Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Hari demi hari berlalu. Ginran, Kaiya dan yang lain, semuanya disibukkan dengan persiapan festival kampus. Sebenarnya kalau dibilang sibuk, Kaiya sama sekali tidak sibuk. Karena dirinya hanya sesekali saja membantu Lory dan Tita. Gadis itu malah lebih banyak menyendiri dan cenderung menghindari Ginran karena tidak percaya diri.
Kaiya bahkan sengaja mengganti nomornya agar Ginran tidak bisa menghubunginya lagi. Kalau bisa, ia mau pindah apartemen juga karena mungkin saja sewaktu-waktu Ginran akan datang tanpa di undang, seperti waktu itu. Entahlah, Kaiya kadang masih terngiang-ngiang dengan peristiwa di masa lalunya dan belum siap membuka diri. Ia takut orang-orang akan tahu dan bergosip tentangnya. Masalah hati dan trauma masa lalu memang tidak bisa hilang secepat itu. Apalagi sekarang ia merasa rendah diri dan tidak pantas. Pikirannya terus mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pembunuh.
"Kaiya, lo kenapa sih hilang mulu. Festivalnya tinggal satu hari lagi tahu. Pokoknya hari ini nggak ada alasan. Lo harus ikut gue sama Tita temuin Mia." cetus Lory yang muncul tiba-tiba. Mereka ada kelas hari ini jadi tentu saja Kaiya ada di kelas.
Beda dengan Lory yang sering banget bolos sekalipun ada kelas. Kalau bukan karena mau ancam Kaiya ikut sama mereka nanti, jangan harap dia ada di kelas. Lory kan paling benci mata kuliah umum seperti bahasa Inggris yang sekarang sedang mereka pelajari. Heran deh, jaman begini masih saja pelajaran umumnya ada kelas bahasa Inggris, kayak anak SMA aja.
"Mia?" Kaiya memiringkan wajahnya menatap Lory. Ia tidak tahu siapa Mia yang cewek itu maksud.
"Mia tuh salah satu pianis yang kita undang buat tampil besok di festival kita." jelas Lory. Kaiya manggut-manggut mengerti.
"Lo bakal ikut kan?" tanya Lory lagi memastikan. Ia sudah siap-siap dengan berbagai ancaman terhadap Kaiya kalau seandainya gadis itu menolak. Namun ketika Kaiya menganggukkan kepala setuju, barulah senyum cerah terbit di wajah Lory.
Sementara itu di tempat lain, Ginran memilih menyendiri di rooftop kampus. Berdiri sambil memandang ke bawah. Wajahnya datar seperti biasa dengan kedua tangannya terlihat di dada. Dari atas situ ia bisa melihat siapa saja yang berada di bawah sana.
Namun sekarang ini, pria itu tengah sibuk memikirkan Kaiya. Terakhir kali ia berbicara dengan gadis itu sekitar dua minggu lalu, di apartemen Kaiya. Mereka sudah tidak berhubungan lagi setelah itu. Hanya berpapasan saja di pertemuan club. Itu pun kalau gadis itu datang. Ginran hanya bisa melihatnya sesekali.
Pria itu pikir setelah interaksi mereka di apartemen waktu itu, hubungannya dan Kaiya perlahan-lahan mulai membaik. Ternyata sama saja. Kaiya sengaja mendorongnya menjauh. Bahkan nomornya diganti.
"Huh!" Ginran mendengus keras, merasa kesal tiap kali mengingat nomor Kaiya yang sudah tidak bisa di hubungi lagi. Gadis itu memang sengaja mau menghindarinya.
"Ginran," panggilan itu membuat Ginran menoleh. Darrel berdiri didepan sana.
"Lo sibuk?" tanyanya.
"Kenapa?" Ginran balas bertanya.
"Mau latian bareng gue nggak? Sekalian ngisi waktu kosong lo." ajak Darrel. Ginran tahu latihan apa yang dimaksud pria itu. Walau tidak bergabung dengan club menembak, Ginran memang cukup berbakat di bidang olahraga itu. Sayangnya menembak hanyalah sebatas hobi baginya, berbeda dengan Darrel yang memang pengen terjun dalam pekerjaan yang berhubungan dengan benda mematikan itu.
