Novel Ini adalah Seasons Kedua Dari Novel Cerai Yuk.
🌹🌹🌹
SINOPSIS
Ditinggal meninggal oleh istri yang sangat ia cintai, membuat dunia seorang Raditya Gunawan, bapak dengan tiga orang anak tersebut, runtuh seketika.
Dia seperti tak memiliki tujuan hidup lagi. Bahkan dirinya tidak mau menikah lagi. Alasan dia bertahan sampai dengan saat ini hanyalah anak-anaknya.
Namun sepertinya prinsip itu mulai tergoyahkan. Saat tanpa sengaja, dia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki paras yang begitu mirip dengan mendiang istrinya, Kalista Vionita (Lilis)
Tetapi meski wajah mereka sangat identik, karakter keduanya sangat berbeda. Membuat Raditya begitu sulit untuk menaklukkan pribadi perempuan yang bernama Melisa Indah Permata itu.
"Harus berapa kali gue bilang. Jangan panggil gue dengan nama Lis, gue nggak suka. Tapi panggil gue dengan nama Melisa.. atau Mel.." - Melisa
"Tapi aku suka panggil kamu dengan nama Lis... atau Lilis.. "- Raditya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lv Edelweiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SALAH PAHAM
Play : Lyodra - EGO
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Radit berdiri seraya melihat Melisa. Membuat jantung Melisa berdegup kencang. Melisa berdiri mematung di tempatnya. Dia takut sekali melihat sorot mata suaminya itu.Yang tampak seperti serigala yang siap memakan mangsanya bulat-bulat.
"Masuk, saya mau bicara." ucap Radit dengan ekspresi wajah datar. Radit langsung berbalik dan hendak melangkah masuk ke dalam rumah.
"Mau bicara apa? Di sini aja. Aku capek, mau tidur." ucap Melisa, yang membuat langkah kaki sang manager berhenti.
Radit menoleh ke arah Melisa. Kemudian kembali melihat ke depan. Dia menarik napas seraya menengadahkan kepalanya ke atas. Namun kemudian dia masuk ke dalam rumah, tanpa memperdulikan perkataan Melisa. Membuat Melisa membuang napas kasar.
Melisa juga melangkah masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan melihat Radit masuk ke dalam kamar. Melisa lalu membuka sepatunya kemudian berjalan menyusul suaminya itu. Masuk ke dalam kamar Radit.
"Tutup pintunya." perintah Radit pada Melisa.
"Bicara aja langsung, kenapa sih?"
"AKU BILANG TUTUP PINTUNYA." Radit membentak Melisa.
"MAS NGEBENTAK AKU?" tanya Melisa sama kerasnya. Dia terkejut luar biasa melihat Radit membentak dirinya.
Radit lalu mendorong pintu kamarnya dengan kuat sehingga menimbulkan bunyi yang begitu keras. Melisa sampai menutup kedua matanya saking shock-nya.
Melisa tidak menyangka jika Radit bisa semarah itu hanya karena dia jalan dengan Kei. Sebenarnya apa yang salah sih? Melisa tidak mengerti. Kalau pun di kaji ulang lagi, toh status dirinya hanyalah istri kontrak. Lantas kenapa Radit bersikap seolah dia adalah istri sebenarnya si duda anak tiga tersebut. Melisa pening.
"Hei, Lo kenapa sih? Marah-marah kagak jelas." Melisa benar-benar kesal di buat Radit. Sampai-sampai bahasa Lo Gue-nya muncul lagi.
"Kamu yang apa-apaan. Jalan sama cowok sampai larut malam. Kamu ini murah atau apa?" ucap Radit yang membuat mata Melisa membelalak saking terkejutnya.
"Apa kamu bilang mas? Murahan? Kamu ngehina aku?" Melisa semakin naik tensinya dibuat Radit.
"Iya, murahan. Apa lagi sebutannya untuk seorang perempuan yang udah bersuami, tapi masih jalan sama cowok lain, selain murahan?" Radit kembali mempertegas kalimatnya.
Melisa menatap Radit sesaat. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya, aku emang murahan kayak yang mas bilang. Makanya mas bisa cium aku, terus mas pergi gitu aja, KAYAK MAS NINGGALIN PELACUR DIKAMAR HOTEL!" teriak Melisa kesal.
"Aku nggak pernah nganggap kamu kayak gitu Lis. Kamu selalu berpikiran negatif."
"Kamu yang berpikir negatif sama aku mas. Aku ini perempuan, bisa-bisanya kamu ngatain aku serendah itu? Kamu sadar nggak sih, kita ini bukan suami istri. Kita ini cuma sedang menjalani peran sebagai orangtua. Jadi kamu nggak bisa mengekang aku mas. Aku.....bukan istri mu." ucap Melisa dengan nada tegas.
Radit terdiam mendengar kata-kata Melisa. Dia kehabisan kalimat dalam membantah Melisa. Sebab apa yang Melisa katakan memang benar adanya.
