Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 5
Setelah pernyataan sebenarnya yang dilontarkan Andika kemarin sore, Aulia perlahan-lahan menjauh. Ia tidak harus menjadi perempuan yang tetap menjaga cintanya, nyatanya itu akan memberikan akhir buruk untuk hubungan dirinya dengan Andika. Mungkin melepaskan cintanya adalah suatu keputusan yang tepat saat ini, ia tidak boleh terpuruk oleh perasaan cinta yang semu, biarkanlah kenyataan pahit itu meleburkan cintanya bersamaan dengan sikap pecundang Andika. Ia ingin menjadi wanita kuat dengan mencintai dirinya sendiri dan tidak dilemahkan oleh cinta tanpa ujung.
Setiap hari jarak di antara keduanya semakin renggang, Andika yang tidak tahan dengan sikap Aulia memutuskan untuk menjernihkan pikirannya dengan tinggal sementara waktu di rumah Tante Rahmah.
Sementara Aulia tetap di rumahnya, ia menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar. Setelah pulang sekolah ia mengurung dirinya di kamar untuk belajar. Dan pada akhirnya ia tidak sanggup, sehingga tak sengaja air mata yang sudah terbendung kini jatuh juga. Berderai membasahi pipinya, tenggorokannya berasa tercekik begitu menyakitkan membuat perempuan itu terlihat sangat kesakitan.
Sebegitu kah cinta menyakitkan? Sampai perempuan itu terlihat tak kuasa membendung kesakitan itu, ia menjadi lemah. Oh sungguh gadis yang malang harus merasakan kepedihan cinta yang begitu menyiksa.
"Aku tidak boleh lemah, aku tidak boleh dilemahkan oleh perasaan ini... Menjadi kuat harus menahan sakitnya rindu yang tak bisa digapai" Tuturnya keluh. Semakin diungkapkan semakin menyakitkan, perempuan itu menyadari bahwa tidak selamanya cinta membawa kebahagiaan, menahan rindu yang tidak seharusnya ia rindukan, menahan diri untuk tidak bertemu dan puncaknya adalah mengubur keduanya sebagai bentuk kesadaran diri bahwa ia bukanlah pemilik atas pria dalam hatinya.
Perempuan itu mengusap air matanya, menghapusnya menggunakan punggung tangannya, ia tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Tatkala puas dengan tangisannya, ia pun beranjak dari tempat duduknya keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Ia berpapasan dengan ibunya yang baru membersihkan dapur.
"Aulia, ibu ingin berbicara" Langka Aulia terhenti dan menatap sang ibu.
"Ada apa?" Keduanya berdiri di antara pintu masuk menuju dapur, terlihat perempuan paruh baya itu menghela napas berat mengisyaratkan sesuatu yang sulit diungkapkan. Aulia semakin penasaran dan mengernyitkan dahinya menantikan kalimat apa yang terlontar dari mulut ibunya.
"Jangan terlalu dekat dengan Andika, orang-orang kampung berbicara buruk tentang kalian" Pada akhirnya kalimat itu keluar juga, Aulia tertegun mendengarnya, apakah sejelas itukah hubungan mereka sampai orang-orang dapat mengetahui yang sebenarnya.
"Baik Bu" Jawab Aulia singkat. Setelah menjawab itu Aulia melanjutkan langkahnya, ia duduk di meja makan dan mulai menikmati hidangan siang yang tertata rapi di atas meja.
Ada nasi yang sebagai makanan pokok serta sayur tumis kangkung. Sementara lauknya ialah ikan goreng, tahu goreng dan sambal sebagai pelengkap setiap menu.
Di sisi lain, seorang pria berusia 25 tahun yang memiliki perawakan sedang, mungkin tinggi tubuhnya berkisar seratus enam puluh lima sentimeter sedang menyandarkan punggungnya di penyangga kayu pada sebuah gubuk yang menjadi kenangan terakhir saat itu bersama kekasihnya.
Ia menatap kosong ke laut lepas dengan terpaan angin yang lembut, tumbuhan-tumbuhan yang hidup di batu besar itu sedang menggoyang-goyangkan tubuhnya seakan berbahagia menyambut kedatangan angin. Namun, tidak dengan pria yang tengah bersandar, tampak wajahnya begitu lesu tak bergairah, membuat siapa saja yang melihatnya akan merasakan kesedihan yang teramat dalam.
