Mars Reviano, seorang duda yang akan kembali menikah dengan wanita yang di jodohkan oleh orang tuanya. Sayangnya, di hari pernikahannya calon mempelai wanita tak datang. Situasi sungguh kacau, pernikahan tak bisa di batalkan begitu saja.
Hingga tiba-tiba, kedatangan seorang gadis memakai gaun pengantin mencuri perhatiannya. Aurora Naomi, sosok gadis cantik pemilik senyuman indah. Ia tak sengaja masuk ke dalam gedung acara pernikahan Mars karena menghindari kejaran polisi yang ingin menilangnya.
Entah kebetulan atau tidak, Aurora merupakan keponakan dari asisten pribadi kakek Mars. Mengetahui nama Aurora dan calon mempelai wanita sama, kakek Mars langsung meminta asistennya untuk menikahkan keponakannya dengan cucunya.
"Kenapa Tuan Planet mau menikah denganku?"
"Jangan panggil saya planet! Itu sangat mengesalkan!"
Si gadis pecicilan yang bertemu dengan duda dingin? Bagaimana akhirnya? Di tambah, seorang bocah menggemaskan.
"Ibu tili? Woaah! tantiknaa ibu tili Alkaaan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepedulian seorang anak
Jadilah Aurora membawa Arkan ke supermarket dengan di antar oleh supir. Ia tak ingin lagi di marahi oleh Mars karena mengendarai motor. Arkan tentu sangat bahagia, sedari yadi bocah itu terus menghitung apa saja yang akan dirinya beli.
"Telol coklat, maltabak, teluuus ...,"
"Martabak gak ada di supermarket, Arkan." Tegur Aurora.
"Nda ada? Katanya celba ada, maltabak nda ada? Yacudah, ganti cucu." Sahut Arkan.
Aurora menggelengkan kepalanya, ia kembali menatap jalanan yang di basahi oleh air hujan. Ya, tumben sekali siang ini turun hujan. Ia jadi membayangkan, memakan bakso di saat hujan-hujan seperti ini.
"Arkan pernah makan bakso enggak?" Tanya Aurora pada putranya itu.
"Bakco? Pelnah! Di cupelmalket ada, bakco plojeeen!" Seru Arkan.
"Bukan frozen, tapi bakso kuah. Ada mie sama kuahnya, belum pernah makan?" Pertanyaan Aurora di balas gelengan oleh Arkan.
"Bakco ada kuahna? Enak? Enaknya kayak maltabak?" Tanya Arkan penasaran.
Aurora mengangguk cepat, "Lebih enak! Pulang kita beli yah!"
Arkan tak menolak, anak itu mengangguk gemas dan turun menatap jalan yang di guyuri hujan. Tak lama, mobil pun berhenti di depan supermarket yang akan Aurora tuju. Supir bergegas turun dan memayungi sang majikan. Aurora juga langsung membawa Arkan ke dalam gedongannya.
"Becalna hujaaan! Ciapa yang mandi nda celecai-celecai yah." Ujar Arkan sembari memeluk erat leher Aurora, agar dirinya tidak terjatuh.
"Bukan ada yang mandi, itu hanya dongeng saja." Terang Aurora sembari ia berjalan menuju pintu masuk mini market setelah majikannya berteduh, supir pun kembali ke mobil.
"Nah, Arkan jalan yah. Berat!" Aurora menurunkan Arkan, dia membiarkan bocah menggemaskan itu jalan.
Aurora jalan lebih dulu, sementara Arkan berjalan di belakangnya sembari memegang ujung kaos yang sang mommy kenakan. Namun, langkah Arkan terhenti saat melihat seorang pria paruh baya yang terlihat kesulitan membawa belanjaannya. Bahkan, karena kesulitannya plastik buah yang ia bawa jatuh sampai membuat buah jeruk itu menggelinding ke segala arah.
"Mommy, cebental!" Arkan melepaskan genggamannya dari baju sang mommy. Ia lalu bergerak mengumpulkan buah jeruk yang jatuh. Aurora reflek ikut mengambilnya dan mengumpulkan buah tersebut.