"Mulai hari ini, kita kembali ke isi kontrak saja. Tidak perlu ikut campur dalam privasi masing-masing. Aku akan menjalankan tugas ku sebagai ibu, dan mas hanya sebatas bapak dari anak-anak yang aku asuh." Melisa lalu membuka pintu kamar Radit dan berlalu keluar.
Radit masih diam dan hanya melihat Melisa pergi meninggalkan dirinya. Tangannya tiba-tiba saja mengepal erat. Seperti ada sesuatu yang tengah ia coba untuk ditahan. Sesuatu yang membuat dada sang duda sakit luar biasa.
Apa aku sudah keterlaluan tadi? - Raditya
Melisa masuk ke dalam kamarnya. Dia langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Melisa menangis tersedu-sedu. Tidak pernah ada orang yang membuat dia sesedih itu. Namun orang yang bergelar sebagai suaminya, tega menyakiti hatinya sebegitu dalamnya.
Kalau gue tahu akan seperti ini pada akhirnya, gue nggak akan pernah mau nikah sama lo Raditya Gunawan... Gue benci banget sama Lo. Benciii.... - Melisa
Saat Melisa sedang larut dalam sedihnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara Sus Laras mengetuk-ngetuk pintu.
"BU... BU...." ucap wanita usia 40 tahunan tersebut.
Melisa segera bangun dan mengusap air matanya. Dia pun langsung membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Sus?" tanya Melisa. Dia melihat Sus Laras sudah berdiri di depan pintu kamar Radit. Sesaat kemudian pintu kamar itu pun terbuka.
"Ada apa Sus?" tanya Radit.
"Ini... Demian. Badannya tiba-tiba saja panas." ucap Sus Laras dengan raut wajah cemas.
Melisa segera berlari menghampiri Sus Laras. Dia memegang kepala Demian yang tampak lesu.
"Astaghfirullah... panas banget. Kita harus bawa dia ke rumah sakit sekarang. Sus siap kan perlengkapan Demian ya. Susu, pempes dan baju ganti. Semua yang diperlukan ya? Masukin dalam tas bayinya ya Sus." perintah Melisa. Dia lalu mengambil Demian dari tangan Sus Laras.
"Baik bu.." Sus Laras langsung berlari ke kamar anak-anak. Dia mempersiapkan semua yang Melisa minta. Dan setelah semua masuk ke dalam tas, Sus Laras pun segera keluar dari dalam kamar.
Radit memegang kepala Demian dengan perasaan khawatir.
"Apa dia demam Lis?" tanya Radit.
"Aku nggak tau mas.." jawab Melisa dengan raut wajah cemas. Mereka berbicara seolah masalah antara mereka tadi, tidak pernah terjadi.
"Ayo.." Radit menjinjing tas bayi Demian dan segera mengambil kunci mobil.
"Sus, titip Kinan dan Kaila ya. Kalau ada apa-apa, kabari saya ya?" pesan Melisa.
"Baik Bu..."
Melisa dan Radit pun keluar dan langsung masuk ke dalam mobil. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Melisa dan Radit harus ke rumah sakit karena suhu badan Demian benar-benar tinggi.
Sepanjang jalan ke rumah sakit, Melisa terus melihat Demian. Dia terus saja memegang tangan bayi mungil itu dengan sesekali menciumnya.
"Sabar ya jagoan Bunda? Sebentar lagi kita bakalan sampai, ya? Kamu harus sembuh ya? Nanti kita main bola lagi.." tanpa Melisa sadari air matanya jatuh begitu saja.
"Bunda sayang banget sama Demian..." Melisa kembali teringat bagaimana awal pertama dia menidurkan Demian. Penuh dengan perjuangan. Dia yang tidak pernah menjadi ibu, langsung di beri tiga orang anak bahkan yang masih bayi, sungguh melelahkan.
Lalu saat Melisa mengajari Demian berjalan. Demian melangkah tertatih-tatih ke arah Melisa yang sudah merentangkan tangannya menunggu jagoannya itu sampai. Dan begitu Demian berhasil melangkah, Melisa adalah orang pertama yang sangat bahagia. Dia langsung memeluk Demian dan memutarnya di udara. Jadi bisa di bilang, jika kasih Melisa tak berbeda dari kasih sayang ibu kandungnya sendiri.
"Lis...Udah ya. Jangan nangis lagi. Demam kayak gini biasa terjadi pada bayi yang sedang dalam fase tumbuh. Semua akan baik-baik aja." ucap Radit. Dia mengelus kepala Melisa yang tertutup kerudung. Sebab Melisa belum sempat ganti baju pulang dari dinner dengan Kei tadi. Melisa hanya mengangguk.
Tak lama, mereka sudah sampai di depan IGD rumah sakit. Radit langsung turun dan membuka pintu Melisa. Melisa pun turun dan langsung membawa Demian masuk ke dalam ruang tindakan gawat darurat.
