Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Pudel
"Ini.. Bunga apa ini?" Jenderal Ali melihat gambar bunga seperti yang pernah dilihatnya saat bertemu dengan Maelin.
"Ini adalah gambar bunga anggrek Cendrawasih. Bunga anggrek Cendrawasih ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit radang dingin. Bunga ini sangat langka dan sulit untuk didapatkan. Sayangnya aku tidak punya cukup waktu untuk mendapatkan bunga ini. Oleh karena itu aku menggantikannya dengan bulu burung Phoenix. Khasiatnya tidak sebaik bunga anggrek Cendrawasih." Siti Adawiyah menjelaskan.
Mendengar penjelasan dari Siti Adawiyah, Jenderal Ali buru-buru meninggalkan mereka untuk menemui Maelin. Kini Jenderal Ali mengerti tujuan Maelin berjuang dengan mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan bunga anggrek Cendrawasih, dia hendak membuat obat untuk Asrul.
Jenderal Ali segera menemui Maelin, tetapi lagi-lagi ditahan oleh penjaga gedung praktek.
"Maaf, Jenderal. Tabib Maelin sedang memurnikan obat. Selama Tabib Maelin belum membuka pintu, tidak ada yang boleh mengganggunya."
"Ini sangat penting! Jangan halangi aku, kalau tidak, jangan salahkan aku melukaimu!" Jenderal Ali memaksa.
Didalam ruangan praktek, Maelin mendengar percakapan mereka. Kebetulan proses pemurnian obat untuk Asrul sudah selesai, dan Maelin tidak menginginkan terjadi sesuatu pada pelayannya, maka Maelin segera keluar dari ruangannya.
"Ada apa Jenderal Ali?" Maelin berkata dengan Jenderal Ali dengan wajah yang tidak senang.
"Akhirnya engkau keluar, Maelin. Tidak ada apa-apa. Aku hanya kebetulan lewat sini, maka aku mampir." Jenderal Ali tidak tahu harus berbicara apa, karena tiba-tiba sulit untuk mengatakan tujuannya.
"Owh, kalau tidak ada apa-apa, kebetulan sekali. Tolong berikan obat ini kepada Panglima. Ini obat yang terbaik untuk menyembuhkan penyakit radang dingin Panglima." Maelin menyerahkan obat itu kepada Jenderal Ali.
"Baiklah, Maelin. Sebenarnya tujuan aku kemari memang untuk menanyakan hal ini." Jenderal Ali menerima obat itu dan segera membawanya ke kediaman Asrul.
Sesampainya di kediaman Asrul, Jenderal Ali segera memberikan obat itu kepada Siti Adawiyah. "Siti Adawiyah, cepat berikan obat dari Tabib Maelin ini kepada Panglima. Ini adalah obat yang paling mujarab."
Tanpa berbicara apa-apa, Siti Adawiyah langsung membawanya ke kamar Asrul dan meminta kepada Asrul untuk segera memakannya.
"Panglima, makan dulu obat ini."
"Ini obat dari Tabib Maelin bukan? Kenapa engkau tidak memberikan obat buatanmu sendiri? Bukankah khasiatnya sama saja?" Asrul sangat mengenal obat yang dibawa oleh Siti Adawiyah. Obat ini bentuknya sama dengan obat buatan Maelin yang biasa dia makan.
"Ada obat yang telah dimurnikan oleh Maelin. Obat buatanku bisa dimakan nanti setelahnya." Siti Adawiyah berfikir, lebih baik Asrul memakan obat buatan Maelin terlebih dahulu.
"Cepat ambilkan sekarang." Asrul ingin segera mengetahui kemampuan Siti Adawiyah dalam memurnikan obat.
"Baiklah Panglima. Aku segera mengambilnya." Tanpa berkomentar lagi, Siti Adawiyah segera mengambil obat buatannya sendiri.
Tidak lama kemudian, Siti Adawiyah kembali membawa obat buatannya dan ditunjukkannya kepada Asrul.
"Apa ini?" Asrul melihat pil buatan Siti Adawiyah berbeda dengan pil pada umumnya.
Siti Adawiyah menjawab dengan singkat. "Ini pil yang telah aku murnikan."
"Kenapa ukurannya sangat besar?" Asrul melihat pil buatan Siti Adawiyah ukurannya sangat besar.
"Aku baru pertama kali memurnikan pil. Aku belum berpengalaman dalam hal alkimia. Kemampuanku tidak sebaik yang dilakukan oleh Maelin. Tapi jangan khawatir, tidak ada kesalahan sedikitpun dalam proses pemurnian pil yang aku buat ini." Siti Adawiyah mencoba membuat Asrul tidak khawatir.