"Arkan, ambil yang di sana." Titah Aurora sembari menunjuk salah satu buah jeruk yang ada di dekat pintu masuk.
Saat Arkan mengambilnya, Aurora membawa jeruk yang ia pungut tadi mendekat pada pria paruh baya itu. "Pak, ini jeruk an ...."
Degh!
Betapa terkejutnya Aurora saat mengetahui pria yang ia tolong saat ini adalah ayahnya, Ansel. Keduanya sama-sama kaget dan tak menyangka akan pertemuan mereka di supermarket ini. Namun, keterkejutan Aurora tak berlangsung lama. Ia segera merubah ekspresi wajahnya kembali.
"Jeruk anda." Ucap Aurora seraya mengalihkan pandangannya. Ansel memasukan jeruk yang Aurora berikan ke dalam kantong belanjaannya yang lain.
"Kakek, ini jeluknaa!" Seru Arkan dan turut memasukkan jeruk yang ia ambil tadi ke dalam kantong belanjaan milik Ansel. Arkan tersenyum lebar, ia merasa dirinya sangat keren telah membantu pria paruh baya itu.
"Terima kasih." Ujar Ansel dengan suara yang pelan. Aurora memperhatikan raut wajah Ansel, seperti seseorang yang sedang tidak sehat.
Ansel berbalik, ia berjalan menjauh dengan susah payah sembari membawa belanjaannya. Aurora langsung berbalik, ia mencoba tak menanggapi hal yang membuat hatinya resah.
"Ayo masuk." Ajak Aurora sembari tersenyum tipis, ia menggandeng tangan Arkan dan mulai melangkah. Namun tiba-tiba, Arkan berteriak sangat keras.
"MOMMY! KAKEKNAAAA!" Teriak Arkan sembari menunjuk Ansel yang tengah berlutut sembari memegangi d4d4nya.
"Ayah." Gumam Aurora dengan matanya yang membulat sempurna. Tanpa berlama-lama, Aurora berlari menghampiri Ansel dan melihat keadaan pria itu.
Ansel mencoba mengatur nafasnya, ia memegangi d4d4nya yang terasa sakit. Pria paruh baya itu memejamkan matanya, seolah rasa sakit yang ia rasakan sangat menusuk. Aurora yang melihatnya panik, ia memanggil seorang satpam supermarket untuk membantunya.
"Pak, tolong bantu bawa ayah saya ke mobil yang di sebelah sana!" Pinta Aurora seraya menunjuk ke arah mobilnya.
Satpam itu segera membantu Ansel berdiri, ia lalu membawanya mendekat pada mobil Aurora. Dengan sigap, Aurora dan Arkan membawa belanjaan milik Ansel. Lalu, mereka menyusul ke mobil.
"Terima kasih pak!" Seru Aurora setelah satpam berhasil membawa Ansel masuk ke dalam mobil. Supir turut membantu sang majikan meletakkan belanjaan di dalam bagasi mobil, mereka benar-benar panik saat ini.
Setelah Aurora masuk ke dalam mobil, supir mulai melakukan mobil dan membawa mereka pergi. Sementara itu, tanpa di duga Aurora memegangi lengan Ansel. Raut wajahnya tak bisa di tutupi, ia benar-benar khawatir akan kondisi ayahnya saat ini.
"Kita ke rumah sakit mana Non?" Tanya Sang supir.
"Terdekat aja Pak! Rumah sakit. ..,"
"Rumah, antar ayah ke rumah saja." Sela Ansel, pria paruh baya itu menatap putrinya dengan sorot mata penuh permohonan.
"Bisakah Ayah tak membuatku marah untuk saat ini?! Sedang sakit tapi masih tidak berubah, ke rumah sakit aja Pak!" Kesal Aurora.
"Rumah, kemarin ayah sudah ke rumah sakit dan hanya sakit biasa karena kelelahan."
Akhirnya Aurora pasrah, ia membawa Ansel pulang. Sesampainya di rumah, Aurora meminta supirnya untuk membantunya membawa Ansel masuk ke dalam kamar. Keadaan pria itu benar-benar lemas, sampai saat di tidurkan di atas ranjang Ansel hanya diam sembari terbatuk.
