Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangisan
Billa seolah merasa sendiri ditengah hutan yang lebat, masih tak bisa menahan air matanya, dan tak sedikitpun memperdulikan setiap tatapan yang dihadiahkan kepadanya. Setibanya di halte, tangisnya sudah mereda, ia duduk termenung menunggu bus yang akan datang. Pikirannya berkelana menembus setiap kenyataan yang datang di hidupnya, menyusun rapi setiap persoalan yang menimpanya, dengan sebuah tekad kuat di hatinya ia berjanji akan menyelesaikan semuanya, dan akan membawa hidupnya ke sebuah ruang yang bernama bahagia.
Dengan langkah gontai ia turun dari bus lalu menyusuri trotoar untuk menuju kost yang sudah ia tempati lebih kurang enam tahun ini. Langkahnya sedikit lebih cepat, ia sudah tidak sabar untuk sampai di kamarnya, dan menumpahkan semua beban di hatinya, tanpa ada seorangpun yang akan melihat dan mengejek air matanya.
Tangannya meraih gagang pintu berwarna silver itu, ia tidak menemukan Ocha diruang tamu, mungkin gadis Semarang itu sedang menonton drama di kamarnya, mengingat temannya itu belum menerima balasan dari tempat ia melamar kerja, maka hari-harinya ia habiskan di kost dengan menonton drama Korea favorit mereka berdua.
Dengan cepat ia menuju kamar dan menghempaskan badannya yang terlihat lebih kurus dari biasanya di sebuah single bed dengan sprei tosca bermotif bunga mawar merah besar di tengahnya. Wajahnya ia tenggelamkan di bantal dan beberapa detik kemudian tangisnya pecah, ia seolah ingin menghabiskan seluruh stock air mata yang ia punya. Tanpa ia sadari, ia menangis sampai terlelap.
Dering telepon membangunkannya, ternyata ia tertidur karena kelelahan menangis, matanya menyipit menatap terangnya layar handphone, satu panggilan tak terjawab dari Ocha, kenapa sahabatnya itu menelpon. Dengan malas ia bergerak turun dari ranjangnya, mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu, dan membuka pintu untuk menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Ia sedikit terkejut begitu melihat Ocha yang sudah berdiri didepan pintu kamarnya.
“Ya Allah Ocha, lo ngapain disini, ngagetin tau gak.” Ucap Billa terkejut begitu melihat Ocha.
“Lo nangis lagi ya, lagi ada masalah tu di share, jangan dipendam sendiri Bil.” Ucap Ocha penuh dengan raut khawatirnya.
“Siapa yang nangis coba, orang gue baru bangun tidur kok,” Bohong Billa.
“Lo tu gak bakat kalo bohong Bil, gue udah enam tahun kenal lo.” Ucap Ocha sambil menatap lekat ke arah Billa.
“Gue lagi gak pengen cerita sekarang Cha,” akhirnya Billa menyerah dan memilih jujur ke Ocha jika dia memang sedang ada ada masalah, walaupun ia belum siap untuk menceritakan masalahnya kepada Ocha.
“Gue cuma khawatir Bil, dari tadi gue ketok pintu kamar lo, tapi lo gak ada nyaut, makanya gue nelpon lo,”
“Gue ketiduran tadi, udah ah minggir dulu mau mandi,” ucap Billa menggeser tubuh Ocha yang menghalangi pintu.
“Siomay gue mana?” Ucap Ocha polos membuat Billa memutar bola matanya jengah.
“Lupa.” Tubuh kurus itu berlalu menuju kamar mandi, tanpa memperdulikan wajah sahabatnya yang kesal.
Setelah shalat ashar, gadis itu tampak serius di depan laptopnya, merevisi skripsinya yang telah dicoret oleh dosen pembimbingnya, kacamata dengan lensa bulat itu bertengger indah di hidung mancungnya, keningnya beberapa kali berkerut memikirkan rangkaian kata yang cocok untuk diketiknya. Sesekali ia menyesap teh yang berada tak jauh dari laptopnya. Satu jam lebih ia berkutat dengan Tugas Akhirnya itu, sebelum ia menutup benda persegi itu dan berjalan menuju jendela kamarnya.
Suasana diluar sedang hujan, namun tidak begitu deras tetapi cukup untuk membuat beberapa genangan air di halaman tempat tinggal mereka. Billa membiarkan jendela kamarnya terbuka, dan membuat beberapa tampias hujan membasahi wajahnya. Ia tersenyum merasakan hujan yang membelai wajahnya, bahkan kini bajunya sedikit terkena air hujan, namun ia seolah tak memperdulikan hal itu.
Akhirnya hujan pun berhenti dan memunculkan beberapa cahaya warna-warni yang samar dan membentuk setengah lingkaran di ufuk barat. Ia mengagumi keindahan warna yang terpancar di langit itu, begitu indah memanjakan mata, namun keindahannya itu pasti tidak akan bertahan lama. Apakah memang setiap keindahan itu tidak akan kekal, ia membatin.