Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.
Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?
•••••
"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara
___--
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - First Time
Mata Azka masih mengikuti pergerakan sang istri. Selesai mengembalikan perlengkapan P3K ke tempatnya, Shanum tidak lagi kembali ke tempat tidur, melainkan hendak berlalu keluar kamar hingga membuat Azka spontan memanggil namanya.
"Ke-kenapa, Mas? Apa masih ada yang dibutuhkan?" tanya Shanum sedikit bergetar karena cara Azka memanggilnya memang agar mengejutkan.
"Mau kemana?"
"Masak buat sahur." Shanum menjawab dengan begitu lembut, tentu dengan tatapan yang tak fokus karena memang belum terbiasa dengan kehadiran seorang pria di kamarnya.
"Jam segini? Bukannya masih lama?" Azkara mengernyitkan dahi, dia menatap ke arah jam dinding yang terpampang di depannya.
Masih jam 01:30. Sementara yang Azka ketahui, sahur masih beberapa jam lagi, rasanya terlalu cepat jika bangun sekarang.
"Supaya tidak terlambat, Mas." Begitu jawab Shanum sebelum kemudian beranjak pergi.
"Bentar!! Aawwh mana sakit lagi." Dia bermaksud untuk berdiri, tapi luka di kakinya justru terasa sangat menyakitkan setelah Shanum obati hingga membuatnya sulit berdiri.
Saat itulah, Shanum ternyata berbalik dan menopang tubuh tinggi Azkara. Tindakan spontan yang Shanum lakukan, hal itu terjadi mungkin karena dia menyaksikan sendiri bagaimana Azkara yang terlihat lemas dan terduduk setelah sempat berlagak layaknya pembunuh ke dalam kamarnya.
"Mau ke kamar kecil?"
Azkara menggeleng, dia ingin ikut sebenarnya. Mimpi apa Azkara bersedia ikut repot-repot dini hari menenami sang istri masak untuk sahur? Biasanya, ikut makannya saja dia enggan, bahkan dibangunkan dengan toa kematian juga tidak mempan.
"Terus mau ngapain? Mata kamu merah, apa tidak sebaiknya tidur saja?"
"Kamu masaknya sendirian? Aku temani ya?" Alih-alih menjawab, Azkara justru balik bertanya, kebiasaan dan mungkin hingga kiamat tidak akan bisa diubah.
Dan, Shanum yang agaknya tidak terlalu mempermasalahkan itu mengangguk saja karena memang benar adanya dia sendirian. Dahulu saja sewaktu masih kuliah, jika dia pulang ke rumah, maka semua pekerjaan rumah sementara menjadi tanggung jawabnya.
Jelas saja saat ini berlaku hal sama. Dari hal kecil sampai besar, semuanya tanggung jawab Shanum. Sabila yang notabennya anak manja jelas tidak sudi direpotkan, sementara Umi Martika sudah pasti lepas tangan.
Kendati demikian, lagi dan lagi Shanum tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dia suka melakukan segala hal yang nantinya akan bermanfaat, menyiapkan makanan untuk orang yang berpuasa adalah ladang pahala, itu saja prinsipnya.
Terlebih lagi, jika Sabila ikut memasak maka ada saja perselisihan yang berakhir menyakiti hati Shanum. Karena itulah, Shanum lebih memilih melakukan segala sesuatu sendirian.
Pun ketika ada sosok suami yang kini menemaninya, Shanum tidak bersedia dibantu dan hanya meminta Azkara duduk manis di meja makan sementara dia memasak.
"Kamu yakin tidak mau dibantu?" tawar Azka sekali lagi sembari memandangi sang istri yang kini fokus berperang dengan peralatan dapurnya.
"Yakin, aku terbiasa sendiri."
Jika perempuan lain hanya basa-basi, lain halnya dengan Shanum. Sudah berapa kali Azkara menawarkan bantuan dan jawabannya tetap sama.
Padahal, sekalipun memang tidak dapat diandalkan di dapur, tapi untuk sekadar memotong kangkung atau kupas bawang putih Azkara mampu.
Akan tetapi hendak bagaimana lagi? Istrinya memang tidak suka dibantu, bahkan ketika Azkara hendak membersihkan cabai agar kehadirannya berguna saja tidak diizinkan.
Entah karena memang tidak mau dibantu atau takut padanya, Azkara tidak tahu juga. Yang jelas, saat ini dia diminta duduk manis bahkan disuguhkan teh hangat dan cemilan di atas meja agar Azkara betah.
Suasana di tempat ini sangat berbeda. Azkara bisa merasakan ketenangan yang cukup sulit dia temukan sebelumnya. Dapur yang tenang, dingin tanpa AC dan tampilannya cukup sederhana.