"Obat dari dokter kemarin mana? Katanya udah periksa ke dokter." pinta Aurora.
"Nanti ayah akan minum, pulanglah. Mars nanti pasti akan mencari mu." Titah Ansel.
Ingin rasanya Aurora berteriak keras, ia kesal karena jawaban pria paruh baya itu yang sangat menyepelekan sakitnya. Tak mau menurut, Aurora segera keluar kamar. Ia pergi ke dapur dan mencari obat milik Ansel. Tak menemukannya, Aurora pun kembali ke kamar. Di lihatnya Ansel tengah memejamkan matanya seraya bernafas dengan mulutnya.
"Sudah makan?" Tanya Aurora tanpa ekspresi.
Ansel kembali membuka matanya, ia menatap putrinya yang berdiri di sisi ranjangnya. "Nanti Ayah akan makan, pulanglah. Suamimu mungkin sebentar lagi akan pulang." Jawab Ansel, ia ingin Aurora segera pulang.
Arkan yang melihat interaksi dingin keduanya hanya menatap bingung, bocah menggemaskan itu tak pernah melihat raut wajah sang mommy sedingin ini. Banyak pertanyaan di dalam benaknya, salah satunya .... siapakah pria paruh baya yang sedang mommy nya ajak bicara itu?
Aurora memilih keluar kamar, ia mencari stok makanan matang yang ada di dapur Ansel. Sayangnya, ia tak mememukan apapun. Bahkan, nasi saja tidak ada. Apa ayahnya itu sedari pagi tidak makan?
"Aku pesankan online saja." Gumam Aurora, ia bergegas memesankan makanan untuk sang ayah secara onl.ine. Sekecewa nya ia pada Ansel, tak mungkin ia membiarkan ayahnya itu dalam keadaan sulit.
Berselang beberapa menit, pesanannya datang. Ia segera mengambil pesanannya dan membayarnya. Lalu, ia menyajikannya ke dalam piring. Aurora memesan bubur ayam, ia tidak tahu harus pesan apa untuk orang yang sedang sakit.
"Makan dulu." Ucap Aurora saat masuk ke dalan kamar Ansel.
"Pulanglah, Ayah bisa makan sendiri." Ansel menolak, ia akan meraih piring yang ada di tangan putrinya. Namun, Aurora menyingkirkannya. Ia menatap kesal ke arah Ansel dengan matanya yang terlihat berkaca-kaca.
"Bisakah Ayah tidak keras kepala untuk saat ini?! Sedang sakit masih saja keras kepala, kapan ayah akan mendengarkan ku?! Diam, dan buka mulutnya!" Omel Aurora.
Terpaksa, Ansel membuka mulutnya. Ia melahap makanan yang Aurora suapkan padanya, tatapan pria paruh baya itu tak lepas dari raut wajah khawatir putrinya. Walaupun Aurora memasang raut wajah kesal, tapi tak dapat di pungkiri jika gadis itu juga merasa khawatir.
Bubur yang Aurora suapkan pada sang ayah habis tak tersisa. Perasaan nya sedikit lega, setidaknya ada makanan yang masuk ke dalam perut ayahnya. Aurora berniat membawa piring itu ke dapur. Namun, sebelum pergi. Ia menatap Ansel yang masih menatapnya, tatapan ayahnya itu terlihat sangat lekat dan dalam.
"Jika kamu tidak mau mengurusku, setidaknya urus lah dirimu sendiri dengan baik." Ujarnya sebelum pergi, meninggalkan Ansel yang tertegun atas ucapan putrinya.
___
densel n mars gak boleh egois bagaimanapun densel bpk kndungnya meski mars yg merawat dr kecil.
aerora bijak bisa ambil jln kluarnya.
dr kecil arkan uda sm kel mars gak bisa lsg hdp densel. hrs ada pendekatan dulu biar arkan terbiasa. densel bisa ke rmh mars klo kangen arkan.