Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Meramal
Pagi tiba, sekujur tubuh Alena dipenuhi oleh bintik kemerahan. Alena mengintip Mattias yang saat ini tengah mandi bersamanya di sebuah pemandian air panas alami.
“Kenapa anda bersembunyi seperti itu?” Tanya Mattias mendekat, Alena mendorong tubuh Mattias agar tidak lebih mendekat.
“Anda jangan macam-macam, saat ini kita berada di luar kamar.” Ucap Alena, senyum terukir di bibir Mattias.
“Baiklah, nanti setelah pulang kita lanjutkan yang sema-”
“Hentikan, jangan katakan itu. Apa anda tidak malu mengatakan hal seperti itu?” Alena menutup mulut Mattias, sedangkan pria itu hanya terkekeh dan mengecup telapak tangan wanitanya itu.
“Sebelum kita sampai ke Kerajaan Timur, aku ingin menghabiskan banyak waktu bersama dengan anda.” Ucap Mattias, Alena tersenyum lembut mendengarnya.
“Mattias, disini sangat sedikit yang mengenal kita. Bagaimana bila kita berjalan-jalan di pasar?” Tanya Alena, Mattias tertegun sejenak.
“Ayo kita berkencan!” Ajak lagi Alena, sontak dua semburat merah terbentuk di kedua pipi Mattias.
“Tentu saja,” Jawab Mattias setelahnya, keduanya menikmati hangatnya air pagi itu.
Setelah sarapan, keduanya mengenakan pakaian layaknya orang biasa. Mereka berjalan santai di jalanan pasar, begitu banyak orang yang menawarkan jasanya untuk meramal saat itu.
Dari mulai meramal menggunakan kartu, bola kristal dan bahkan ada yang menggunakan batu. Mattias mengatakan bila hal tersebut tidaklah mungkin ada, namun tidak bagi Alena.
“Mattias, bagaimana bila kita mencobanya saja?” Tanya Alena, Mattias menggelengkan kepalanya.
“Itu hanya cara mereka untuk mencari uang Alena, jangan mudah percaya.” Ucap Mattias meluruskan, bila para peramal itu hanya tengah menipu saja.
“Tapi, saya yang pernah hidup dua kali saja merupakan sebuah hal yang janggal. Mengapa kita tak coba di ramal saja?” Alena memohon dengan teramat, Mattias akhirnya mengalah dan mengikuti keinginan Alena.
Mereka kini berada di hadapan seorang peramal kartu, peramal itu meminta Alena mengambil 7 kartu, begitupun dengan Mattias. Saat kartu pertama di buka, sebuah gambar yang sama muncul.
“Apa ini maksudnya?” Tanya Alena dengan cepat dan sangat menanti, melihat adanya bulan dan matahari yang saling berdampingan dan memberikan sinar serta seorang wanita dan pria yang mengenakan mahkota di atas kepala mereka, terlihat dalam kartu tersebut.
“A-apa terjadi kesalahan? Mana mungkin begini.” Ucap peramal tersebut, Mattias dan Alena nampak terkejut. Mattias menghela nafas amat panjang, dia sudah menyangka bila peramal itu adalah sebuah modus penipuan belaka.
“Sudah saya duga, ada apa?” Tanya Mattias meremehkan, hingga sosok pria mengenakan jubah berada di antara Mattias dan Alena.
“Eh, Pa-” Dia adalah Alfiena, Alena langsung menutup mulut pria itu dan Mattias langsung menghentikan Alena dan memelototi Alfiena.
Alfiena menggelengkan kepalanya sedangkan Alena nampak memohon dengan matanya agar tidak membocorkan identitas mereka, Alfiena menatap Mattias yang masih menatapnya tidak suka.
“Ah Tuan Marquess,” Peramal itu menunduk memberikan hormat.
“Halo Bilis, wah bukankah ini mengejutkan?” Ucap Alfiena melihat kartu yang baru saja dibuka.
“Benar Tuan, ini sangat mencengangkan. Apa yang harus saya lakukan?” Tanya peramal itu ragu, Alfiena terkekeh.
“Anda tak perlu takut, apa biar saya saja yang membacanya bagaimana?” Tawar Alfiena, peramal itu nampak berbinar dan mengangguk.
“Sebuah kehormatan dapat menyaksikan kemampuan anda, Tuan Marquess.” Alena dan Mattias saling bersitatap setelahnya, Alfiena duduk di kursi peramal tersebut.
“Ah, apakah ini keterlaluan? Seharusnya kau menangkap peramal itu karena sudah melakukan sebuah penipuan. Tapi kau malah melindunginya, dan duduk di tempatnya.” Ucap Mattias kesal, Alfiena terkekeh setelahnya.
“Bila peramal kecil ini membacakan kartu ini, tentu saja dia akan mendapatkan hukuman yang tak terbayangkan. Namun karena saya mengenal kalian berdua dengan cukup baik, jadi saya tidak takut untuk mengatakannya.” Ucap Alfiena dan menatap kedua kartu itu dengan teliti.
“Ternyata benar, ini adalah Lord. Itu adalah istilahnya dalam kartu. Bisa dikatakan bila seseorang yang memiliki kartu ini hanya beberapa orang saja di dunia, karena kartu ini sangat berbahaya.” Mattias terdiam mendengarkan dengan malas, namun Alena nampak antusias.
“Ini pertanda bila bulan dan matahari akan muncul dan berada di atas kerajaan, namun mahkota itu bukan mahkota Raja atau Ratu. Namun sesuatu yang lebih besar dari itu, mungkin kalian calon Kaisar dan Permaisuri di masa depan.” Ucap Alfiena santai, Mattias menatap Alfiena dengan tajam.
“Anda tidak takut mengatakan hal seperti itu Tuan Marquess?” Tanya Mattias menyindir, Alfiena menggelengkan kepalanya.
“Untuk apa saya takut? Justru saya berharap.” Ucap Alfiena tanpa gentar, Mattias berdecak kesal mendengarnya.
“Kau bisa ditangkap karena bisa saja menyulut pemberontakan, apa kau tak tahu kejadian kelam mengenai buku dari seorang peramal Borjuis?” Tanya Mattias sangat kesal, Alfiena terkekeh hambar.
“Saya tak akan mengatakannya bila saya merasa takut, namun bila ada pemberontakan semacam itu di masa depan. Mungkin dengan senang hati, pihak wilayah Timur akan langsung memberikan dukungan pada anda berdua.” Ucap Alfiena tersenyum tulus, namun di mata Mattias justru nampak seperti senyuman meledek.
“Bukankah ini keterlaluan,” Ucap Mattias, Alena terdiam menatap suaminya yang nampak terkejut namun mati-matian berusaha menutupinya. Siapa juga yang tidak akan terkejut mendengar hal itu, bahkan dengan sangat terang-terangan Marquess Alfiena mendukung Mattias.
“Cing cangkeling manuk cingkleng cundeten, plos ka kolong bapa aing cundeten. Dan kartu kedua, Hem?” Alfiena membaca mantra di atas kartu kedua dan terdiam sejenak, dia menatap kedua orang dihadapannya itu setelah mereka membuka kartu mereka masing-masing.
Milik Alena adalah banyaknya emas, permata dan matahari yang cerah menerangi dirinya. Sedangkan milik Mattias berisikan pedang bermata dua dan malam serta cahaya rembulan.
‘Aku tidak salah mengambil tindakan agaknya,’ Gumam Alfiena dalam hati, dia menatap Alena untuk yang pertama.
“Anda akan mendapatkan kebahagiaan, harta dan kekuasaan yang luar yang diberikan oleh orang yang sangat anda cintai. Sedangkan anda, anda akan melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan sebelumnya.” Ucap Alfiena, Mattias terdiam dia memang telah keluar dari zona nyaman sejak bersama dengan Alena.
“Baiklah, untuk yang satu ini aku akan percaya.” Ucap Mattias malu-malu kucing, sedangkan Alena hanya terkekeh melihat sikap yang ditunjukan oleh Mattias.
Kartu ketiga dibuka dan alangkah terkejutnya Alfiena melihat kartu tersebut, kartu yang hampir serupa pula. Namun amarah Alfiena kini memuncak sampai ke ubun-ubun. Bahkan tanpa dia sadari, beberapa galas pecah di sekitar Alfiena.
“Be*debah!” Umpat Alfiena menggebrak meja, Mattias dan Alena terkejut. Kartu itu memang nampak tak enak di pandang dari manapun. Kartu milik Alena nampak sebuah kuburan kecil, dan banyak kuburan besar di belakangnya serta nampak adanya gerhana. Sedangkan milik Mattias nampak serupa namun bukan kuburan di balik kuburan kecil itu, melainkan pedang di atas ratusan mayat.
“Apa ini artinya?” Tanya Mattias, Alfiena mengepalkan tangannya sekuat tenaga dan menatap Mattias dengan sangar.