"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Welcome to the jungle
Ghina hanya bisa tertunduk dan menatap lantai.
“Kenapa Papa menuduh saya menekan Ghina. Saya tidak pernah menekan Ghina sama sekali,” ujar bohong Edward.
“Ghina benar yang di ucapkan Edward?” tanya Opa Thalib untuk lebih menyakinkan.
“Opa bisa menilainya sendiri, tidak perlu Ghina ungkapkan,” jawab lantang Ghina tanpa memandang tatapan Edward.
Opa Thalib dan Oma Ratna seketika paham jika Edward telah berkata tidak jujur kepada mereka, seperti menyembunyikan sesuatu.
“Papa tidak akan ikut campur masalah kalian berdua, silahkan kalian menyelesaikannya berdua. Sekarang kalian sudah jadi suami istri, dan sepatutnya belajar saling mencintai, saling menghargai, saling melengkapi,” tegur Opa Thalib.
Ghina hanya bisa mendengarkan dengan baik ucapan Opa Thalib, sedangkan Edward malah meremas pinggang Ghina yang sedari tadi di rangkulnya.
Iiis pinggang gue di remas, dasar laki laki bejat!
“Kalau begitu mama dan papa pulang dulu, kami tunggu ke datangan kalian berdua di mansion!” ujar Oma Ratna.
“Ya Oma,” jawab Ghina.
“Baik baik ya Ghina dan bersabarlah dulu,” bisik Oma Ratna saat memeluk Ghina.
Ghina dan Edward menghantar Opa dan Oma sampai luar pintu kamar, Edward kembali menarik tangan Ghina.
“Kamu jangan sesekali membocorkan rencana pernikahan saya dengan Kiren kepada mama dan papa. Ingat itu!” ancam Edward.
“Tidak perlu saya membocorkan, lagi pula pernikahan Om juga akan ketahuan sendiri,” jawab enteng Ghina.
Edward mendorong tubuh Ghina sampai ke dinding tembok lalu menghimpitnya “belum saatnya mereka tahu pernikahan saya dengan Kiren!” Edward menyentuh leher jenjang Ghina.
“Mereka akan tahu secepatnya!” balas Ghina dengan mencekal lengan Edward yang tengah menyentuh lehernya.
“Dan ingat letak tangan Om, tidak sepatutnya menyentuh saya!” Dii dorongnya tubuh Edward sekuat tenaga.
Ghina kembali mengambil kopernya yang berada di ruang tamu.
GREB
Edward menarik tubuh Ghina, dan mendekapnya dengan erat.
“Iissh ...," desis Ghina.
“Diam! Kamu bisa pergi. Tunggu karyawan saya menjemput!”
Edward langsung melakukan panggilan via ponselnya, “Segera kamu ke kamar, antar istri saya ke mansion!” perintah Edward.
“LEPASKAN, tidak semestinya Om memeluk saya seperti ini!” Ghina mulai memberontak.
“DIAM GHINA!” bentak Edward.
Ghina yang di bentak Edward, seketika berhenti memberontak. Diam dalam dekapan Edward, otaknya tiba-tiba ngeblank setelah terima bentakan dari Edward.
Sedangkan Edward merasa nyaman memeluk tubuh gadis itu seperti semalam saat tidur dengan Ghina, kedua tangan besarnya memenuhi pinggang Ghina yang langsing.
Ting ... Tong
Edward mengurai dekapannya, lalu membukakan pintu kamar.
“Antarkan Ghina ke mansion sekarang juga!” titah Edward kepada pria berseragam baju hitam.
“Baik Tuan,” jawab pria tersebut, segera mengambil alih koper yang di pegang Ghina.
“Ghina,” panggil Edward, ketika melihat Ghina menghampiri dirinya.
Tidak ada sahutan dan tidak ada tatapan, Ghina hanya melewati Edward begitu saja, melangkah keluar pintu kamar hotel mengikuti pria berseragam baju hitam.
🌹🌹
Welcome to the jungle!!!
Kedua kaki Ghina tiba di depan halaman mansion Edward. Tatapannya nanar memandang mansion mewah tersebut, hatinya tergelitik ingin menertawai nasibnya sendiri. Dunia sepertinya ingin bercanda dengan dirinya.
Dia kembali ke mansion milik suaminya, tapi tanpa suami. Sungguh tidak ada arti dirinya buat Edward.
“Mari Non Ghina, silahkan masuk,” pinta pria yang mengantarnya.
Ghina tidak menjawabnya, hanya mengikuti langkah pria tersebut. Kepala pelayan ikut menyambutnya, “Selamat datang Non Ghina,” ucapnya.
Ghina hanya bisa membalas dengan sedikit menundukkan kepalanya.
“Selamat datang Non Ghina,” sapa Ria.
