Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Putuskan Pacarmu!!
"Kenapa ngomongnya gitu?"
"Tanya saja, laki-laki biasanya gitu soalnya," ucap Faaz yang kemudian Ganeeta tanggapi dengan helaan napas panjang.
"Itu kan biasanya, Zion berbeda."
"Tahu dari mana dia berbeda? Yang namanya cowok nakal mana mungkin pacarnya cuma satu, Ganeeta."
"Memang Mas kenal sama Zion?"
"Tidak sih."
"Nah!! Itu poinnya, kenal saja tidak tiba-tiba bisa menilai tu dari mana?"
Tak segera menjawab, Faaz hanya menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara. "Fine, whatever tentang itu, tapi intinya Mas tidak mengizinkan kamu menghubungi laki-laki itu dalam bentuk apapun, paham?"
"Apa-apaan sih? Kenapa jadi ngatur-ngatur aku?"
Pertanyaan konyol, Faaz yang mendengar seketika menunduk dan meraih dagu istri kecilnya. "Ganeeta sepertinya kamu lupa yang kita lakukan di depan penghulu kemarin apa."
Ganeeta menepis tangan Faaz secepatnya sebelum kemudian memalingkan muka. Kembali meraih hair dryer yang tergeletak di atas lantai, dan melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat tertunda.
Dia tampak tak peduli tatkala ponselnya kembali masuk ke saku Faaz, padahal saat ini dia ingin menangis.
Tak ada pembicaraan, keduanya sama-sama terdiam dan betah terjebak dalam kebisuan. Hingga selesai, Ganeeta masih terus cemberut dan berharap Faaz akan peka apa maunya.
Ganeeta berlalu dan memilih bersantai di balkon kamar. Tidak dengan tangan kosong, melainkan membawa novel romansa yang sempat dia beli di toko buku minggu lalu.
Berharap dengan cara itu, rasa jengah lantaran belum diizinkan menggunakan ponsel akan sedikit terobati sebagaimana yang kerap dia lakukan selama ini.
Anehnya, berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kali ini Ganeeta tidak bisa fokus dan diksi yang teramat indah di sana justru terkesan menyebalkan.
Sudah tentu karena suasananya berbeda. Selama ini jika ponselnya disita sang papi, dua atau tiga hari pasti dikembalikan dan Ganeeta bisa kembali bebas menghubungi Zion.
Akan tetapi, saat ini justru sebaliknya dan Faaz seakan jadi penghalang sekaligus ancaman yang membuat Ganeeta benar-benar murka.
"Nyebelin banget sih, Papi juga ngapain ngasih HP-nya ke dia ... makin runyam kan urusannya," gerutu Ganeeta dengan mata yang melirik ke arah Faaz.
Tampak jelas suasana hatinya sangat panas, tapi begitu Faaz mendekat pandangannya justru kembali ke novel yang dia baca.
"Kamu suka baca?"
"Dih sok akrab ... pakai acara dempet-dempet lagi duduknya," cerocos Ganeeta dalam hati sembari bergeser lantaran merasa Faaz terlalu dekat dengan tubuhnya.
Tak mau kalah, Faaz ikut melakukan hal yang sama dan keduanya terus begitu hingga Ganeeta berada di ujung tanduk.
"Bisa geseran sedikit tidak? Aku mau jatuh loh," ucap Ganeeta sembari menatap lelah wajah Faaz yang terlihat amat santai setelah membuat Ganeeta marah.
"Bisa, nih." Sembari bergeser, Faaz menyanggupi permintaan Ganeeta.
Bergeser memang, tapi hanya beberapa senti, tidak sampai tiga jari hingga Ganeeta menghela napas panjangnya.
"Jangan bercanda deh, aku paling males diginiin."
"Oh iya? Terus sukanya diapain?" tanya Faaz semakin berani dengan melingkarkan tangan di pundak Ganeeta yang sedang emosi-emosinya.
Dia yang kesal dan merasa muak menghadapi Faaz seketika bangkit dan berdiri segera. Niatnya ingin kembali ke kamar, tapi Faaz sengaja mengangkat satu kakinya dengan niat menghadang Ganeeta hingga pemilik wajah cantik itu terheran-heran dibuatnya.
"Wah benar-benar cari perkara nih Pak Ustadz."
"Mau HP-nya tidak?" tanya Faaz bersedekap dada dan menghadirkan harapan di benak Ganeeta.
Masih dengan lagak sok jual mahal tapi butuh, tanpa diminta Ganeeta kembali duduk dan menutup novel yang baru dia baca beberapa kata itu.
"Mau," jawab Ganeeta sembari menatapnya penuh harap.
"Tapi tidak boleh menghubungi laki-laki itu ... sanggup?"
"Iya," jawab Ganeeta menyerah pasrah.
