Kejadian tak terduga di pesta ulang tahun sahabatnya membuat seorang gadis yang bernama Recia Zavira harus mengandung seorang anak dari Aaron Sanzio Raxanvi.
Aaro yang paling anti wanita selain ibunya itu, tiba-tiba harus belajar menjaga seorang gadis manja yang takut dengan dirinya, seorang gadis yang mengubah seluruh dunia Aaro hanya berpusat padanya.
Apakah dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya?
Apakah dia bisa membuat Cia agar tidak takut dengannya?
Dapatkan dia dan Cia menyatu?
Dapatkah Cia menghilangkan semua rasa takutnya pada Aaro?
Ayo baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZaranyaZayn12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas
Ceklek
Pintu ruangan itu terbuka membuat Aaro menatapnya dengan was-was. Apakah Mamanya berhasil membujuk Cia?
Apakah Cia mau masuk ke dalam ruang rawatnya?
Apakah Cia baik-baik saja?
Pikiran Aaro berkecamuk membuat kepalanya terasa sakit.
"Hallo sayang!" Ujar Sana yang membuat Aaro tertegun.
Apakah dia hanya mimpi? Jika ini mimpi, Aaro mohon jangan bangunkan dia!
Disana! Cia sedang menunduk menatap lantai ruang rawatnya membuat Aaro tersenyum senang.
"Hallo Ma! Hallo Cia!" Ujar Suara itu serak.
Ruangan Aaro memang sudah di penuhi oleh para sahabatnya! Mulai dari Zaki, Dita, Aisyah, Dikru, Rion, Papanya, bahkan Risa.
"Hallo Kak!" Lirih Cia yang membuat Aaro tersenyum.
Sana pun menggandeng tangan Cia untuk mendekati Aaro dengan pelan karena takut mengejutkan Cia.
Aaro melihat Cia yang ternyata baik-baik saja pun merasa lega. Jika sampai Cia kenapa-napa, Aaro tidak tau akan berbuat seperti apa lagi dikehidupan nya.
"Lo baik-baik aja kan?" Tanya Aaro yang membuat Cia menoleh ke arahnya.
"Cia baik-baik aja Kak! Kan kak Aaro yang kenapa-napa!" Ujar Cia yang Aaro agguki.
"Kak Aaro gimana keadaannya?" Tanya Cia lirih.
"Gue baik-baik aja asal lo juga baik-baik aja!" Ujar Aaro yang membuat pipi Cia memerah.
"Kak Aaro gak apa-apa?" Tanya Cia lagi.
"Kalo bicara sama orang, wajahnya di tatap sayang!" Ujar Aaro yang membuat Cia tertegun.
Di angkatnya kepalanya perlahan membuat Cia membenarkan bantal Aaro dengan reflek.
"Makasih Istri!" Ujar Aaro yang nembuat Cia tertegun dan pipinya pun semakin memerah.
"Bisa tinggalin kita berdua disini?" Tanya Aaro yang hanya memusatkan pandangannya kepada Cia.
"Dih? Mentang-mentang si Cia udah mau masuk kita di usir?" Ujar Rion yang tidak di gubris oleh Aaro.
Jangankan Rion, Aisyah yang mendengarnya saja malas.
Mereka pun mulai keluar ruangan Aaro satu persatu yang membuat Cia panik. Bagaimana ini? Paniknya.
"Mama jangan tinggalin Cia!" Ujar Cia menahan tangan Sana.
"Gak apa-apa Sayang! Kamu di sini dulu ya nak!" Ujar Sana mencoba melepaskan genggaman Cia dengan pelan.
"Maaa!" Rengek Cia yang hanya di balas anggukan semangat dari Sana.
Tak lama setelah itu pun ruang Aaro yang tadinya ramai pun kini hanya menyisakan mereka berdua.
"Sini!" Ujar Aaro yang membuat Cia mengangkat wajahnya ragu.
"Gue gak bakalan makan lo! Yakali makan istri sendiri!" Ujar Aaro ketus yang membuat Cia maju perlahan.