"Kenapa anaknya bu?" tanya dokter yang bertugas.
"Suhu badannya tinggi banget dok..."
"Ayo tidurkan dulu di sini bu." perintah dokter.
Melisa pun menidurkan Demian di atas ranjang rumah sakit. Dokter pun lalu mengeluarkan stetoskop dari saku jas praktiknya. Dia mulai memeriksa ritme paru-paru Demian.
"Sus tolong cek suhu adiknya ya?" perintah
dokter pada salah seorang perawat.
"Baik dok.." perawat itu pun meletakkan termometer di ketiak Demian. Tak lama, hasil suhu Demian pun keluar.
"Tinggi dok, 39 derajat." ucap Perawat.
"Pasang infus pada pasien ya."
Perawat pun segera memasang infus pada tangan bayi mungil itu. Melisa tak menjauh sedikit pun dari Demian selama proses pemasangan infus. Sebab Melisa tahu, Demian pasti akan teriak karena tertusuk jarum suntik.
Dan benar saja, saat jarum suntik menusuk kulitnya, Demian langsung histeris. Melisa mendekatkan wajahnya pada bayi kecil itu.
"Jagoan Bunda... yang kuat ya. Ada Bunda di sini...Ini Bunda nak..." ucap Melisa. Tanpa Melisa sadari, Radit terus saja melihat kepadanya.
Selang beberapa menit. Setelah semua masalah adm dan lainnya selesai, Demian pun di bawa masuk ke ruangan rawat. Melisa dan Radit terus mengikutinya.
Saat sudah di ruangan, Demian pun di pindahkan ke atas ranjang ruangan. Perawat memeriksa tetes cairan infus Demian. Setelah semua beres, perawat pun pamit keluar.
"Kalau ada apa-apa, saya di depan ya Pak" ucap Perawat itu.
"Makasih banyak ya Sus.." ucap Radit. Dia lalu menutup pintu ruangan.
Radit melihat Melisa yang masih menatap Demian yang sudah mulai tertidur. Efek terlalu lelah menangis saat di pasang infus, bayi berbadan gembul itu pun tertidur. Melisa mengelus-elus kepala Demian.
"Cepat sembuh ya anak Bunda? Nanti kalau Demian udah sembuh, kita beli mainan baru ya." ucap Melisa pada Demian.
Radit lalu mendekati Melisa.
"Lis... Kamu istirahat aja, biar mas yang jaga Demian." kata Radit.
"Aku belum ngantuk mas. Mas kalau mau tidur, tidur aja." ucap Melisa.
"Tapi kamu bisa sakit kalau nggak istirahat. Nanti siapa yang jaga Demian kalau kamu sakit."
Melisa lalu bangun. Dia kemudian melihat kepada Radit.
"Oh iya ya, aku kan mas bayar untuk jaga anak-anak mas. Maaf aku lupa." ucap Melisa.
Melisa lalu hendak menuju ke sofa yang ada di dekat ranjang Demian. Namun dengan cepat Radit memegang lengannya.
"Lis... nggak gitu maksud mas. Kamu salah paham lagi." ucap Radit dengan nada rendah.
"Nggak papa kok mas. Emang gitu kan kenyataannya." Melisa melepaskan pegangan tangan Radit. Dia lalu duduk di sofa.
Radit menyusul Melisa dan duduk disamping istrinya itu. Radit lalu menoleh kepada Melisa, namun dengan cepat Melisa membalikkan badan, membelakangi Radit. Membuat Radit semakin merasa bersalah.
"Lis.... mas minta maaf ya. Mas tadi udah keterlaluan marahnya. Nggak seharusnya mas bilang kamu seperti itu tadi. Maafin mas ya?" ucap Radit penuh penyesalan. Namun Melisa tidak menjawabnya.
"Lis... Lis..." Radit bangun dan melihat ke arah wajah Melisa. Ternyata Melisa sudah tidur. Entah benar-benar tidur, atau dia hanya pura-pura tidur.
Radit lalu menggeser posisi tidur Melisa. Dia meletakkan kepala Melisa di bantal. Lalu meluruskan kaki istrinya itu. Radit lalu duduk di bawah sofa seraya terus memandangi Melisa. Dan entah kapan dia tertidur, yang jelas saat Melisa terjaga pukul lima subuh, dia melihat kepala Radit ada di atas kakinya. Dengan posisi tangan yang entah bagaimana. Melisa menarik napas panjang.
Dia menggerakkan tangannya hendak mengelus kepala Radit....
*Bersambung
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cemburu memang tanda cinta. Bahkan jika sudah tak ada cemburu, satu pertanda jika cinta mulai tak ada. Namun cemburu buta bisa membuat cinta mu binasa - LV Edelweiss
yg ngikutin dari season 1 pasti seneng banget ada lanjutannya. semangat terus Thor, ditunggu lanjutannya
tapi jangan jadi jahat lagi ya... 😊
btw, bapaknya Kalista tau nggak ya kalau anaknya udah meninggal