🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#34
#34
“Dengan berat hati, saya menyampaikan, putra kalian menderita Leukimia.”
Bumi seperti terbelah, dan Hilda terperosok di dalamnya, meraba dalam gelap, tak ada benda yang bisa ia pegang, terasing, sunyi dalam hening dan keterasingan. Begitulah gambaran perasaan Hilda, mana pernah ia menduga perjalanan hidup anak pertamanya akan seperti ini. Menderita sebuah penyakit yang cukup membuat siapapun ketakutan.
Saat itu juga Air mata Hilda berlinang, ia tak kuasa menahan kesedihannya, “apa yang harus kami lakukan sekarang, Dok?” Tanya Irfan berusaha tenang, sambil mencari solusi.
“Pasien harus dirawat secara intensif di Rumah Sakit, berita buruknya di Yogyakarta belum ada Rumah Sakit yang cukup memadai untuk merawat pasien Leukemia.”
“Lalu, kami harus ke Rumah Sakit mana, Dok?”
“Hingga saat ini, yang cukup berpengalaman menangani Pasien Leukemia adalah William Medical Center Jakarta. Jika Bapak dan Ibu bersedia, saya akan berikan surat pengantar sekaligus surat rujukan ke William Medical Center Jakarta, agar pasien bisa segera mendapatkan tindakan.”
“Jakarta, Dok?” Tanya Irfan dan Hilda serentak.
“Benar, Pak, Bu, semakin cepat pasien menerima donor sumsum tulang belakang, akan semakin baik, dan semakin besar pula kesempatannya untuk sembuh.”
.
#mohon maaf, di cerita ini saya hanya menuangkan ide, termasuk tak ada kaitan 100% dengan yang ada di real life, karena bisa saja di Yogyakarta ada Rumah sakit besar yang bisa menangani pasien Leukemia, yang tidak othor ketahui. 🙏
.
Di dalam mobil sepasang suami istri itu saling menumpahkan tangis, sedih sudah pasti, namun ini adalah ujian yang harus mereka hadapi sebagai seorang hamba, semakin berat ujian hidupnya, maka semakin besar pula kasih sayang Allah pada mereka. Dan hanya yang terpilih lah yang mampu menyelesaikan ujian tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Bagaimana ini, Mas, apa harus kita pergi ke Jakarta?” Tanya Hilda gamang, ia seperti merasa trauma menginjakkan kaki di Jakarta.
“Apakah kita punya pilihan? setidaknya kita harus bersyukur, karena tak perlu terbang ke Singapura agar anak kita memperoleh pengobatan layak.”
“Kali ini kami pasti sangat merepotkanmu, Mas.” Ungkap Hilda, ia merasa tak enak hati karena Irfan bukanlah Ayah kandung Ammar.
Irfan yang sedang mencari-cari sesuatu di ponselnya, tiba-tiba menoleh. “Kami? Kami siapa?”
“Aku, dan… Ammar.”
“Mulai lagi deh, berhentilah merasa seakan akan kamu adalah beban. Baik kamu, dan terutama Ammar, aku mencintai kalian berdua, bukan sebatas kewajiban sebagai suami dan Ayah sambung, tapi tulus dari hatiku, karena aku adalah Ayah yang menimang Ammar ketika ia baru lahir, aku yang menerima pelukan hangatnya ketika ia bermanja padaku, dan aku juga kelak akan dimintai pertanggungjawaban, walau bukan Ayah kandung Ammar…”
“Ya, Halo?” Kalimat Irfan terputus ketika panggilan teleponnya terhubung.
“Iya, Pak Irfan, Apa kabar?”
“Alhamdulillah baik, Pak Darren.”
“Apa, Pak Irfan dan Bu Hilda sudah bisa memberikan jawaban terkait dengan penawaran kami?”
“Sepertinya begitu, kami siap bekerja sama Pak,” Jawab Irfan. “Tapi … tujuan kami ke Jakarta tak semata-mata mengurus pekerjaan, karena sepertinya kami juga memerlukan bantuan anda.”
“Oh begitu, baiklah, jika saya bisa, akan saya bantu semaksimal mungkin.”
Maka Irfan pun menceritakan semuanya, selama itu halal, akan ia tempuh demi kesembuhan Ammar, termasuk meminta bantuan salah satu putra dari Direktur Utama William Medical Center. Agar urusan administrasi dan birokrasi bisa dilalui dengan cepat dan mudah.
“Gimana, Mas?”
“Alhamdulillah, Allah kasih kita kemudahan, melalui bantuan Pak Darren dan keluarganya.”
“Alhamdulillah,” Hilda turut bersyukur, karena diantara semua masalah yang kini membuatnya merasa sesak dan sedih, Allah masih memberikan kemudahan.
.
.
