"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
"Anton, berhenti di supermarket depan, Mama titip beli camilan," kata Antares setelah membaca pesan dari mamanya saat di perjalanan pulang dari kantor.
Anton menghentikan mobilnya di depan sebuah supermarket. Saat dia akan turun, Antares mendahuluinya. "Biar aku beli sendiri."
Antares masuk ke dalam supermarket itu dan mengambil troli. Dia membeli makanan kesukaan mamanya dan juga untuk Aira meskipun dia belum tahu apa yang paling disuka Aira. Dia pilih saja berbagai makanan ringan ke dalam trolinya.
Setelah trolinya hampir penuh, dia berhenti di dekat rak obat-obatan. Dia membeli balsem yang cocok untuk menghilangkan rasa sakit di kakinya. "Kayak udah jompo kalau pakai ini," gumam Antares.
Dia meninggalkan trolinya untuk memilih beberapa obat luar lainnya.
"Eh, maaf."
Antares menoleh seseorang yang menjatuhkan barangnya di atas trolinya lalu mengambilnya. Dia hanya mengangguk dan lanjut mengambil beberapa obat luar yang dibutuhkannya. Setelah itu, dia menuju kasir sambil sesekali melihat jam di tangannya.
Antares mengambil dompetnya saat barangnya ditotal di kasir. Dia mengeluarkan kartunya dari dompet dan tidak menghiraukan kasir yang tersenyum padanya.
Setelah membayar, dia membawa barang belanjaannya keluar dan berjalan menuju mobilnya.
"Anton, langsung ke rumah."
"Iya, Pak." Kemudian Anton melajukan mobilnya menuju rumahnya.
Antares sudah tidak sabar melihat Aira. Seharian tidak bertemu Aira rasanya sangat sepi.
Setelah sampai di depan rumahnya, Antares keluar dari mobil sambil membawa barang belanjaannya. Dia masuk ke dalam rumah dan tersenyum melihat Aira bersama mamanya yang sedang menonton televisi bersama di ruang tengah.
"Santai sekali." Antares meletakkan kantong plastik itu di atas meja.
"Iya, seru sekali ada teman menonton." Shena membuka kantong plastik itu dan melihat aneka makanan ringan yang cukup banyak. "Banyak sekali kamu beli."
"Iya, sekalian." Antares mengulurkan tangannya dan meraih kantong kecil yang berisi obat-obatannya tapi isi dari kantong itu justru terjatuh di dekat kaki Aira.
Seketika Aira membungkuk dan meraih obat-obat itu. Dia mengambil kotak berkilau yang sepertinya bukan obat. "Du rex invisible XL? Apa ini?" Seketika Aira melempar kotak itu yang langsung ditangkap Antares.
Aira menutup mulutnya melihat apa yang dibeli Antares. Apakah itu sisi lain dari bosnya? Sama seperti drama-drama yang dia lihat.
"Ares, itu apa?" tanya Shena sambil melebarkan matanya menatap Antares.
Antares membaca tulisan yang tertera pada kemasan. "Du ... kenapa bisa ada di sini?"
Shena berdiri dan menjewer telinga putranya. "Kamu mau macam-macam sama Aira! Mama tahu umur kamu sudah matang dan memang sudah saatnya merasakan tapi harus menikah dulu."
Antares mengusap telinganya yang terasa panas karena jeweran dari mamanya. "Tidak! Aku juga tidak tahu kenapa ini ada di dalam kantong."
Aira masih menatap Antares terkejut. Dia tidak bisa berkata-kata.
"Aira jangan berpikiran aku pria kayak gitu. Mungkin ini punya orang yang tadi gak sengaja jatuhin belanjaannya di troli yang aku bawa."
Karena mendapat tatapan aneh dari Aira dan mamanya, buru-buru Antares menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
"Kalau Ares sampai macam-macam sama kamu, bilang sama Tante."
"Iya, Tante."
Antares menutup pintu kamarnya lalu duduk di tepi ranjang. Dia melihat lagi kotak yang masih dia pegang. "Meskipun ukurannya benar tapi mau dipakai sama siapa. Lagian kalau udah nikah gak perlu pakai ginian." Antares memasukkan barang itu ke dalam laci
...***...
