Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Sekali lagi terima kasih ya atas donat yang kamu beri."
"Iya, sudah sana cepat."
Nindya keluar dari dalam mobil dengan kedua tangannya yang memegang kotak donat. Nindya terburu-buru menuju lift dan memencet lantai tempatnya bekerja. Sampai sana Nindya ngos-ngosan walupun begitu dia tetap harus segera menuju ruangan bosnya.
"Pak Kai" ucap Nindya sambil mengunjal nafasnya.
Kaivan melihat jam tangannya, "kamu datang tepat waktu jadi kamu aman tidak mendapatkan hukuman dari saya. Mana berkas pembatalan kontraknya?"
"Ini pak berkasnya" Kaivan melihat dan membaca berkasnya lalu setelah dibaca semua Kaivan pun menutup map.
"Bagus kamu sudah melakukannya dengan baik, untung kita belum jadi kerjasama dengan mereka" Kaivan melirik kotak yang ada ditangan Nindya.
"Kotak apa itu yang kamu bawa?" tunjuk Kaivan.
"Oh ini donat pak, anda mau pak?" tawar Nindya sambil membuka kota yang berisi banyak donat berbagi rasa.
"Enggak! Saya enggak suka donat, apalagi dari pria yang enggak jelas."
"Ini dari Kairo pak teman saya yang waktu pas makan bakso itu loh, kan pak Kai udah pernah ketemu sama Kairo."
"Saya lupa dan tidak mengingat temanmu itu" ucap Kaivan cuek.
"Bagaimana bisa anda tidak ingat pak? Padahal kan waktu itu anda berkenalan dengan Kairo."
"Jadi kamu senang bisa jalan sama dia tadi?"
"Pak Kai kenapa sih? Saya enggak jalan sama Kairo, saya tadi kan ke perusahaan Jabasa nah pas pulang Kairo juga mau keluar dan searah sama perusahaan ini jadi ya sekalian saya dianter sama Kairo."
"Lalu kenapa bisa sampai beli donat kalau bukan jalan."
"Itu tadi Kairo hanya mampir ke kedai donat lalu membelikan saya satu kotak donat pak."
"Ya sudah sana kamu keluar dari ruangan saya" ucap Kaivan.
"Baik pak saya permisi" Nindya segera keluar tanpa diperintah kedua kali.
Sambil keluar dari ruangan Kaivan, Nindya sedikit menggerutu. "Pak Kai itu kenapa sih? Kok aneh banget padahal aku juga sudah melaksanakan semua perintahnya dan sampai kantor tepat waktu" gerutu Nindya hingga sampai meja.
Sedangkan Kaivan terduduk di kursinya sembari menghembuskan nafas lega. Setelah mendengar penjelasan dari Nindya tadi hati Kaivan sudah lega dan tidak berkobar panas lagi. Kaivan pun mulai mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. Tengah asik bekerja telepon Kaivan berdering, Kaivan pun melihat teleponnya.
"Ada apa ibu nelpon jam segini?" Kaivan menekan tombol jawab pada teleponnya.
"Hallo, ada apa bu?"
"Ibu hanya mau bilang aja sama kamu kalau nanti sehabis pulang kantor kamu sama Nindya pergi ke butik langganan ibu untuk fitting baju pengantin."
"Haduh ibu sepertinya hari ini aku dan Nindya akan pulang malam."
"Kamu ngapain sih pulang malam segala? Apa kamu enggak kasihan dengan Nindya yang saat ini sedang mengandung? Kamu enggak takut Nindya kecapean dan berakhir keguguran? Kamu itu bagaimana sih sebagai calon ayah" ucap Eni mengomeli Kaivan.
"Ya mau bagaimana lagi bu, kan ibu yang nyuruh katanya sehabis nikah harus libur kerja dulu jadi aku ya harus lembur untuk menyelesaikan semuanya."
"Ibu enggak mau dengar alasan dari kamu, pokoknya ibu maunya kamu harus ke butik fitting baju sama Nindya hari ini juga, titik!"
Kaivan menghela nafas panjang, "ya udah kalau begitu aku akan usahain fitting baju hari ini."
"Nah gitu dong jangan bantah kan ibu senang dengarnya."
"Ya sudah bu aku matiin teleponnya ya."
"Eh sebentar, sekarang Nindya ada dimana? Dia enggak kecapean kan hari ini?"
"Ibu nih kok malah nanyain keadaan orang lain sih, sedangkan anaknya malah diomeli sungguh tidak adil."
"Orang lain? Nindya itu bukan orang lain karena sebentar lagi dia akan menjadi menantu ibu jadi wajar dong kalau ibu khawatir sama dia."
"Nindya baik-baik aja" ucap Kaivan tanpa minat."
"kalau mendengar dia sehat ibu jadi senang, ya sudah kamu boleh matiin teleponnya" tanpa menunggu lama Kaivan langsung mematikan sambungan telepon.
Sesudah telponnya mati, Kaivan pun menekan tombol interkom untuk menghubungi Nindya. Dengan segera interkom pun terhubung ke ruangan Nindya.
"Datang ke ruangan saya segera."
"Baik pak" ucap Nindya.
Tidak menunggu lama Nindya mengetuk pintu dan masuk ke ruangan Kaivan. "Ada apa lagi pak?" ucap Nindya dengan menampilkan senyum karir.
"Saya hanya mau bilang ibu saya menyuruh kita sore ini harus pergi ke butik untuk melakukan fitting baju pengantin."
"Tapi kan pak kerjaan masih banyak?"
"Sudah kita berangkat saja daripada nanti ibu saya marah dengan saya lebih baik kita menurutinya saja."
"Anda takut ya dengan ibu Eni?"
"Siapa yang tidak takut dengan ibu saya? Ayah saya pun tunduk dengan ibu saya."
"Wah hebat sekali ibu Eni bisa membuat anda takut, saya kira malah bu Eni yang takut sama anda?"
"Memang kenapa? Apa saya terlalu menakutkan?" tanya Kaivan dengan memicingkan matanya.
"Enggak kok pak, anda tidak menakutkan sama sekali. Anda terlihat sangat bersahaja bagi semua karyawan" ucapan Nindya tentu saja bohong.
Tidak mungkin Nindya mengatakan kebenaran sifat Kaivan selama ini kepada orangnya langsung. Yang ada malah tamat riwayat Nindya disini.
"Nah yang kamu ucapkan itu memang sangat benar, saya atasan yang sangat bersahaja di perusahaan ini, benarkan Nindya?"
"Iya pak benar."
"Nah gitu dong kamu harus membuat saya senang maka saya tidak akan marah-marah terus sama kamu, kamu sih selalu membuat emosi saya naik jadi ya saya marah-marah sama kamu."
Nindya tersenyum karir lagi, "iya pak" hanya itu yang bisa Nindya katakan. Kalau dia mengatakan hal lain takutnya salah dan membuat suasana hati Kaivan menjadi buruk kembali.
"Ya sudah sana kamu bisa pergi, setengah jam lagi kita harus berangkat ke butik agar nanti pulangnya tidak kemalaman kalau ibu tahu kita pulangnya kemalaman aku bisa kena geprek."
"Baik pak, kita naik mobil berbeda atau satu mobil?"
"Kita satu mobil saja takutnya nanti kalau sampai butik kita sendiri-sendiri teman ibu pasti akan lapor ke ibu saya."
"Tapi pak nanti malah orang kantor yang curiga."
"Enggak bakal mereka curiga, kalau ada yang tanya ya kita jawab ada mau lihat proyek gitu aja bingung."
"Ya sudah kalau begitu pak saya ngikut pak Kai aja" Kaivan mengangguk, Nindya pun berlalu keluar dari ruangan Kaivan.
Nindya menuju mejanya dan membereskan berkas yang sedikit berantakan di atas mejanya. Nindya memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Pas sesudah Nindya selesai membereskan mejanya, Kaivan pun keluar dari ruangan dengan jas yang sudah melekat di badannya.
"Ayo kita berangkat" Nindya mengangguk dan mengintili Kaivan di belakang.