Senada dengan Hilda yang tengah dilanda sesak dan sedih, akibat berita mengejutkan yang ia terima dari Rumah Sakit. Aldy pun merasakan keresahan yang sama, pasalnya Aldy belum juga menerima kabar mengenai hasil Lab Ammar. Kegelisahannya itu nampak jelas di mata Widya, karena kini ia tengah menemani Widya memeriksakan kandungannya, walau enggan dan malas, tapi terpaksa ia lakukan demi anak dalam kandungan sang istri, bagaimanapun ia tak bersalah dalam hal ini.
Aldy memilih menjauh sesaat dari Widya, ia tak bisa lagi tinggal diam dalam gelisah. “Ma… Papa mau kemana?”
“Sepertinya, papa hendak menelpon seseorang.”
Reva mengangguk paham, gadis itu pun kembali fokus pada kertas kanvas dan pensil gambarnya. Sementata Widya yang tak ingin kesal dengan sikap Aldy, pun membuka ponsel miliknya sendiri, bibirnya tersenyum ketika melihat ada pesan masuk dari seseorang yang baru beberapa minggu dikenalnya.
“Assalamualaikum, Al?”
*Wa'alaikumsalam, Fan. Gimana? Hasil Laboratorium Ammar sudah keluar?”
“Sudah.”
“Lalu, apa kata Dokter?”
Irfan diam sesaat, membuat Aldy kebingungan hingga melongok ponselnya beberapa kali, Aldy pikir panggilannya terputus!.
“Halo… halo… Fan, kamu masih di sana kan?”
“Masih, Al…”
“Cepatlah jawab, jangan…”
“Leukemia.” Irfan memotong kalimat Aldy.
“Apa? Aku tidak salah dengar kan? Kamu gak bercanda kan? Jangan macam-macam, Fan, ini sama sekali gak lucu!!” Aldy meluncurkan banyak pertanyaan, tanpa ia sadari air matanya pun luruh begitu saja, sejalan dengan semangat hidupnya tang juga tiba-tiba redup.
“Nggak, Al, aku gak bohong.”
Semangat hidup, serta kebahagiaan dalam dirinya tiba-tiba sirna, Aldy seperti jely yang kehilangan tenaga, ia terduduk begitu saja di lantai, menangis seorang diri, sementata di ujung sana, Irfan pun tak dapat melakukan apa-apa untuk menghibur Aldy.
“Lalu, bagaimana kondisi Ammar sekarang?”
“Amar, masih lemas, dia juga kehilangan selera makan. Dan Dokter menyarankan pada kami agar membawa Ammar ke Jakarta untuk melakukan perawatan dan pengobatan, sambil menunggu donor sumsum tulang belakang muncul.”
“Jadi, apakah kalian akan ke Jakarta?”
“Seperti nya, begitu, mungkin perlu persiapan satu atau dua hari ”
“Tolong kabari aku jika kalian sudah tiba di Jakarta. Aku akan segera ke Rumah sakit untuk melakukan Uji Laboratorium, apakah cocok atau tidak dengan Ammar.”
Sesalnya sungguh tiada arti, kini setelah semua terjadi, Aldy benar benar merasa lemah tak berdaya. Andai saja saat itu ia tak bermain api, andai saja ia tak memberikan Hilda pilihan yang sulit, andai saja mata dan hatinya tak dibutakan oleh cinta … dan begitu banyak andai andai yang lain.
Dan sepanjang pemeriksaan kehamilan Widya, hanya wanita itu saja dan Reva yang tampak antusias, sementara Aldy diam mematung, tak fokus melihat layar USG atau menyimak penjelasan Dokter yang mengatakan bahwa Janin dalam kandungan Widya sangat sehat.
“Aku kecewa sama kamu, Mas.” Gerutu Widya ketika mereka dalam perjalanan pulang,
“Jangan mulai lagi, Wie… aku sudah mengikuti kemauanmu, menemani ke Dokter untuk periksa.”
“Tapi itu memang kewajiban kamu, Mas.”
“Reva baru saja tidur, jangan sampai dia bangun dan lagi-lagi melihat pertengkaran kita.”
“Mas yang mulai duluan, membuat ku kesal saja, ragamu ada di dekatku, sementara hati dan pikiranmu tertuju pada anak dan mantan istrimu.”
Ckiiiiiitttt!!!
Braaakkk!!!
Kepulan asap putih keluar, membuat Aldy panik, ia segera melepas seat belt nya. Kemudian bergerak cepat ke pintu belakang mobil, guna membawa Reva menjauh dari mobil, khawatir terjadi hal hal yang tak diinginkan.
“Widya… cepatlah menjauuhhh… !!!” Pekik Aldy, ketika melihat sang istri masih enggan bergerak dari tempat duduknya, padahal kepulan asap semakin tebal.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg