Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 2
Selesai mandi, Arya mulai membuka dan menghadapi layar laptopnya. Sembari menunggu waktu magrib, dia berencana melanjutkan pekerjaannya agar bisa memenuhi janji pada Zaki. Tapi ingatannya kembali pada perempuan tangguh di novel online tadi. Sontak tangannya meraih ponsel lalu mengunduh aplikasi novel tersebut.
Setelah berhasil masuk, Arya menuliskan judul yang ia cari. Novel yang dimaksud muncul dan saat dibuka, terpampang fotonya yang diikuti oleh foto gadis hijab biru.
Entah mengapa dia begitu penasaran. Apa dia tertarik dengan gadis itu? Mungkin. Dan jujur saja ia ingin tahu lebih tentangnya.
Diambilnya screenshot foto itu untuk melakukan pencarian lewat gambar. Dan dari beberapa hasil yang tampil, tak ada yang terhubung ke medsos gadis itu. Seolah fotonya itu satu-satunya yang ada di Internet.
Sejurus kemudian, Arya seperti tersadar kemudian segera menutup dan menjauhkan ponselnya seraya menggelengkan kepala.
Dan selanjutnya dia membuka aplikasi menggambar di laptopnya dan larut dalam pekerjaannya.
***********
"Mas Zaki, aku disuruh Bang Irwan minta gambar kerja struktur atap gedung serbaguna kemarin" Tiara, staf bagian estimasi anggaran biaya pembangunan, masuk ke dalam ruangan tim Irwan.
Suaranya saja yang terdengar tanpa terlihat gerakan mulutnya yang tertutup cadar.
"Aduh.. yang benar aja Ra. Baru juga dua hari bisa kerja kalem, sekarang kok dikejar-kejar lagi sih?!", Zaki memelas.
"Ya gimana? Aku kan cuma disuruh".
"Kenapa sih cewek-cewek semuanya pada manut gitu sama Bang Irwan?", Zaki kesal karena merasa didesak.
"Lo ngiri ya Zack? Tapi kayaknya cakra lo masih kalah terang dibanding Bang Irwan. Masih kelap-kelip", Arya menimpali seraya terkekeh menyebalkan.
"Apa an sih lo, kok malah ngebuli gitu. Lagian ini semua juga gara-gara lo yang bikin desain atap jumpalitan begitu. Kan gue jadi susah ngitungnya".
"Lah, kok malah gue yang disalahin. Itu image gue Zack, kalo jelek siapa yang dapat bulian? Gue juga kan?"
"Aduh.. kok kalian berdua malah ribut sih? Ini yang aku minta jadinya gimana?" Tiara akhirnya menengahi.
"Yang dinding sama lantai emang sudah selesai?".
"Sudah dari kemaren. Makanya hari ini disuruh ngitung atap, biar cepat selesai".
"Sudah?! Cepet amat. Kalem dikit dong kerjanya", protes Zaki semaunya.
"Lho, aku kerjanya biasa aja kok. Gak cepet-cepet juga"
"Maksud Zaki itu, kamu ritmenya dibikin lebih slow lagi Ra. Menyesuaikan kemampuan dan kelambatan Zaki, gitu..", Arya masih tak mau ketinggalan.
"Eh, lo ga usah ikutan ngomong ya kalau gak mau jadi bebek penyet. Omongan lu gak mencerahkan".
"Ya secara gue bukan motivator, wajar lah..", mulut Arya gatal untuk tak menyahut.
"Stop, stop. Jadi kapan nih gambarnya bisa aku ambil? Biar nanti kalo Bang Irwan nanyain aku bisa jawab" kini Tiara yang jadi kesal dengan kedua orang di hadapannya.
"Eh, maksud lo biar bisa ngadu ke Bang Irwan kalo kerjaan gue belum selesai, gitu?"
"Auk ah. Terserah Mas Zaki. Pokoknya aku tunggu secepatnya. Kalau sudah selesai, tolong kirim ke E-mail ku", ucap Tiara sengit seraya meninggalkan ruangan.
"Mampus lo, diomelin ninja. Untung gak dilempar kunai" Arya tak tahan hanya diam.
"Nih, kunai nih..", sahut Zaki sambil mengacungkan penggaris siku besar ke arah Arya yang hanya tertawa cekikikan.
Tak berapa lama kemudian, Irwan masuk ke ruangan itu dan duduk di kursinya dengan wajah kuyu. Entah lelah, sedih, atau malah mengantuk.
Zaki tak ingin menyapa, takut dimintai konfirmasi pekerjaannya yang jalannya sudah seperti motor butut lagi sekarat.
"Lesu amat Bang?", Arya yang menyapa.
Irwan hanya menatapnya sebentar kemudian menghela nafas. Meski begitu, bujangan yang every year selalu jadi of the year itu tak kehilangan karismanya. Itulah yang membuat banyak wanita jadi macam ikan hidup di jauhkan dari air. Klepek-klepek.
"Gak papa kok. Gimana perkembangan proyek gedung serbaguna?"
Zaki melengos dalam hati.
"Aman bang, Insya Allah akhir minggu ini juga sudah rampung", Arya menjawabnya tanpa kesepakatan yang disambut Zaki dengan pandangan melotot.
"Baguslah kalau begitu. Zaki, kalau perlu bantuan, bilang ke saya ya", tawar Irwan seolah paham situasi Zaki.
Zaki hanya mengangguk sungkan. Ia tak ingin dianggap tak kompeten walaupun sebenarnya ia merasa kewalahan dengan beban pekerjaannya.
"Bang, belum ada tambahan personil teknik sipil nih? Kasian Zaki kalo harus menghandle perhitungan struktur sendirian".
Zaki melirik ke arah Arya. Dia tak menyangka rekannya itu ternyata punya perhatian terhadap kesulitannya.
"Itu... Sebenarnya ada sih. Kemarin ada lamaran masuk dengan kualifikasi itu dan cukup berpengalaman. Hanya saja kukira kita tak memerlukannya jadi dia dimasukkan ke timnya Pak Nandar".
"Lho.. kok Bang Irwan gak ambil sih?! Bukannya dari kemarin-kemarin kita memang sudah nyari?", protes Arya.
"Ya.. gimana ya? Kayaknya aku lupa. Maaf. Nanti aku cari lagi, dan minta langsung dimasukkan ke tim kita".
Terlihat ada rasa menyesal di mata Irwan.
"Iya bang, gak papa. Sementara biar saya yang handle sendiri dulu. Tapi ngejarnya jangan cepat-cepat ya, ntar saya ngos-ngosan habis nafas, terus mati. Nanti siapa yang ngasih makan isteri sama bayi saya?"
"Ya suami barunya lah.. gitu aja bingung", celetuk Arya asal.
Dan akhirnya kunai itu terlempar juga dari tangan Zaki. Untungnya Arya berhasil menghindar.
**********
Irwan tengah duduk di salah satu kursi di ruang meeting. Matanya mencuri pandang ke arah sosok di seberang meja. Intan, wanita cantik usia hampir 30 tahun. Dengan outfit casual dipadu hijab simpel, siapa pun yang melihatnya pasti sepakat kalau Intan adalah wanita yang benar-benar menarik. Pembawaannya yang ramah dan percaya diri akan membuat pria manapun jatuh hati. Singkat kata, dia adalah Irwan versi wanita.
Tak percaya? Lihatlah Arya dan Zaki yang kini juga jadi salah tingkah tak jelas hanya karena mendengar Intan memperkenalkan diri. Yang mengejutkan mereka adalah, Intan menyebut kalau Irwan dulu adalah seniornya di sekolah tinggi teknik ternama di tanah air.
Sontak dua pasang mata itu melirik ke arah Irwan yang kini terlihat tersenyum salah tingkah. Ada apa ini? Apa Irwan sudah kehilangan cakra penangkal wanitanya? Atau cakra Intan yang terlalu kuat hingga mengalahkan pertahanan Irwan?
Setelah perkenalan singkat itu, meeting dilanjutkan dengan evaluasi beberapa proyek yang sedang berjalan.
Saat meeting berakhir, Arya segera berdiri karena perutnya sudah merengek-rengek minta diisi.
"Zack, makan siang yuk".
"Bentar, gue mau ngirim file ke Tiara dulu".
"Nanti aja kali, cepetan! Gue sudah busung lapar nih", Arya merengek tak sabar.
