Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Ciuman tanda baikan
"Eh, ngomong-ngomong udah lama juga ya Naura nggak datang ke kantor kita?" ucap Acha memulai pembicaraan.
Kini mereka bertiga sudah berada di kantin kantor dan makan siang bersama.
"Iya, maklum lah.. kan Naura itu model papan atas, jadi jelas aja dia sibuk banget sampai nggak bisa main ke sini." jawab Teo.
"Iya, aku sampe mikir kalo Naura itu udah putus tau sama Tuan Vero, karena udah jarang dateng." ujar Acha.
Jena hanya mendengarkan kedua temannya itu sambil menyatap makanannya karena Jena memang tidak tau apa-apa tentang hubungan Vero dan Naura.
"Lah kalo putus emang kenapa?" tanya Teo heran.
"Ya.... berarti Tuan Vero jomblo." jawab Acha sembarang.
"Lah kalo jomblo emang kenapa? Sejomblo-jomblonya Tuan Vero juga mana mau kaya mahluk kaya kamu Ca." ledek Teo.
"Ya emang kenapa? Aku juga mahluk normal kali." jawab Acha ketus.
"Ya normal sih normal, tapi selera Tuan Vero itu bukan cewe kayak kamu." ujar Teo.
"Lah terus yang kayak apa dong?" tanya Acha.
"Kan kamu liat sendiri, Naura itu spek bidadari.. jadi mana mungkin dia berpaling sama kamu, kalo mau juga mendingan sama Jena, dia lebih kelihatan cantik dan Natural di bandingkan Naura. Iya nggak Je?" tanya Teo.
Jena yang sedang menelan makanannya pun tersedak mendengar ucapan Teo barusan.
uhukk!!
uhukk!!
"Eh! kamu kenapa Je?" tanya Acha kaget melihat Jena yang tersedak.
"Minum dulu Je, minum." titah Teo dengan memberikan segelas air putih yang segera Jena ambil dan langsung meminumnya.
"Kamu sih! Orang lagi makan diajak ngomong!"
"Lah kok jadi aku." ucap Teo bingung.
"Ya iya lah, ini gara-gara kamu." ucap Acha yang sebenarnya kesal karena Teo selalu saja mengejeknya.
"Udah.. udah.. kalian itu mau makan atau mau berantem?" tanya Jena menengahi.
"jam istirahat kita itu cuma satu jam, kalo kalian berantem berarti kalian milih nggak makan." lanjut Jena.
"Iya.. iya... " ucap Acha.
Mereka pun segera memakan makanan yang ada didepan mereka namun sambil terus menatap tajam satu sama lain.
💦
💦
💦
Di dalam ruangan Savero mendapati kedatangan Naura masuk ke ruang kerjanya dan meletakkan makanan siang di meja kejanya.
"Vero, aku membawakan makanan siang untukmu." ucap Naura.
"Bawa pulang saja, aku tidak lapar." ucap Savero acuh.
"Savero.. berhentilah bersikap seperti ini padaku, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita." ucap Naura lalu berjalan mendekati Vero yang masih duduk di kursi kebesarannya lalu berdiri tepat di sampingnya.
"Setidaknya biarkan aku melakukannya untukmu." lanjut Naura sambil mengusap pundak Savero dengan lembut.
Namun Savero tetap tidak menghiraukan kehadirannya dengan tetap menatap layar laptopnya.
"Vero!! aku bicara dengan mu." ucap Naura kesal dan menghentakkan kakinya ke lantai.
"Aku sudah bilang Naura, hubungan kita sudah berakhir! Jadi berhentilah mengganggu ku." jawab Savero dengan lagi-lagi tetap menatap layar kerja yang ada didepannya.
"Beri aku kesempatan Vero, aku berjanji aku akan menjadi yang terbaik untukmu." ucap Naura.
"Aku sedang sibuk, jika urusanmu sudah selesai kamu bisa pergi." ucap Savero dengan penuh penekanan.
"Tapi aku...."
"Atau akan aku panggilkan Rey untuk memaksamu keluar." sela Savero.
Naura mengepalkan tangannya merasa sangat kesal sekali karena kedatangannya tidak dihargai, lalu Naura segera beranjak pergi dari sana dengan wajah masam.
