Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan di lepas
Anga dan Caca buru-buru menuju parkiran depan dekat pintu masuk ke universitas ternama itu. Malah Caca yang berjalan lebih cepat dari Anga karena dia begitu penasaran dengan sosok suami sahabatnya itu.
"Yang mana Nga??" Caca celingukan menatap ke arah parkiran motor. Soalnya di sana juga banyak mahasiswa yang bersiap untuk pulang.
Anga ikut mengedarkan pandangannya, hingga menemukan pria dengan celana dan jaket yang sama dengan tadi Aditya pakai saat berangkat kerja.
"Itu yang lagi main hape pakai jaket hitam" Tunjuk Anga pada Aditya yang masih duduk di motornya.
"Hah itu?? Yakin umurnya udah tiga puluh tahun Nga?? Kalau model kaya gini, gue juga mau Nga" Caca sampai melongo menatap ke arah pria tampan itu.
Benar dugaan Anga kalau Adit berada di gerombolan pria, pasti dia yang paling menonjol. Buktinya saat ini banyak mahasiswa yang ada di sana juga, tapi mahasiswi yang lewat di sana tampak berbisik-bisik dan mengumbar senyum manis mereka setelah melihat Aditya.
"Jaga omongan kamu, suami orang itu!!" Anga menatap tajam pada Caca.
"Cieee, yang udah punya suami" Goda Caca.
"Udah ah, ayo pulang"
Caca mengekor di belakang Anga. Dia ingin melihat jelas wajah suami Anga itu.
"M-mas??" Lidah Anga masih kaku memanggil Aditya seperti itu.
Adit yang masih duduk di atas motor langsung menoleh ke belakang.
"Maaf ya lama"
"Nggak papa. Mau langsung pulang sekarang??"
Caca yang berdiri di belakang Anga masih melongo sampai saat ini. Dia setuju dengan apa yang Anga katakan tadi. Pria di hadapan Anga saat ini begitu lembut. Wajahnya juga semakin tampan kalau di lihat lebih dekat.
"*Pantas aja tadi Anga malu-malu waktu gue tanya suaminya ganteng nggak*"
"Iya Kak, pulang aja. Oh iya, kenalin Mas. Ini sahabat aku satu-satunya, Caca"
Anga menarik Caca yang bersembunyi di belakangnya.
Caca menunjukkan senyum lebarnya dan mengulurkan tangannya pada Aditya.
"Caca Kak"
"Aditya. Makasih ya udah temenin istri saya"
"Sama-sama Kak"
"Ayo pulang Dek" Aditya beralih pada Anga.
"Iya Mas. Aku duluan ya Ca??"
"Iya hati-hati, aku juga mau pulang. Daa Anga" Caca lebih dulu menuju ke mobilnya. Dia juga sempat melihat Anga dan Adit lagi dari kejauhan.
"*Kelihatannya Kak Adit emang orang baik. Semoga suami kamu adalah orang yang tepat untuk menjaga kamu Nga. Semoga pilihan Kak Angga memang nggak salah*"
Caca berdoa untuk kebahagiaan sahabatnya sebelum meninggalkan kampus lebih dulu.
"Pakai helmnya dulu" Aditya memberikan helm pada Anga.
"Ini baru Mas??" Anga tadi tak melihat Aditya membawa dua helm saat berangkat. Terus di kaca helmnya juga masih ada plastik yang menempel.
"Iya, sekarang Mas kan sudah punya istri. Pasti kemana-mana berdua kan?? Jadi Mas beli itu buat kamu"
Demi apapun, Anga merasa aneh pada dirinya sendiri. Dia merasa senang hanya karena Aditya membeli helm khusus untuknya.
Bisa-bisanya dia tersipu hanya untuk perhatian kecil yang mungkin menurut Adit adalah hal yang biasa saja. Tapi entah untuk Anga rasanya berbeda
"Bisa nggak??" Anga sempat terkejut karena tangan Aditya berada di bawah dagunya untuk membantunya memasang helm. Sesuai anjuran polisi kalau memakai helm harus sampai bunyi klik, baru bisa di sebut safety.
"Kamu pernah naik motor??"