"Sekarang?"
"Hmm." sesudah itu keduanya beranjak menuju lokasi club.
Sampai di tempat latian, sudah ada beberapa orang anggota club yang memadati ruangan. Beberapa mahasiswi perempuan yang melihat kedatangan dua pria itu jadi tidak fokus. Bahkan ada yang sudah siap-siap menembak, tembakannya jadi meleset. Beberapa perempuan sibuk merapikan rambut dan wajah mereka. Padahal percuma saja mereka melakukan itu. Toh Ginran dan Darrel tidak akan peduli sama sekali. Apalagi Ginran.
"Hai Darrel." sapa Misty salah satu teman club Darrel dengan senyum lebar. Gadis itu yang selalu menyapa lebih dulu ketika mereka bertemu.
Misty berusaha keras terlihat sekalem mungkin didepan mereka. Apalagi ada Ginran juga di sini. Darrel memang sudah sangat tampan, tapi entah kenapa melihat Ginran, lelaki itu terlihat berkali-kali lebih tampan. Mungkin karena Ginran sangat berkarisma dan kelihatan jauh lebih dingin dari Darrel.
"Lo latian di sini aja. Gue udah selesai kok." kata Misty lagi menawarkan ruangan yang baru saja dia pakai. Bilik-bilik ruangan itu terbuat dari kaca jadi semua orang yang melewati tempat itu dan mau sekalian menonton mereka latihan bisa melihat mereka dengan jelas.
"Thank's." ucap Darrel singkat. Ia lalu meletakkan tasnya yang dia letakan di kursi dan mengeluarkan peralatan menembak miliknya.
"Lo duluan. Setelah lo gue ganti." ujar Ginran lalu duduk di sebuah bangku dekat situ. Ia tidak mempedulikan para wanita yang masih memperhatikannya. Sudah biasa juga baginya.
Ginran memandang ke beberapa orang yang sibuk latian juga. Ada yang posisi menembak, ada yang melakukan pemanasan di sisi lain. Darrel mulai mengambil ancang-ancang di titik penembakan. Ketika ia mulai menembak, tembakannya sedikit meleset. Namun menurut Ginran, Darrel semakin jago setelah latian hampir satu tahun ini. Mungkin dia bisa juara satu kalau fokus latian.
"Kaiya, cepat! Keburu Mia-nya pergi nanti."
Fokus Ginran beralih ketika mendengar seseorang menyebut nama gadis yang dia kenal. Dan benar saja, Kaiya yang disebut itu memang Kaiya yang dia kenal, gadis yang dia sukai. Kaiya belum menyadari keberadaannya namun pandangannya fokus ke bilik-bilik ruangan menembak.
Ginran menyadari sebuah perubahan besar di wajah Kaiya. Gadis itu berhenti berjalan dan tampak aneh. Ia seperti baru saja melihat hantu. Bahkan ia seperti tidak mendengar temannya memanggil-manggil namanya. Kaiya juga tidak bergerak sama sekali saat salah satu dari teman yang bersamanya menariknya.
Ginran berdiri dari tempat duduknya. Memang ada yang aneh dari gadis itu. Lalu ketika sebuah tembakan keras terdengar, Kaiya langsung tersungkur ke lantai sambil menutupi kedua telinganya. Pandangannya liar dan orang-orang menatapnya dengan tatapan-tatapan aneh. Lory dan Tita pun kebingungan melihat Kaiya. Sementara Ginran sendiri langsung berlari ke arah mereka. Pria itu tentu khawatir bukan main.
"Kaiya Lo kenapa?" Lory membungkuk menyamakan posisinya dengan Kaiya. Namun tak ada respon dari gadis itu. Beberapa anggota club yang berada di situ mulai berkumpul mengitarinya. Tak lama sesudah itu Ginran masuk ke dalam kerumunan dan berlutut didepan Kaiya. Darrel ikut muncul setelahnya, berdiri dibelakang Ginran.
"Yaya," gumam Ginran lembut. Lagi-lagi memanggil gadis itu dengan nama kecilnya. Ginran sendiri lebih senang memanggil Kaiya begitu.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN