Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat
"Aku wanita itu ...," jawab Ayu.
Kedua mata Ana langsung melotot mendengar jawaban dari adiknya itu. Dia tertawa sumbang. Berpikir ini hanya candaan Ayu, sang adik tiri.
"Aku tidak sedang becanda, Ayu. Aku lagi tak ada waktu untuk melayani omong kosong kamu!" seru Ana.
Ana lalu berdiri dari duduknya. Tubuhnya saat ini terasa sangat lelah. Mungkin bukan raganya saja, tapi juga hatinya. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
Hubungan yang dia jalin selama empat tahun ini harus kandas. Impian berumah tangga dengan sang kekasih sirna. Ana berjalan perlahan menuju kamarnya. Beru beberapa langkah, kakinya terhenti karena mendengar ucapan adiknya, Ayu.
"Aku tidak sedang bercanda. Ini buktinya," ucap Ayu.
Ayu mendekati kakaknya. Dia lalu memperlihatkan foto kemesraan dirinya dan Erik. Dia juga menunjukan foto saat keduanya di dalam kamar hotel.
Darah di kepala Ana terasa mendidih. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dadanya sesak menahan amarah. Tanpa di duga Ana meraih gawai Ayu dan melemparnya ke dinding dengan sekuat tenaga hingga hancur berkeping.
Mulut Ayu terbuka, tak percaya dengan apa yang dia lihat. Gawai kesayangannya hancur. Padahal baru dua bulan itu di beli. Dia histeris. Meneriaki Ana.
"Dasar wanita gila! Kenapa ponselku kau hancur kan!" teriak Ayu.
Teriakan Ayu tentu saja menarik perhatian kedua orang tua mereka. Ayah dan ibu saling pandang. Mereka lalu berdiri mendekati anak-anak.
Belum rasa keterkejutannya hilang, Ayu makin di buat terkejut saat tangan Ana mendarat tepat di pipinya. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa dia menampar wajah adiknya itu.
"Kau yang gila! Apa kau tak punya perasaan, kenapa harus berselingkuh dengan Erik? Apa tak ada pria lain yang bisa kau cari, sehingga berselingkuh dengan calon suamiku?"
Ana berucap dengan suara yang cukup keras. Amarah yang dari tadi dia coba tahan akhirnya meledak mengetahui kenyataan jika adiknya yang menjadi duri dalam hubungannya.
Ayah dan ibu heran melihat Ana yang marah. Tidak pernah mereka mendengar suara keras dari gadis itu. Baru kali ini orang tuanya melihat kemarahan sang putri.
"Kenapa kamu berteriak? Apa kamu ingin tetangga mendengar pertengkaran kalian?" tanya Ayah.
Napas Ana masih tampak memburu menahan amarahnya. Dia menarik napas dalam dan membuangnya berulang kali.Kepalanya terasa mau pecah.
"Ayah tanya sendiri dengan anak kesayangan ayah itu!" seru Ana dengan menunjuk Ayu.
Ayu berlari mendekati ibunya. Memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan sang kakak. Dia tak pernah menduga jika gadis itu berani melakukan ini.
"Ibu lihatlah, ponselku di hancurkan Kak Ana. Dia juga menampar pipiku!" Ayu mengadu sambil berusaha mengeluarkan air mata agar ayah dan ibunya menjadi iba.
"Kenapa kau menampar dan hancurkan ponsel Ayu?" tanya ibu dengan suara lantang.
Ana tersenyum miris. Dia yakin sang ibu pasti akan membela putrinya. Tak peduli salah atau benar.
"Menurut ibu apa yang pantas aku lakukan untuk pengkhianat seperti Ayu. Lagi pula ponsel itu aku yang beli. Terserah mau aku apakan!"
"Sombong sekali kau, jadi karena kau yang beli berhak mau diapakan? Apa kau lupa selama ini kami telah memberimu makan? Ini balasan darimu?" tanya Ibu.
Ayah memandangi wajah Ana dengan tatapan tajam. Tak berkedip sedikitpun. Seperti ingin menelan putrinya itu.
"Bukan soal ponsel, apa ayah dan ibu tau apa yang telah Ayu lakukan? Dia telah berselingkuh dengan Mas Erik. Dan tadi Mas Erik membatalkan pernikahan kami. Apa yang pantas aku lakukan untuk pengkhianat seperti nya!" ucap Ana dengan menunjuk Ayu.
Ayu memeluk tubuh ibunya mendengar ucapan Ana. Ayah tampak terkejut mendengar penuturan putrinya. Sepertinya pria itu tak tahu apa yang terjadi.
Berbeda dengan ayah Ana, ibu tirinya tidak ada rasa terkejut mendengar penuturan dari gadis itu. Dia justru tampak marah pada anak tirinya.
"Seharusnya kau introspeksi diri, bukannya menyalahkan Ayu. Yang memilih Ayu menjadi istrinya itu adalah Erik. Dia lebih mencintai adikmu. Berarti ada sesuatu dari dirimu yang tidak dia suka!" ucap ibu tiri Ana dengan tanpa rasa bersalah.
Kembali Ana tersenyum miris. Sudah menduga jika ibu lebih membela anaknya. Tapi, yang membuat dia terkejut justru reaksi sang ibu. Mendengar pembelaan wanita itu, sepertinya sudah mengetahui tentang perselingkuhan mereka.
Ayah hanya diam. Tak berani mengeluarkan kata-kata apa pun. Itu yang paling tak Ana sukai, kenapa sang ayah tak pernah membantah apa pun yang ibu tirinya lakukan.
"Bu, dengarkan kata-kataku. Tak perlu kelebihan atau kehebatan apa pun untuk jadi pengkhianat. Hanya dibutuhkan rasa tak tau malu, dan modal berani menggoda pria!" seru Ana.
Ucapan Ana itu tentu saja tak bisa di terima oleh sang ibu. Baginya Ayu adalah putrinya yang paling berharga. Tak ada yang boleh menghina.
Ibu melepaskan pelukan Ayu. Dia maju mendekati Ana. Dan dengan cepat wanita itu melayangkan tangannya pada wajah anak tirinya. Ayu yang melihat itu jadi tersenyum.
"Jaga ucapanmu! Jika Erik tak mau lagi denganmu, kenapa kamu menyalahkan Ayu. Jika mereka tidak saling cinta, tak akan terjalin hubungan. Satu lagi yang harus kamu ketahui, semua persiapan pernikahan yang kamu lakukan itu akan digunakan Ayu. Dia yang akan menikahi Erik. Bukan kamu. Jadi aku minta jangan ada drama, untuk mengganggu atau merusak pernikahan adikmu dan Erik. Kau harus terima kenyataan jika Erik lebih memilih Ayu menjadi pendamping hidupnya dari pada kamu!" ucap Ibu tiri Ana dengan penuh penekanan.
Air mata Ana jatuh membasahi pipinya mendengar ucapan ibu tirinya. Tenyata semua telah mereka rencanakan. Dan yang membuat dia sedih sebenarnya adalah reaksi ayah kandungnya. Tidak ada kata atau pembelaan sedikitpun untuk dirinya. Padahal Ana anak kandungnya.
Dalam tangisannya, Ana tertawa. Menertawai hidupnya yang penuh drama.
"Gunakan saja semua yang aku beli dan siapkan untuk pernikahanku. Ayu memang pantas mendapatkan bekasku. Pecundang dan pengkhianat cocok jika disatukan. Aku sumbangkan semuanya untukmu!" seru Ana.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...