Anga menggeleng dengan ragu. Jujur ini untuk pertama kalinya, dari dulu memang dia terbiasa hidup enak dan di manjakan oleh Angga.
"Nanti Mas pelan-pelan kok, nggak usah takut"
Aditya memindah tas punggungnya ke depan menutupi dadanya agar Anga duduk dengan nyaman di belakang.
Anga mulai duduk di belakang Aditya dengan kaku. Apalagi dia memakai dress karena tidak tau kalau Aditya akan menjemputnya.
"Pegangan ya Dek??"
"I-iya Mas"
Mereka mulai keluar dari area kampus saat hari sudah mulai gelap. Aditya juga mengendarai sepeda motornya dengan pelan sesuai katanya tadi agar Anga tidak takut.
Keduanya saling terdiam dengan kedua tangan Anga yang memegang ujung jaket Aditya di bagian pinggang. Dia sebenarnya takut jatuh, tapi untuk berpegangan lebih erat, atau memeluk pinggang Aditya, Anga merasa sungkan.
"Dek??"
"Iya Mas??" Anga sedikit memajukan kepalanya agar mendengar suara Aditya yang kabur di bawa angin.
"Kita beli makan di luar aja ya, Mas belum sempat belanja lagi. Di rumah udah nggak ada apa-apa"
"Iya Mas boleh"
"Kamu mau makan apa??"
Seperti halnya wanita, pasti bingung kalau di tanya ingin makan apa. Sebenarnya Anga juga tidak ada selera makan sama sekali. Tadi malam dan tadi pagi dia makan hanya karena menghargai Aditya yang telah bersusah payah memasak untuknya.
"Kalau Mas mau makan apa??"
"Mas apa aja, semuanya Mas suka. Jadi samakan aja kaya kamu" Sahut Aditya agak keras karena suara disekitarnya yang cukup berisik.
Aditya tak mendengar jawaban Anga setelah beberapa detik.
"Kamu nggak selera makan ya??"
Anga kembali diam saat Aditya berhasil menebak pikirannya.
Entah kenapa Anga kembali merasa sedih. Sekarang dia tak punya siapa-siapa. Hanya Aditya yang notabennya bukan siapa-siapa sebelumnya, kini menjadi suaminya.
Tapi Aditya memperlakukannya dengan begitu baik. Aditya bahkan menjemputnya ke kampus tanpa mengabarinya lebih dulu. Bagaimana kalau tadi ternyata Anga sudah pulang, apa Aditya tidak akan sia-sia datang ke kampus Anga.
Anga mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir. Anga tidak mau Aditya kembali melihatnya menangis.
"Kok diam??"
"Anga mau bebek goreng boleh Mas??" Celetuk Anga begitu saja. Padahal dia sama sekali tidak menginginkannya.
Dia asal menyebut hanya untuk membeli lauk untuk makan malam Aditya.
"Boleh ayo kita cari bebek goreng yang enak"
Aditya tak sengaja menarik gasnya dengan sedikit kencang hingga Anga yang tak siap langsung memeluk tubuh Aditya sengan begitu erat. Kedua tangannya melingkar di pinggang Aditya begitu pun wajah Anga yang menempel di punggung Aditya.
"Maaf Dek, Mas nggak sengaja. Mas lupa kalau ada kamu di belakang"
Anga sempat merasakan jantungnya mau lepas karena takut kalau jatuh dari motor Aditya di tengah jalan seperti itu.
"Nggak papa kok Mas" Anga ingin menarik tangannya yang refleks memeluk Aditya itu. Dia merasa malu saat ini. Memeluk pinggang suaminya yang terasa keras dan berotot itu. Dari memegangnya sekilas saja, Anga bisa membayangkan bagaimana isi di balik baju Aditya itu.
Tapi gerakan Anga yanh ingin menarik tangannya itu di tahan oleh Aditya. Pria itu malah memegang tangan Anga yanga ada di pinggannya.
"Jangan di lepas, peluk yang erat, biar nggak jatuh"
Anga malah jadi kesusahan bernafas saat merasakan punggung tangannya di usap Aditya dengan lembut di depan sana.
Kalau sudah begitu, Anga hanya bisa pasrah. Toh Aditya juga suaminya.