Setelah selesai sarapan Jena, Acha dan Teo masuk kembali ketempat kerja mereka karena jam makanan siang sudah habis. Jena masuk ke dalam ruang Direktur Utama karena ada beberapa dokumen penting yang harus di tanda tangani.
"Permisi." ucap Jena dengan mengetuk pintu ruangan itu.
Jena berjalan ke depan meja Savero dan berdiri disana.
"Maaf Tuan, ada berkas penting yang harus di tanda tangani sekarang." ucap Jena.
"Ya, bawa kemari." titah Savero.
Jena berjalan kesamping kursi Savero dan menyerahkan berkas tersebut. Setelah berkas tersebut di tandatangani Jena segera mengambilnya kembali.
"Kamu boleh keluar sekarang." ucap Savero.
Namun bukannya patuh, Jena malah tetap berdiri disana sambil menatap tas kecil yang dibawa oleh Naura tadi.
"Tuan? Apa Tuan belum makan?" tanya Jena.
"Tidak, saya sedang sibuk." jawab Vero.
"Sesibuk apapun Tuan harus tetap makan, nanti jika Tuan sakit bagaimana?"
"Terserah saya, saya ini bos kamu jadi kamu tidak berhak untuk mengatur saya."
Jena merasa bersalah pada Savero karena menolak makanan siang bersamanya tadi, sebenarnya Jena tidak bermaksud untuk menyinggung hati sang Direktur hanya saja dia takut jika perasaannya lebih jauh untuk Savero. Namun melihat Savero kini, Jena jadi merasa tidak tega.
"Kalau begitu anggap saja saya sedang berbicara sebagai istri anda." ucap Jena.
"Hegh! Istri mana yang menolak makanan siang bersama suaminya?" sindir Vero.
"Tapi bukankah sudah ada wanita yang mengantarkan makanan untuk anda? kenapa tidak dimakan?" ucap Jena tidak mau kalah.
"Maksudmu Naura?"
"Ya, siapapun itu." jawab Jena masa bodoh.
"Aku tidak makan makanan dari orang lain, aku hanya ingin makan dengan istriku." ucap Savero.
"Mulai deh gombalnya!" batin Jena.
"Ya sudah kalau begitu terserah Tuan saja." Jena membalikkan badannya Namun Savero dengan cepat mencegahnya lalu berdiri dan maju mendekatkan tubuh mereka lalu memegang dagu Jena.
"Dengar, Aku tidak mau Naura atau siapapun membuatmu jauh dariku." ucap Savero dengan lembut.
Jena hanya diam tidak bisa menjawab apapun, lidahnya terasa kelu mendapat tatapan dalam Savero dan ucapan Savero barusan membuat hati Jena merasa hangat.
Cup!
Satu ciuman mendarat di bibir manis milik sekertaris cantiknya itu membuat Jena kini menjadi salah tingkah.
"Berarti kita baikan?" tanya Vero memastikan.
"Baikan? memang kita kenapa?" tanya Jena.
"Sedari pagi kamu menghidariku, aku tau sekarang itu semua karena kamu cemburu padaku bukan?" tanya Vero dengan tersenyum kecil.
"Ti.. tidak! siapa bilang! untuk apa aku cemburu." ucap Jena.
Namun sepertinya kali ini dia tidak dapat mengelak karena Savero dapat melihat jika pipinya Jena kini berubah menjadi merah.
"Tu.. Tuan, saya harus pergi sekarang." ucap Jena dengan mengangkat tangannya yang berisi berkas tadi.
Jena membalikkan badannya dan melangkah pergi dari sana dengan langkah yang lebar.
"Je?" panggil Savero saat Jena sudah berada di depan pintu
"Ya, Tuan?" jawab Jena dengan memalingkan wajahnya menatap Savero.
"Nanti kamu pulang lebih dulu karena saya masih ada pertemuan penting." titah Vero.
"Baik Tuan." jawab Jena dengan menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah, kamu boleh keluar."
Jena segera membuka pintu lalu keluar dari ruangan Sang Direktur.
"Aduuh!! pokoknya aku nggak boleh baper! kerena aku ini cuma istri kontrak. Ya! istri kontrak." gumam Jena meyakinkan dirinya agar tidak terlalu berharap lebih pada hubungan mereka berdua.