memudahkan Charles dan Milner memukuli anak itu dengan leluasa.
Puas memukuli Joe yang sudah jatuh di tanah berpasir itu, mereka lalu berdiri di depan Joe dan tertawa bersama.
"Sudah aku katakan bahwa kau tidak boleh memiliki sahabat di kampung ini. Awas jika kau datang lagi. Kami akan kembali menghajar mu."
Huh...
Bugh...!
"Argh..."
Sebelum mereka bertiga berlaku, mereka masih sempat menendang tubuh Joe yang saat itu berusaha untuk bangkit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
Ita Xiaomi
Jurus melarikan diri😁
2024-10-20
0
Cahaya Sidrap
up
2024-05-10
3
Ucu Borneo.
nice...
2024-03-01
1