“Mbak Ria,” Ghina menghampirinya, dan memeluknya. Paling tidak di mansion Edward ada orang yang di kenalnya selain Edward dan Kiren.
“Mari Non, saya antar ke kamar Non." Ria mengambil alih koper yang di bawa salah satu pengawal Edward.
Ria mengantar Ghina ke kamar yang pernah di tempati sebelumnya, di kamar tamu lantai bawah. Sepertinya Edward tidak menyiapkan kamar yang spesial buat Ghina yang telah berstatus istrinya. Hanya kamar tamu yang di siapkan untuk kedatangan Ghina.
“Hufft ...!” Ghina menghempaskan dirinya di atas ranjang.
“Non Ghina mau minum yang hangat atau yang dingin, biar saya ambilkan,” tawar Ria.
“Air putih hangat aja mbak Ria,” jawab Ghina.
“Baik Non, saya ambilkan dulu.”
Tanpa memakan waktu lama, Ria sudah kembali dengan membawa nampan yang berisikan segelas air serta beberapa kue.
“Non, ini minumnya.” Di letaknya nampan tersebut di atas meja sofa.
“Makasih ya Mbak Ria.” Ghina beranjak dari ranjang, lalu duduk di sofa.
“Non Ghina, selamat ya atas pernikahannya dengan tuan Edward,” ucap Ria yang masih menemani Ghina.
“Jangan memberi selamat ke say, Mbak Ria,” celetuk Ghina dengan wajahnya yang memelas.
“Sabar ya Non.” Sedikit banyaknya Ria tahu tentang majikannya.
“Sabar menunggu waktunya tiba,” jawabnya pelan, sedikit mencebik bibirnya.
“Iya Non, kalau begitu saya permisi, mau lanjut selesaikan pekerjaan. Nanti kalau butuh sesuatu panggil saya aja ya Non,” ujar Ria.
“Iya Mbak Ria, makasih ya."
TOK ... TOK ...TOK
Ria yang baru saja ingin keluar dari kamar Ghina, membukakan pintu.
“Permisi Non Ghina, tadi Tuan Besar telepon minta nomor handphonenya jangan diblokir, biar bisa menghubungi Non Ghina,” ucap pria berseragam baju hitam.
“Tolong Mas Denis bilang ke Tuan Besar, tidak perlu menghubungi saya! Saya tidak akan terima teleponnya!”
“Tapi Non, nanti saya yang kena amukan Tuan Besar."
“Itu sudah resiko mas Denis, sekarang silahkan keluar, saya ingin istirahat."
“Baik Non.” Denis undur diri.
Di kuncinya pintu kamar olehnya, setelahnya dia mengambil ponsel dari tasnya.
Ghina memeriksa beberapa pesan di ponselnya, dia memang belum membuka blokiran nomor Edward dan tidak ada niat membukanya kembali.
Drett ... drett ... drett
0812xxxxxxx calling
Dia hanya memandang nomor yang tidak di kenalnya, dan tidak menerima panggilan telepon tersebut.
“Non Ghina, tolong terima telepon Tuan Besar,” teriak Denis dari luar pintu kamar Ghina.
“Bilang sama Tuan kamu, saya tidak akan menerima teleponnya dari nomor apapun!” sahut Ghina dari dalam kamar.
Denis tidak kembali menyahutnya, sedangkan nada panggilan yang masuk ke nomor ponsel Ghina sudah terputus.
Di lain tempat ...
“Sialan! masih juga tidak di angkat teleponnya!” geram Edward sambil membanting ponsel anak buahnya.
Yang si empunya ponsel hanya bisa bengong melihat handphonenya hancur karena di lempar Tuan Besarnya.
“Belikan handphone beserta nomornya baru sekarang juga!” titah Edward kepada karyawannya.
“Baik Tuan,” ujar karyawan tersebut, sambil memungut ponselnya yang telah hancur.
“Berani sekali kamu Ghina, tidak mau terima telepon saya!” gumam Edward yang begitu geram, setelah mendengar suara teriakan Ghina dari sambungan telepon Denis.
Edward sekarang sudah berada di Bandung, tempatnya di salah satu hotel miliknya.
Hiruk pikuk para karyawan hotel sedang sibuk menyiapkan acara pernikahan CEO mereka, yang akan di gelar esok hari.
Edward masih mematung, berdiri di jendela kamarnya. Hanya memandang suasana di luar. Tidak ada niatan untuk memeriksa tempat acara. Seperti saat dia menikah dengan Ghina.
Esok adalah hari yang di tunggu-tunggu Edward bisa bersanding dengan wanita yang di cintainya, tapi hatinya tiba-tiba kepikiran dengan Ghina. Terkepal kembali tangan Edward mengingat penolakan Ghina saat di teleponnya.