Ketika Asrul hendak mengambil obat itu, Siti Adawiyah juga hendak mengambilnya. Mereka berbarengan menyentuh obat itu.
"Panglima, jika engkau kesulitan untuk memakan obat ini, aku memiliki cara khusus untuk memakannya. Gunakanlah pisau dan garpu ini. Engkau bisa memakannya dengan perlahan." Siti Adawiyah memberikan kepada Asrul pisau dan garpu.
Asrul tertegun sejenak memandangi pil yang ukurannya sangat besar ini. Kemudian, Asrul memakannya dengan perlahan-lahan.
Sementara itu, di depan pekarangan kediaman Asrul, Siti Adawiyah melihat Pudel sedang memakan sisa bahan obat-obatan. Siti Adawiyah segera mencegahnya.
"Pudel! Apa yang engkau makan? Engkau tidak boleh memakannya.. Seleramu cukup bagus. Kalau begitu, nanti akan aku buatkan pil khusus untukmu agar bisa menjadi hewan buas surgawi yang tidak terkalahkan."
Setelah menyingkirkan sisa bahan obat-obatan, Siti Adawiyah segera memasuki kamarnya. Dia melihat di pekarangan, Surti sedang berlatih jurus tombak saktinya.
Dari jendela kamarnya, Siti Adawiyah melihat Pudel berlarian mengejar sesuatu yang bergerak cepat. Siti Adawiyah menjadi penasaran lalu melihatnya.
Siti Adawiyah mencari Pudel kesana kemari. Setelah berjam-jam mencari, akhirnya Siti Adawiyah melihat Pudel sedang terbaring di teras dapur istana.
"Pudel, kenapa engkau tidur disini? Ayo kemari, kita pulang."
Siti Adawiyah memanggil Pudel berulang kali tetapi tidak ada tanggapan, Siti Adawiyah mendekatinya dan didapatkannya Pudel sudah tidak bernyawa lagi.
"Pudel, apa yang telah terjadi? Siapa yang telah membunuhmu?" Siti Adawiyah melihat luka bekas pukulan pada tubuh Pudel. Siti Adawiyah menggendongnya dan membawanya ke kolam Kautsar. Kolam Kautsar adalah pintu gerbang menuju alam dunia.
"Pudel, ini adalah kolam Kautsar. Aku akan memasukkan kamu kedalamnya. Nanti, di alam dunia, entah engkau menjadi manusia atau tetap menjadi hewan, ingatlah pesanku. Di dunia ini ada dua kepribadian. Ada yang baik, ada yang jahat. Bahkan meskipun sebagai makhluk abadi pun, ada yang rela mengorbankan dirinya untuk orang lain, ada juga yang tidak mempedulikan keselamatan orang lain. Ada yang mengutamakan kepentingan orang banyak, ada pula yang egois. Sia-sia engkau telah mengikutiku sekian lama, tetapi engkau masih tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Di alam dunia nanti, engkau harus bisa membedakan mana orang yang baik dan mana orang yang jahat."
Siti Adawiyah melepas kepergian Pudel dengan muka yang sedih. Setelah itu Siti Adawiyah kembali ke kamarnya dan mengurung diri selama dua hari.
Diluar kamar terdengar suara Surti yang berulang kali memanggil Pudel.
"Pudel.. Pudel."
Surti bertemu dengan Bianca dan bertanya mengenai Pudel.
"Bianca. Apakah engkau melihat Pudel?"
Bianca menjawab. "Aku tidak melihatnya dua hari ini. Mungkin dia berada didalam kamar Siti Adawiyah. Mungkin Siti Adawiyah kembali membuat ramuan obat-obatan."
"Tidak mungkin! Bukankah biasanya terdengar suara menggelegar saat Siti Adawiyah melakukan prakteknya?" Surti sangat hafal perbuatan Siti Adawiyah.
"Kalau begitu ayo kita temui Siti Adawiyah." Bianca mengajak Surti menemui Siti Adawiyah di kamarnya.
"Jangan! Biarkan saja. Kita tunggu saja sampai dia keluar sendiri dari kamarnya." Surti melarang Bianca menemui Siti Adawiyah.
Asrul mendengar pembicaraan Surti dan Bianca, lalu menerawang melihat keadaan Siti Adawiyah. Dilihatnya Siti Adawiyah duduk dengan memeluk lutut, terlihat seperti sedang bersedih.