10 tahun Anna dan Alam menikah dan mereka tidak pernah bertemu sekalipun, karena Anna harus melanjutkan pendidikan dan pengobatannya di Luar negeri.
Dan disaat Anna kembali, pernikahannya harus disembunyikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DASW BAB 13 - Tekad Maura
Di meja makan.
"Mama tenang saja, hubungan Anna dan Abang sudah tidak sedingin dulu," ucap Luna, setelah Alam meninggalkan ruang makan.
Firman yang juga mendengar ucapan anak bungsunya itu langsung menatap Luna, ingin mendengar cerita yang lebih jelas..
"Apa iya? kamu tahu darimana?" tanya Rachel.
Namun belum sempat menjawab, ada Ardi yang datang ke meja makan dan ikut duduk. Langsung mengambil sarapan untuk dia sendiri.
"Anna dan Abang sudah begini," jawab Luna sambil menggerakan kedua tangannya, membuat gerakan saling mencium.
Rachel mencibir, meremehkan jawaban Luna, seolah tidak percaya.
Mana mungkin. Batinnya. Dan sama, Firman pun berpikir itu tidak akan mungkin.
Lain halnya dengan Ardi yang juga melihat gerakan tangan Luna, dia percaya akan hal itu. Apalagi setelah 10 tahun mereka berpisah, pasti pertemuannya akan lebih dari sekedar ciuman.
Ardi tidak ikut buka suara, hanya mengulum senyum meledek abangnya.
"Mama tidak percaya?" tanya Luna dan Rachel langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak," jawab Rachel singkat.
"Mama ingin segera memiliki cucu kan?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu aku akan mengabulkannya. Aku akan membuat Anna segera hamil, tapi kalau aku berhasil, mama harus berhenti memintaku menikah."
"Iss, mama tidak mau. Mau bagiamanapun kamu dan Ardi itu memang harus segera menikah."
Ardi yang namanya disebut hanya diam, menikmati sarapannya.
"Tapi kan tidak semudah itu Ma, lebih baik memanfaatkan yang sudah ada." balas Luna dan Rachel hanya geleng-geleng kepala.
Namun melihat sang mama yang tidak lagi menjawab, Luna langsung mengambil kesimpulan sendiri, bahwa Rachel menyetujui idenya. Jika dia bisa berhasil membuat Anna hamil, maka Rachel tidak akan memaksanya untuk segera menikah.
Otak Luna mulai berkelana, merencanakan banyak hal untuk Anna dan Alam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam 8 pagi Alam sudsh sampai di rumah sakit, dia disambut dengan tatapan memuja dari para perawat dan dokter muda disana.
Langkah kaki Alam yang menuju ruangannya sedikit terhalang saat tiba-tiba Maura menghampiri.
"Al," sapa Maura.
Mereka berdua lantas berjalan bersama, pemandangan yang sangat begitu indah. Mereka berdua memang nampak serasi, cantik dan tampan.
Andai Alam belum menikah, Maura adalah kandidat yang pas untuk menjadi istri Alam. Itulah gosip yang selama ini berkembang di rumah sakit.
"Hari ini ada jadwal operasi?" tanya Maura dan Alam menggelengkan kepalanya, tanda Tidak.
"Sama, bagaimana kalau nanti kita makan siang bersama?"
"Aku sudah membuat janji dengan yang lain."
"Siapa?"
"Tuan Arnold."
"Tidak ingin mengajakku?"
"Bukan waktu yang tepat, sepertinya ada yang ingin tuan Arnold katakan."
Maura mendengus kecewa, padahal dia ingin terlihat semakin dekat dengan Alam di hadapan Anna. Makan siang adalah waktu yang tepat karena pada saat itu Anna akan datang ke rumah sakit.
Maura dan Alam sudah mengenal sejak mereka sekolah SMA dulu, Alam adalah senior Maura. Saat itu Maura kelas 1 dan Alam kelas 3. Sejak saat itu Maura sudah menaruh hati pada Alam.
Mereka berpisah dan bertemu lagi ketika Alam sudah menjadi direktur utama rumah sakit Medistra. Mengetahui jabatan Alam yang semakin bersinar makin menambah cinta Maura pada pria tampan itu. Tekad Maura semakin besar untuk memiliki Alam.
Bahkan demi bisa bersama dengan Alam, Maura meminta pada ayahnya untuk membeli beberapa persen saham rumah sakit Medistra. Semakin memperkuat posisinya untuk bersanding dengan Alam.
"Apa setelah bertemu dengan tuan Arnold kamu akan kembali ke rumah sakit lagi?" tanya Maura, mereka berdua berhenti di salah satu persimpangan gedung rumah sakit.
"Iya, ada pasien yang harus aku periksa."
Maura mengangguk, "Kalau begitu sampai bertemu nanti." balas Maura, dia tersenyum manis sekali.
Dan Alam hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil. Lalu pergi lebih dulu, meninggalkan Maura yang mengulum senyum.
Seperti ini saja Maura sudah merasa begitu sempurna.