NovelToon NovelToon
Dolfin Band Kisahku

Dolfin Band Kisahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Persahabatan / Fantasi Isekai / Sistem Kesuburan
Popularitas:218
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Di tengah gemuruh ombak kota kecil Cilacap, enam anak muda yang terikat oleh kecintaan mereka pada musik membentuk Dolphin Band—sebuah grup yang lahir dari persahabatan dan semangat pantang menyerah. Ayya, Tiara, Puji, Damas, Iqbal, dan Ferdy, tidak hanya mengejar kemenangan, tetapi juga impian untuk menciptakan karya yang menyentuh hati. Terinspirasi oleh kecerdasan dan keceriaan lumba-lumba, mereka bertekad menaklukkan tantangan dengan nada-nada penuh makna. Inilah perjalanan mereka, sebuah kisah tentang musik, persahabatan, dan perjuangan tak kenal lelah untuk mewujudkan mimpi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Moment perpisahan 2

Acara penutupan di aula sekolah berlangsung khidmat.

Pak Dedi, guru seni sekaligus pembimbing band Dolfin, maju ke podium setelah Pak Singgih selesai berpidato.

"Anak-anak, saya bangga dengan kalian. Saya tahu selama ini perjalanan kalian tidak mudah. Banyak rintangan, baik di sekolah maupun di luar. Tapi kalian berhasil melaluinya. Untuk band Dolfin, saya ucapkan terima kasih karena kalian telah memberikan warna dan keindahan pada setiap acara di sekolah ini. Sekarang saatnya melangkah ke depan, hadapi dunia luar yang lebih luas lagi."

Ucapan Pak Dedi disambut tepuk tangan meriah. Terlihat beberapa siswa tersenyum lega, sementara yang lain menahan haru.

Setelah pidato singkat dari Pak Dedi, tibalah momen yang ditunggu-tunggu.

Pak Singgih kembali ke podium dan dengan penuh kebanggaan mengumumkan, "Anak-anak sekalian, dengan ini saya nyatakan, seluruh siswa kelas 12 SMA Negeri Cilacap tahun ini lulus tanpa ada satu pun yang mengulang. Kalian semua lulus dengan prestasi yang luar biasa!"

Sorak-sorai terdengar memenuhi aula. Semua siswa bangkit berdiri, bersorak, dan saling berpelukan.

Ferdy dan teman-temannya, yang sejak awal sudah duduk berdekatan, langsung saling menepuk punggung dan mengucapkan selamat.

"Gila, kita lulus semuanya, bro!" seru Iqbal dengan senyum lebar di wajahnya.

"Finally, men! Akhirnya selesai juga perjuangan tiga tahun ini," Puji menambahkan, tertawa lepas.

Ayya memeluk Tiara erat, matanya sedikit berkaca-kaca. "Gue nggak nyangka kita sampai sejauh ini. Gila, tiga tahun yang penuh drama."

Tiara tersenyum sambil mengangguk. "Iya, kita berhasil, Ya. Tapi gue juga nggak sabar lihat petualangan kita selanjutnya di luar sekolah."

Momen itu begitu emosional, namun tak ada yang bisa menahan kebahagiaan.

Setelah semua bersorak dan merayakan, acara berlanjut dengan para siswa yang satu per satu menghampiri para guru untuk bersalaman dan mengucapkan terima kasih.

Mereka berjalan menuju barisan para guru, bersalaman dan memeluk mereka, seolah mengucapkan salam perpisahan penuh makna.

Para guru, yang selama tiga tahun membimbing dan mendidik mereka, juga terlihat haru.

Mereka seperti orang tua kedua bagi para siswa.

Ferdy, Ayya, Iqbal, Puji, dan Damas ikut dalam barisan itu, bergantian memeluk guru-guru mereka. Ketika giliran Pak Dedi, mereka berhenti sejenak.

"Pak, terima kasih banyak. Kalau bukan karena Pak Dedi, mungkin kita nggak akan bisa sesolid ini di band," kata Ferdy dengan mata yang berbinar.

Pak Dedi tersenyum hangat. "Kalian yang hebat. Teruslah bermusik, teruslah berkarya. Saya yakin kalian punya masa depan cerah di depan sana."

Setelah semua siswa selesai bersalaman, ada satu momen simbolis yang tidak kalah penting.

Tidak seperti biasanya, di sekolah itu tidak ada tradisi mencoret-coret seragam untuk merayakan kelulusan.

Sebaliknya, seragam OSIS dan seragam sekolah mereka dikumpulkan untuk didonasikan kepada siswa yang kurang mampu.

Sebagai gantinya, setiap murid diberikan kain putih berukuran satu meter sebagai tempat untuk menuliskan pesan-pesan kenangan dan tanda tangan.

Para siswa saling bertukar kain, menulis pesan manis, jenaka, hingga mengharukan.

"Tulis yang bagus dong, Bal!" protes Damas ketika melihat Iqbal hanya menulis, "Jangan lupa traktir gue kalo udah kaya!"

Iqbal tertawa lebar. "Ini kan doa, Mas. Siapa tau lo beneran jadi orang kaya, terus gue ditraktir."