Saat ini dia berpikir untuk menyanggupi permintaan Faaz lebih dulu karena jujur saja jika terlalu lama hidup tanpa ponsel, kemungkinan akan terganggu kewarasannya.
Namun, Faaz yang tahu jalan pikirannya jelas tidak percaya begitu saja. Mengingat dia juga pernah muda dan paham betul siasat tatkala tengah berusaha membohongi orangtua.
"Benar sanggup?"
"Iya, sanggup."
"Bagus, kalau begitu putuskan," titah Faaz seketika membuat mata Ganeeta mengerjap pelan.
"Apa?" Ganeeta bertanya sekali lagi karena merasa permintaan Faaz memang agak sedikit aneh.
"Apa kurang jelas? Putuskan pacarmu!!" Sembari memberikan ponsel Ganeeta, Faaz berucap demikian.
Ganeeta yang tadi sudah sempat senang mendadak dilema dan memilih diam. Tangannya seketika tertahan dan tidak memiliki ketertarikan untuk meraih ponsel itu.
Sontak, hal itu membuat Faaz menarik kesimpulan bahwa sang istri teramat sulit memutuskan hubungan bersama kekasihnya.
"Tidak mau?"
"Tadi Mas bilang tidak boleh menghubunginya, kenapa sekarang justru berubah?"
"Tidak berubah, Mas justru masih baik ... sebelum benar-benar lost contact akhiri hubungan kalian baik-baik."
.
.
Lama sekali Ganeeta berpikir, hingga akhirnya dia memilih tidak menerima ponsel tersebut dan membaca novelnya.
Tak tinggal diam, Faaz yang tidak sesabar itu perihal hubungan Ganeeta dengan anak senakal Zion tanpa pikir panjang mengarahkan ponsel tersebut ke wajah Ganeeta hingga kini dia bisa bertindak dengan sendirinya.
Secepat kilat jemari Faaz mengutak-atik ponsel Ganeeta dan mencari nomor telepon Zion di sana. Ganeeta yang mulai sadar tindakan Faaz tentu saja panik hingga berusaha merebut ponselnya.
"Mau ngapain, jangan macam-macam ya!!" teriak Ganeeta mengikuti Faaz yang kini kembali masuk ke dalam kamar dalam keadaan ponsel sudah menempel di telinga.
Pertanda bahwa pria itu tengah menghubungi seseorang yang Ganeeta duga adalah Zion.
"Hallo, Zion kah?"
"Mas, stop!! Aku bilang jang_ Hmmmpp!!" Ganeeta terlalu lambat kali ini.
Tubuhnya yang mungkin tak bisa berontak tatkala Faaz justru menutup mulut dengan telapak tangan dan mengunci tubuhnya dalam pelukan.
"Ganeeta? Kamu di sana, Sayang?" Suara Zion terdengar jelas di telinga Ganeeta karena pria itu sengaja mengeraskan suaranya.
"Ehm iya, Ganeeta di sini, tapi aku yang akan bicara padamu."
"Kau siapa?"
"Aku suaminya dan mulai hari ini aku tegaskan padamu, hubungan kalian telah berakhir jadi saatnya jauhi istriku ... Ganeeta tidak punya keberanian untuk memutuskan hubungan denganmu, karena itu aku yang mewakilinya."
Begitu ucap Faaz sebelum kemudian mengakhiri panggilan tersebut secara sepihak. Tak selesai di sana, Faaz juga menghapus nomor ponsel pria itu usai memblokirnya hingga Ganeeta tidak bisa berbuat apa-apa.
Selesai dengan misinya, baru Faaz menyerahkan ponsel tersebut pada Ganeeta. Masih dengan wajah yang tak percaya, Ganeeta benar-benar tidak menduga Faaz tetap bisa mencari nomor telepon kedua Zion yang dia samarkan sebagai tukang galon agar tidak ketahuan papinya.
"Jahat banget sih, dia pacar aku loh," ucap Ganeeta dengan mata yang kini berkaca-kaca saking hancurnya.
"Dan kamu istri Mas, Mas berhak melakukan apapun yang Mas mau selagi itu baik dan tidak mendatangkan mudharat untukmu, Ganeeta."
"Tapi tidak ujug-ujug dipisahin juga, orang lagi sayang-sayangnya."
"Siapa?"
"Aku."
"Yang nanya," jawab Faaz dan berakhir cubitan kecil di perut Faaz hingga pria itu berjinjit saking sakitnya. "Awwh, sakit, Sayang!!"
Tak ayal, panggilan Sayang yang Faaz gunakan sukses membuat Ganeeta mengakhiri cubitannya dan berlalu keluar kamar dengan wajah yang kembali bersemu merah.
.
.
- To Be Continued -
kel. megantara belum turun tangan nih lihat anggota kesayangan dpt masalah 🥰