"Kenapa Kak?" Tanya Cia takut.
Aaro memandang Cia dengan perasaan bersalahnya. Kapan? Kapan ketakutan Cia akan dirinya akan menghilang? Pikir Aaro kecewa.
"Gue minta maaf!"
Kata-kata Aaro membuat Cia menatap heran kepada lelaki itu.
"Kak Aaro kenapa?" Tanya Cia pelan.
"Maafin gue! Yang udah ambil mahkota lo! Maafin gue yang udah rusak masa depan lo!" Ujar Aaro yang masih menatap kedua mata bulat itu dengan lekat.
"Tolong! Hilangin rasa takut lo sama gue! Lo istri gue! Gue gak mungkin nyakitin lo!" Ujar Aaro yang membuat Cia terdiam.
Aaro pun memberanikan diri mengambil tangan Cia yang terpaut erat satu sama lain itu dengan lembut.
"Maafin gue Ci!! Jangan kaya gini. Gue, gue benar-benar minta maaf Ci! Kasih gue kesempatan buat jadi suami dan ayah yang baik untuk anak kita nanti!" Ujar Aaro menatap Cia dalam. Mencoba meyakinkan Cia. Mencoba meminta keringanan akan hukuman yang Cia berikan kepadanya dan meminta kesempatan agar bisa menjadi suami dan ayah yang baik.
"Tapi Kak, Cia takut sama Kak Aaro!" Lirih Cia yang membuat Aaro menghembuskan nafasnya pelan.
Aaro mengusap jari-jari Cia yang masih berada di dalam genggamannya dengan kecewa.
"Bisa? Kalau kita coba! Kalau kita kayak gini terus, kapan kita akan majunya Ci? Kapan kita akan dekat? Kapan kita akan memulai Ci?" Tanya Aaro.
"Lo di rumah Mama Ratih sedangkan gue di rumah Mama Sana , gimana caranya gue buat jagain kalian Ci? Gimana kalau kalian dalam bahaya dan gue enggak tau?" Lirih Aaro dengan menatap tepat pada mata bulat Cia.
"Jadi Cia harus gimana Kak? Cia bingung!" Air mata Cia mulai mengalir membasahi pipinya.
"Kita mulai dari awal ya? Lo coba kasih gue kepercayaan, satu kalii aja." Ujar Aaro yang membuat Cia terdiam.
Apa Cia harus kasih Kak Aaro kesempatan? Tapi, Cia takut nanti Kak Aaro melakukan hal yang sama kembali, Kasar. Cia takut!
"Tapi Kak Aaro janji gak bakalan kasar sama Cia lagi?" Tanya Cia dengan masih sesegukan.
"Gue janji! Apapun itu bakal gue lakuin buat kalian." Tekad Aaro
"Janji harus di tepatin ya Kak!" Ujar Cia.
"Iya.. Gue akan buktiin. Gue akan berusaha buat jagain kalian." Ujar Aaro yakin.
"Cia akan usaha buat gak takut sama Kak Aaro lagi." Ujar Cia mengusap air matanya.
"Mulai dari sekarang?" Tanya Aaro yang di agguki oleh Cia.
"Iya Kak!" Ujarnya pelan.
Eh?
Cia terkejut saat Aaro menarik tangannya lembut, membawanya agar duduk di tepi ranjangnya.
Kan kasihan calon mommy muda itu terus berdiri di sana. Kalau nanti Cia kelelahan bagaimana?
"Tapi Kak Aaro jangan pake lo-gue lagi!" Ujar Cia.
Cia merasa sangat terganggu dengan bahasa yang di gunakan Aaro. Terlalu jauh jika di gunakan untuk mereka yang sudah menikah. Boleh di gunakan! Asal tidak terlalu sering! Pikir Cia.
"Iya maaf! Pake aku kamu? Atau sayang aja?" Tanya Aaro dengan wajah datarnya.