Malam itu, Aira duduk di taman rumah Antares sambil menatap bintang di langit. Di pangkuannya ada kucingnya yang terus dia usap.
"Aira, sudah malam. Kenapa belum tidur?" tanya Antares sambil duduk di samping Aira.
Aira menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa tidur. Untungnya besok hari Minggu. Tadi aku sudah melihat rumah kontrakan dan sudah membayarnya, besok aku akan pindah ke sana."
"Secepat itu?"
Aira menganggukkan kepalanya. "Tidak enak sama Pak Ares kalau lama-lama di sini."
"Ya sudah, besok aku bantu kamu pindah."
Aira terdiam beberapa saat. "Aku mau ambil barang-barang di rumah, tapi ..."
"Aku temani kamu ke rumah. Tidak perlu takut."
Aira akhirnya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian tidak ada pembicaraan di antara mereka dan pandangan mereka sama-sama menatap langit malam itu yang dipenuhi bintang.
"Bintang Antares dari rasi bintang Scorpio." Aira menunjuk bintang yang paling terang berwarna merah.
"Kamu tahu?" Antares menatap Aira dari samping.
Aira menganggukkan kepalanya. "Pasti karena papa Pak Ares bernama Sky jadi ambil nama anak dari rasi bintang. Nama perusahaannya saja Galaksi."
"Ada banyak kisah dengan nama-nama itu. Perusahaan Galaksi itu sebenarnya gabungan dari nama Gala dan Sky. Gala saudara kembar Papa yang sudah meninggal. Dulu nama perusahaan itu AL Elektronika, lalu berpecah dan membentuk dua perusahaan. AL Elektronika tetap ada dan dipegang sama Om Arion. Papa sengaja memberi nama perusahaan Galaksi, agar Papa merasa bisa berjuang bersama membangun perusahaan dengan saudara kembarnya yang sudah tiada."
Aira menatap Antares yang bercerita tentang sejarah perusahaan. "Jadi seperti itu. Kalau nama saudara kembar Pak Ares siapa? Nama dari rasi bintang juga?"
"Wulan. Aku suruh ganti nama, dia gak mau." Antares tertawa kecil tapi hanya sesaat lalu berhenti.
"Wulan? Masih dalam ruang lingkup galaksi sih."
"Iya, sebenarnya Papa memberi nama anak kembarnya Antares dan Adara. Tapi ternyata Adara tertukar dengan Wulan saat masih bayi di rumah sakit."
"Adara, mantan Pak Ares?" Tersadar, Aira menutup mulutnya karena tanpa sengaja bertanya tentang Adara.
"Iya, dulu aku sangat menyayangi dia, mungkin karena kita sudah bersama sejak kecil. Dulu keinginanku menikah dengan Adara tapi takdir berkata lain. Dia sudah bahagia dengan keluarga kecilnya dan aku harus tetap menganggapnya sebagai saudara."
"Pak Ares belum move on?"
"Aku?" Antares mencondongkan tubuhnya dan menatap Aira sangat dekat.
Aira memundurkan kepalanya, menjauhi Antares yang terus mendekat. Dadanya semakin berdebar tak karuan. Dia remat tangannya sendiri untuk mengurangi rasa gerogi yang tiba-tiba menyerangnya.
"Aku sudah move on. Apa butuh bukti?"
Hangatnya napas Antares menyapu pipinya yang membuat Aira semakin salah tingkah. Dia menahan dada Antares yang semakin mendekatinya bahkan kucing di pangkuannya sampai berlari kabur. "Pak Ares mau apa? Jangan bilang mau gunain yang ukuran XL itu." Aira semakin keras mendorong Antares menjauh.
"XL?" Antares tertawa mendengar perkataan Aira. "Jadi kamu masih penasaran dengan itu."
"Tidak! Aku mau tidur." Aira berdiri dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah.
Antares hanya tersenyum. Dia menatap Aira yang sudah menghilang. "Aira ... menggemaskan sekali."
💕💕💕
😂😂😂
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....