"Jika kamu masih mengaggap Paman, seperti keluargamu. Maka jangan mau menerima lamaran dari Alvin. Karena dia bukan lelaki yang baik untukmu." ungkap Danu paman dari Fira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raya Pingsan
"Kenapa masih disini? Atau kamu mau membayar semuanya?" cetus Darwis.
"Maafkan saya Pak, tolong jangan pecat saya, saya janji akan mengganti semuanya." mohon Hendra.
"Dan kamu berharap, aku kembali percaya ular sepertimu? Itu terdengar lucu sekali." kekeh Darwis.
"Sekarang, enyah lah, dari hadapan ku." sentak Darwis menunjuk pintu keluar.
Hendra berjalan terseok-seok, sebelum mengambil surat keputusan atas pemecatannya. Hendra juga dimintai melunasi semua uang hasil dari korupsinya dalam kurun waktu satu minggu.
Ya, Darwis hanya memberi waktu satu minggu. Dan jika Hendra tidak mampu melunasinya, dia akan menyita seluruh harta yang dimiliki oleh Hendra. Dan jika itu tidak mampu menutupinya, Hendra akan di jebloskan ke dalam penjara. Begitu juga dengan yang lainnya.
Berita pemecatan Hendra secara tidak terhormat, menyebar ke seluruh divisi, termasuk juga pada Alvin.
Dia tidak menyangka, jika selama ini, Ayah yang di banggakannya melakukan tindakan tidak terpuji, atau tercela.
"Kamu, gak berniat korupsi seperti Ayahmu kan Alvin?" ujar rival Alvin, dan disambut tawa oleh beberapa karyawan lainnya.
"Iya tuh, atau jangan-jangan, kamu udah tahu jika Ayahmu melakukan hal tersebut?" seru yang lainnya.
Alvin yang tidak tahan dengan cemoohan teman-temannya, memilih untuk pulang. Sebelumnya, dia juga sudah minta izin kepada atasannya, dengan alasan kurang enak badan. Tentu saja, sang atasan memberikan izin, apalagi tahu, jika Alvin adalah anak dari Hendra.
Otomatis, Alvin pasti tertekan berada di kantor untuk saat ini.
Alvin melajukan mobilnya ke rumah orang tuanya. Dia memendam emosi pada Ayahnya. Pasalnya, gara-gara sang Ayah, dia di cemooh oleh teman-teman semuanya.
"Mama, Ayah dimana?" tanya Alvin karena tidak melihat mobil Ayahnya di garasi.
"Bukannya Ayah berada di kantor? Memangnya kamu gak ke kantor hari ini?" tanya Ratih balik.
"Ayah udah dipecat Ma, dan sekarang aku menanggung malu akibat perbuatannya." kata Alvin merebahkan kepalanya pada Ratih yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Benarkah? Sejak kapan? Dan sekarang dimana Ayahmu berada?" beruntun Ratih bernada khawatir.
"Aku gak tahu Ma, bahkan nomor Ayah tidak aktif. Mungkinkah, memilih untuk menenangkan diri sejenak?" tanya Alvin.
Alvin menceritakan, apa konsekuensi yang didapatkan oleh Ayahnya pada Ratih.
"Bagaimana dengan kehidupan Mama setelah ini?" tanya Alvin. "Aku gak mungkin membawa Mama ikut serta bersama Raya." lanjut Alvin.
Ratih langsung tersenyum tipis.
"Mungkinkah, harapan ku untuk kabur dari suamiku terkabulkan?" batin Ratih.
"Jangan pikirkan tentang Mama nak, Mama menjaga diri sendiri. Kamu tenang saja, Mama gak akan menyusahkan mu." ujar Ratih.
Sebenarnya Ratih sedikit merasa sedih, saat mendengar perkataan Alvin.
Hampir tiga jam Alvin di rumah Ibunya, Hendra baru menampakan batang hidungnya. Melihat Alvin berada disana, hidung Hendra langsung kembang kempis. Dia takut, jika Alvin sudah menceritakan semuanya pada Ratih.
Untungnya, Alvin sudah mewanti-wanti Mamanya, agar jangan sesekali memberi tahu, jika ia telah mengetahui tentang pemecatan Hendra.
"Kok kamu disini? Gak kerja?" cetus Hendra.
"Aku baru tiba Yah, memangnya salah, jika aku datang ke rumah orang tuaku sendiri?" balas Alvin.
"Kamu tidak ngomong apapun pada Mamamu kan?" bisik Hendra, kala duduk didekat Alvin.
Alvin hanya menggelengkan kepalanya.
"Bagus ..." lanjut Hendra.