"Kak Aaro kalo mau gombal minimal mukanya di kondisiin dikit. Masa muka datar gitu di pake buat gombal? Gak banget! Garing!" Ujar Cia dengan cemberut.
Apakah Aaro tidak ada ekspresi lain gitu? Selain wajahnya yang seperti triplek itu! Mana ada orang yang ngenggombalin orang lain tapi mukanya datar? Kesal Cia.
"Iya... Maaf sayang!" Ujar Aaro yang membuat pipi Cia memerah.
"Ish! Kok pipi Cia rasanya panas ya?" Tanya Cia dengan memegang kedua pipinya.
"Aku pengen nyubit pipi merah kamu Yang! Tapi semua badan aku masih sakit! Belum terlalu bisa banyak gerak." Ujar Aaro yang membuat Cia menunduk.
"Maafin Cia ya Kak, gara-gara Cia Kak Aaro jadi kaya gini!" Ujar Cia.
Tak
Cia mendongak ketika merasakan kepala Aaro yang menabrak kepalanya.
"Itu udah tugas aku buat jaga kalian supaya tetap aman. Kalau sampai waktu itu yang kena kaca itu kamu, aku mungkin gak bakalan maafin diri aku sendiri Yang." Ujar Aaro.
"Tapi, karena Cia Kak Aaro jadi kayak gini!" Ujar Cia.
Di sentuhnya tangan kanan Aaro yang terdapat perban membuat yang punya meringis kecil.
"Sakit Kak?" Tanya Cia ngeri.
"Sakit Yang! Jangan kamu tekan Sayang." Jawab Aaro dengan kekehannya.
"Maafin Cia ya Kak!" Ujar Cia. Lagi-lagi rasa bersalahnya bertambah besar.
"Kamu jangan minta maaf terus Yang! Aku bersyukur yang kena kaca itu aku. Kalau kamu gimana? Kamu dan bayi kita? Aku gak bisa bayangin Ci," Ujar Aaro mengusap tangan Cia yang berada di genggaman tangan kirinya itu.
"Kita mulai semuanya sama-sama ya. Aku mohon sama kamu supaya percaya sama aku!" Ujar Aaro.
"Tapi Kak Aaro jangan sampai selingkuh ya!" Ujar Cia kala mengingat sahabat Aaro yang menggunakan hijab itu selalu mencoba menarik perhatian Aaro.
"Loh? Kok kamu sampe mikir ke sana Yang? Dipikiran aku aja gak ada terlintas sedikitpun tentang gituan Yang. Yang aku pikirin itu cuma kamu sama bayi kita aja. Gimana supaya kamu gak takut sama aku lagi? Gimana caranya supaya kita bisa sama-sama terus? Aku gak pernah mikirin hal selain itu Yang." Ujar Aaro dengan dingin. Dia bahkan tidak pernah memikirkan wanita lain selain Cia, pernah dia memikirkan wanita lain, tapi itu Sana! Ibunya.
"Cia takut Kak Aaro ninggalin Cia suatu saat buat bisa sama wanita yang mempunyai semuanya lebih dari Cia!" Lirih Cia ketika mendengar nada Aaro yang dingin. Dia takut!
"Aku cuma mikirin kamu Yang. Aku gak pernah kepikiran buat mikirin orang lain selain kamu. Cuma kamu! Kamu dan bayi kita!" Ujar Aaro. Ingin rasanya laki-laki itu mencium pipi bulat itu namun lagi-lagi tubuhnya akan terasa seperti mati rasa saat bergerak sedikit saja.
"Percaya sama aku ya? Aku janji! Cuma kamu yang ada di hidup aku." Ujar Aaro yang membuat Cia ragu. Janji bisa di ingkari. Cia mau bukti! Bukan janji.
"Cia gak mau janji Kak, Cia mau bukti!" Ujar Cia yang di angguki oleh Aaro.
"Iya Yang, aku bakalan buktiin itu sama kamu." Ujar Aaro tegas.
"Cia tunggu bukti Kak Aaro!" Ujar Cia yang di angguki Aaro dengan yakin.