"Duhai cinta, tak bisakah engkau memberikan nuragamu? Aku masih berharap pada amor fati dalam hubungan kami... Sebagaimana Tuhan mentakdirkan Bentala dan Nabastala untuk bertemu di saat purnama..." Menghela napas dengan mata yang telah berkaca-kaca.
"Salahku sehingga mara mendatang, membuat kami merasakan kesedihan mendalam atas kehilangan jiwa dan asa dalam cinta" Pria itu terkekeh meratapi takdir yang tidak berpihak. Seakan sedang bertanya dengan ratapan yang melankolia 'Mengapa harus menciptakan pertemuan jika akhirnya berpisah ?'
Konyol tapi inilah kehidupan, ada sebab dan akibat. Kau merasa sakit karena cinta sebab kau membiarkan cinta itu masuk ke dalam jiwamu, hingga ia menguasai dirimu dan mengendalikan mu sampai kau terpuruk dalam kepedihan.
Ketika kau menerima cinta dan membiarkannya berlabuh di hatimu, maka kau telah menerima semua konsekuensinya. Entah apakah itu kehilangan, keraguan, kesedihan, dan kerinduan.
Asik melamun dalam pikirannya sampai tak sadar ada seorang pria duduk di depannya, sambil memandang senyum ke arahnya yang masih bersandar pada kayu berukuran sedang yang tak lagi memiliki kulit.
"Tanyakan lagi pada hatimu paling dalam, jika dia yang membuatmu bahagia dan bersemangat di setiap harinya... Maka perjuangkanlah walau pada akhirnya dia tidak menjadi milikmu. Setidaknya kau pernah melawan takdir demi mendapatkan cinta" Andika tersentak dari lamunannya dan menatap pria di depannya.
Ia mengenal pria tua itu, dia masih kerabat jauh ayahnya. Ia termenung mengingat kembali kalimat yang terlontar dari mulut pria di depannya, seperti seseorang yang sangat mahir membaca pikiran manusia.
"Dari mana bapak tahu kalau aku memiliki masalah cinta?" Tanyanya penasaran. Pria tua yang memiliki nama pak Zainuddin hanya tersenyum simpul.
"Aku telah banyak makan garam soal cinta, laki-laki jika menatap kosong dengan ekspresi sedih dan kebingungan memiliki dua permasalahan, jika laki-laki yang sudah menikah, maka yang dipikirkannya adalah masalah finansial, tetapi pria bujang dengan usia yang sudah matang seperti dirimu, sudah pasti karena cinta..." Jelasnya panjang lebar. Ia tersenyum sambil menepuk pundak Andika kemudian melanjutkan kalimatnya lagi.
"Jangan sampai menyesal seperti diriku yang tidak berani mengambil langkah tegas, hanya karena adat melarangnya, aku seperti pria sampah yang tak berguna...Hanya takdir kami yang berubah, dia sudah bahagia bersama keluarga kecilnya, sementara aku masih terjebak dengan masa lalu" Pria itu hanya tersenyum kecil. Namun menyiratkan kesedihan mendalam di mata pria tua itu. Andika melihat sangat jelas ada penyesalan yang tak bisa terukur.
Hanya ratapan yang bisa dilakukan oleh pria tua itu, yang memperlihatkan betapa banyak kerutan-kerutan di wajahnya serta rambut yang dulu hitam memancarkan warna putih.
"Itu adalah nasihat seorang pria tua yang dalam hidupnya dipenuhi penyesalan, andai waktu dapat di putar kembali, aku akan menjadi Majnun yang bahkan di ujung kematiannya, ia masih memperjuangkan cintanya" Setelah mengatakan kalimat yang menyayat hati, pria itu lantas pergi meninggalkan Andika dengan berbagai perasaan berkecamuk dalam jiwanya, tengah meronta-ronta untuk memperjuangkan haknya sebagai anak manusia yang terbelenggu oleh adat yang diciptakan oleh pemikiran manusia.
"Wahai pemilik nayanika, aku memang pria pecundang dan penghianat, menyampaikan terima kasihku karena telah mengizinkanku memiki nayanikamu serta menjadi bianglala terindahku... memilikimu adalah harsa terindah yang selalu ku ingat dan tak akan pernah hirap walau daksa ku telah mati"
.
.
.
.
.
Lanjut part 6