Seharian ini, Raya merasa lemas di seluruh badannya. Bahkan untuk bangun pun, dia merasa susah. Sebelumnya Raya sempat menduga, jika ia sedang mengandung. Namun, dugaannya di patahkan dengan kedatangan tamu bulanan saat siang tadi. Ya, walaupun hanya sedikit flek, tidak seperti biasanya.
Sebelumnya, Raya sudah menghubungi Alvin, akan tetapi Alvin berdalih sedang banyak pekerjaan. Sehingga dia tidak bisa pulang. Padahal, Alvin sendiri sedang santai di rumah orang tuanya.
Sedangkan Marni dan Danu, mereka sedang menghadiri pesta pernikahan dari anak sesama kepala sekolah di kecamatan yang berbeda dengan mereka.
Dan tentunya, Marni ataupun Danu sedang gak bisa di ganggu.
Karena merasa pusing yang teramat sangat, Raya langsung keluar menuju kedai Fira. Beruntung, disana ada Fira dan juga Asma yang sedang melayani pembeli.
"Bi, tolongin aku." pinta Raya dengan wajah pucat.
Asma langsung tergopoh-gopoh menghampiri Raya.
"Kenapa?" tanya Asma memegangi lengan Raya.
"Aku pusing , dan ..." Raya langsung memuntahkan isi perutnya.
Beruntung, dia masih berada di luar kedai. Jadi, tidak mengotori lantai dari kedai milik Fira.
Fira langsung berinisiatif mengambil minuman putih untuk Raya. Dan juga mengambil satu buah minyak kayu putih.
"Raya, kamu pucat sekali. Baiknya, kamu istirahat aja. Atau kamu hubungi suamimu dulu." seru Fira merasa kasihan.
"Udah, tapi dia lagi sibuk." sahut Raya.
"Mungkin Raya hamil, makanya pucat dan mual gini." sahut salah satu pembeli.
"Gak kok Bu, aku lagi dapat." lirih Raya.
Setelah beberapa saat, Raya kembali merasa mual. Apalagi saat Asma membuka freezer ikan dan mengeluarkan ikan dari sana.
Karena terlalu lemas, Raya sampai di buat pingsan. Otomatis, Asma dan Fira langsung di buat panik.
"Bagaimana ini Bu? Apa yang harus kita lakukan?" seru Fira pada Asma.
"Baiknya, kalian bawa aja ke klinik, kasihan Raya, sampai pucat gitu." ujar langganan Fira.
"Iya, baiknya kalian bawa aja dia kesana. Dari pada nanti kalian di salah-salahkan." sahut Ibu lainnya.
"Jangan, baiknya kamu telpon suaminya dulu. Supaya nanti, jika terjadi apa-apa kalian gak disalahkan." ucap yang lainnya.
Akhirnya, dengan meminjam ponsel Raya. Fira langsung menghubungi Alvin, dia membuka ponsel Raya, dengan menggunakan sidik jari.
"Kan aku udah bilang, aku sibuk, sibuk." cetus Alvin dari seberang sana.
"Ini aku Fira. Pulang lah, Raya pingsan." ujar Fira dan mematikan panggilan.
Alvin yang mendengar suara Fira tersenyum senang. Ini adalah pertama kalinya mereka berbicara lewat ponsel setelah sekian lama.
Fira memang tidak tergantikan, bahkan Alvin masih berharap jika waktu bisa di putar kembali, dan dia akan meminta penjelasan dari Fira, tanpa langsung menyetujui permintaan Danu dan juga Ayahnya.
Alvin langsung pulang ke rumah, di bayangannya nanti Fira pasti berada di sekitaran Raya. Karena tadi saja, Fira yang menghubungi melalui ponselnya Raya. Berarti sekarang, Fira lagi bersama dengan Raya.
Begitu tiba di depan rumah. Alvin langsung di panggil oleh Ibu-ibu yang masih setia berada di kedai Fira.
"Kenapa bisa pingsan?" tanya Alvin menatap Fira.
"Kami gak tahu, dia mengeluh pusing dan juga mual. Baiknya, kamu bawa dia ke klinik. Karena udah hampir setengah jam, dia juga belum sadar." sahut Asma mewakili Fira.
"Yang dikatakan Bu Asma benar." bela tetangga Asma.
"Kalau begitu, temani aku membawa Raya ke klinik." pinta Alvin.
"Biar Ibu dan ... Sumini ..." teriak Asma kala melihat Sumini melintas di depan kedai miliknya.
Sumini yang merasa di panggil pun, langsung datang menghampiri. Dan Asma langsung mengajak Sumini untuk menemaninya membawa Raya ke klinik.
Alvin langsung menatap Asma dengan kecewa. Sebab harapannya kembali sirna, untuk bisa satu mobil bersama dengan Fira.