"Iya, bentar lagi juga selesai, gak sabaran amat sih lo".
Setelah urusan Zaki selesai, mereka berdua segera beranjak dari ruang meeting.
Di lobi, mereka melihat Intan sedang berbincang akrab dengan Tiara. Bahkan sepertinya terlalu akrab.
Setelah beberapa saat, Intan berlalu menuju ruangannya dan meninggalkan Tiara di sofa ruang tunggu.
"Woi, Shinzo Hattori. Mau ikut makan bareng kita gak?".
Tiara cemberut dipanggil begitu oleh Arya, hanya saja sekali lagi tak ada yang melihatnya.
Ia kemudian beranjak mengikuti dua lelaki di depannya karena memang dia juga sudah lapar.
"Kamu kenal Mbak Intan sebelumnya?", tanya Zaki penasaran dengan interaksi Intan dan Tiara di lobi tadi.
Tiara mengangguk sambil menyibak sedikit cadarnya dengan hati-hati untuk menyuap makanannya.
"Mbak Intan itu kakakku", Tiara hanya menyahut santai.
Sementara dua orang di hadapannya menganga.
"Serius? Kakak kandung?", tanya Arya tak yakin.
Tiara hanya mengangguk.
"Kok kamu kecil, gak kaya Mbak Intan?".
Tiara melotot tak terima, dan tentu saja itu jelas terlihat.
"Maksud Mas Arya apa? Aku anak pungut, gitu?", protesnya.
"Ya siapa tahu.. Makanya aku nanya".
Tiara menyerah, sudah paham dengan tabiat dua makhluk di depannya.
"Mbak Intan cantik banget ya Ra, berarti kamu juga dong. Secara kakak adik kan?", kini Zaki yang penasaran.
"Woi, ingat tuh yang di rumah. Main puji cewek lain aja lo".
Arya mengingatkan, tapi Zaki malah tertawa cekikikan.
"Aku gak mau ngaku-ngaku loh. Lagian dari kecil banyak yang bilang kalau kami berdua gak terlalu mirip".
"Nah... Tu kan? Ukuran beda, tampilan beda. Kamu yakin kamu bukan anak pungut Ra?"
"Mas Arya.. please deh. Aku kecil karena ibuku ukurannya juga S. Masa iya aku harus tes DNA dulu sih. Terserah, mau percaya atau gak", Tiara menyerah.
"Dia kenal sama Bang Irwan juga kan? Jangan-jangan mantan terindah nih" Zaki tertawa diikuti Arya, tapi tidak dengan Tiara.
Dia hanya menghela nafas.
Melihat itu, kedua lelaki itu sontak terdiam dan berdehem. Mereka tahu kalau Tiara sepertinya juga menaruh hati pada Irwan. Lagipula wanita mana yang tidak?
"Gak mungkin kali Zack, orang perempuan di kampusnya kan bejibun. Mana mungkin bisa kebetulan begitu. Ya kan Ra?", Arya berusaha menetralkan suasana canggung.
"Memang begitu kok. Memang Bang Irwan dan Mbak Intan dulu pacaran".
Arya dan Zaki sontak ternganga lagi.
"Beneran nih Ra?", tanya Zaki tak percaya.
Tiara mengangguk.
"Mereka pacaran sampai Mbak Intan lulus. Lalu Bang Irwan pengen melanjutkan magisternya ke Inggris. Dia kemudian ngajak Mbak Intan menikah supaya bisa dia boyong ke sana. Tapi Mbak Intan menolak"
"Kenapa?", tanya Zaki, berharap Tiara mau melanjutkan ceritanya.
"Lo yang kenapa Zack, kepo banget urusan orang", Arya merasa kesal dengan sikap Zaki.
Tapi sepertinya Tiara tidak keberatan memberi tahu mereka.
"Karena Mbak Intan gak bisa ninggalin aku sendirian. Sebab disini cuma ada kami berdua dan gak ada yang bisa menjaga aku selain dia", mata Tiara berkaca-kaca.
"Mbak Intan mengesampingkan perasaannya demi aku. Aku yang menyebabkan mereka gak bisa menikah", kini Tiara sudah mulai terisak.
Sadarlah mereka bahwa Irwan tak kunjung menikah karena tak bisa move on dari Intan.
Bagus...