Azkara menyeruput teh hangat pertama yang dibuat wanita berstatus istri untuknya. Rasanya terlalu manis untuk Azkara yang anti gula, dia sampai memejamkan mata tapi tidak protes sama sekali.
"*Ck, kenapa makin ngantuk*?" Azkara membatin.
Maksud hati minum teh ialah demi menghilangkan rasa kantuk yang menyerangnya. Akan tetapi, belum setengah dia masuk ke perutnya, lagi-lagi pria itu menguap hingga membuatnya sebal sendiri.
Dan, pemandangan itu tak sengaja tertangkap oleh istrinya. Shanum mengulas senyum tanpa sengaja. Melihat Azka yang susah payah mengusir kantuk bahkan sesekali memijat pangkal hidungnya itu membuat Shanum yang tengah repot-repotnya merasa terhibur.
"Mas ...."
"Hem iya?" Azka terlihat sangat mengantuk, tapi ketika dipanggil responnya cepat sekali. "Kenapa?" tanya Azka kemudian.
"Kalau ngantuk ke kamar saja, nanti aku bangunkan," ucap Shanum tanpa melepaskan tatapannya dari Azkara.
Sejak awal sudah Shanum katakan untuk tetap tidur di kamar saja. Akan tetapi, Azkara keras hati dan tetap pada pilihannya untuk menemani sang istri.
"Tidak, aku tidak mengantuk." Sudah jelas-jelas mengantuk, bahkan wajahnya sampai terlihat begitu kusut, tapi Azka masih ngotot hingga Shanum mengalah.
.
.
Selang beberapa waktu pasca meminta Azka untuk tidur, Shanum berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Masih sama seperti kemarin, menu makan sahur malam ini cukup beragam demi menyesuaikan selera anggota keluarganya.
Shanum menyajikannya ke meja, dan baru beberapa langkah menuju meja maka, senyum wanita itu lagi-lagi terbit tatkala menyaksikan Azkara sudah tertidur dengan berbantalkan lengan di atas meja.
"Katanya tidak ngantuk, tahu-tahu tepar gimana ceritanya."
Masih Shanum ingat jelas bagaimana ngototnya Azka ketika diminta tidur, dan nyatanya kali ini justru tumbang bahkan bisa mendengkur pelan di meja makan.
"Mas," panggil Shanum pelan-pelan seraya menepuk pundaknya.
Jika sedang memejamkan mata begitu, suaminya begitu meneduhkan. Jujur saja hati Shanum menghangat, berbanding terbalik dengan sosok Azka yang menodongkan bellati tepat di wajahnya semalam.
"*Astaghfirullah*." Merasa terlalu lancang lantaran memandangi wajah Azka, Shanum seketika beristighfar sembari menggeleng pelan.
"Mas ... Mas Azka." Shanum sedikit meninggikan suaranya dan beralih menepuk wajah Azkara karena di pundak seperti tidak berguna.
Tidurnya seperti mati suri, matanya lengket sekali bahkan ketika Shanum mencoba mencubit pelan tetap tidak bereaksi. Merasa kehilangan cara, Shanum lagi-lagi mengguncang bahu Azkara.
"Mas, bangun ... bentar lagi sahur." Entah sudah percobaan ke berapa, yang jelas Shanum tidak berhenti berusaha.
Dia berharap sebelum anggota keluarganya yang lain terbangun, Azka sudah lebih dulu. Karena itulah dia berusaha terus menerus. Akan tetapi, alih-alih terbangun Azkara justru menggengam tangan Shanum hingga mata wanita itu membulat seketika.
Tak hanya sampai di sana, Azkara tiba-tiba mencium tangan sang istri sembari meracau tak jelas, tapi tidak mampu Shanum dengar dengan baik.
Di saat yang sama, Sabila keluar dari kamar hingga Shanum panik seketika. Dia berusaha melepaskan genggaman tangan Azkara, tapi bukannya lepas malah semakin erat dan semua itu tertangkap jelas di mata Sabila.
"Ehm Sabila?" Shanum begitu kaku, sementara Sabila terus menatap risih pasangan pengantin itu.
"Enak ya? Sekarang masak ditemenin sama pacarnya," sarkas Sabila sembari menarik kursi tepat di hadapan Azkara.
"Sabila sudah berapa kali kukatakan, aku dan Mas Azka tidak pernah mengenal sebelumnya, apalagi pacaran."
"Masa? Itu buktinya nempel-nempel, apa masuk akal cowok senempel itu kalau belum kenal sebelumnya?"
.
.
- **To Be Continued** -
kanebo kering manaaaa
gak boleh num-num