---

Setelah acara resmi ditutup, para siswa mulai membubarkan diri.

Beberapa dijemput oleh orang tua atau kerabat mereka, sementara yang lain menunggu jemputan di halaman sekolah.

Ferdy dan teman-temannya memutuskan untuk duduk di bawah pohon besar sambil menunggu jemputan tiba.

"Nggak nyangka kita udah selesai, ya?" ujar Tiara sambil menatap langit biru di atas mereka.

"Rasanya cepat banget," sahut Ayya. "Kayak baru kemarin kita masih jadi anak kelas satu yang kebingungan cari kelas."

Puji mengangguk setuju. "Iya. Waktu berasa terbang."

Sambil mereka mengobrol santai, tiba-tiba sosok Alex muncul bersama Pak Singgih.

Ferdy dan teman-temannya saling bertukar pandang dengan ekspresi waspada.

"Fer," panggil Alex pelan, wajahnya terlihat menyesal.

Pak Singgih yang ada di samping Alex segera angkat bicara. "Ferdy, anak-anak, saya minta maaf untuk kejadian tadi pagi.

Alex sudah bercerita semuanya kepada saya. Sebagai kepala sekolah, saya merasa malu dan sangat menyesal atas apa yang dilakukan anak saya."

Ferdy terkejut mendengar pernyataan itu. Selama ini, ia tidak pernah tahu bahwa Alex adalah anak kepala sekolah. "Bapak... saya..."

"Ferdy, kamu tidak salah," potong Pak Singgih dengan tegas, tapi suaranya tetap penuh dengan kehangatan.

"Sebagai seorang ayah, saya merasa sangat malu dengan perilaku Alex dan teman-temannya.

Tapi sebagai kepala sekolah, saya bersyukur bahwa kalian menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan pihak luar."

Alex yang berdiri di sebelah Pak Singgih tampak canggung.

Dia menggaruk kepala dengan gugup sebelum akhirnya berbicara, "Fer, gue... gue minta maaf. Gue udah salah. Gue nggak seharusnya ngajak ribut. Semuanya udah kelewatan."

Ferdy menatap Alex, mencoba mencerna permintaan maaf yang terasa tulus itu.

Setelah beberapa detik terdiam, Ferdy mengangguk. "Gue terima maaf lo, Lex. Tapi tolong, jangan pernah ganggu gue atau temen-temen gue lagi."

Alex mengangguk cepat. "Iya, gue janji."

Iqbal, yang sedari tadi memperhatikan, berbisik pada Damas, "Wah, tumben nih Alex bisa minta maaf. Biasanya songong banget."

Damas tertawa kecil. "Mungkin udah kena karma. Tapi ya baguslah, masalah selesai."

Setelah perbincangan singkat itu, Pak Singgih dan Alex pun pergi.

Suasana kembali santai, Ferdy menarik napas panjang merasa lega.

"Kalian tahu nggak?" kata Puji tiba-tiba, memecah keheningan. "Kalo masalah tadi dilaporin ke polisi, wah bisa berabe sih."

Ayya mengangguk setuju. "Bener juga. Untung aja kita nggak sampai lapor."

Ferdy tersenyum kecil. "Gue pikir tadi sempat mau lapor. Tapi ya... ternyata Pak Singgih lebih bijak dari yang gue kira."

Tidak lama setelah perbincangan itu, mobil jemputan Ferdy tiba.

Orang tua Ferdy keluar dari mobil, terlihat tersenyum melihat kelompok sahabat itu berkumpul.

"Ferdy!" seru ibunya sambil melambaikan tangan. "Ayo, udah siap pulang?"

Ferdy berdiri dan menghampiri orang tuanya, sementara yang lain masih duduk di tempat.

Namun, tiba-tiba, ayah Ferdy mendekat dan mendengar pembicaraan mereka soal kejadian pagi tadi.

"Saya dengar ada masalah tadi pagi?" tanya ayah Ferdy, ekspresinya terlihat khawatir.

Ferdy menundukkan kepala. "Iya, Pa. Tapi semuanya udah selesai. Alex dan temen-temennya minta maaf, dan Pak Singgih juga tahu semuanya."

Ayah Ferdy mengangguk, sepertinya memahami situasinya.

"Yah, untung aja nggak sampai panjang, ya. Kadang kenakalan remaja bisa lepas kontrol. Bersyukurlah kalian bisa selesaikan dengan kepala dingin."

Ibunya menepuk pundak Ferdy sambil tersenyum lembut. "Yang penting kalian semua aman."

Ferdy tersenyum, merasa lega dengan dukungan dari orang tuanya. "Iya, bu. Semua udah beres."

Mereka kemudian berpamitan dengan teman-teman Ferdy yang lain.

Ayya, Tiara, Iqbal, Puji, dan Damas melambaikan tangan sambil tersenyum.

"Jangan lupa kabarin kalo mau kumpul lagi!" seru Iqbal.

"Pastilah! Jangan kangen, Bal!" jawab Ferdy sambil tertawa sebelum masuk ke dalam mobil.

Mobil perlahan bergerak meninggalkan sekolah, membawa Ferdy pulang terlebih dulu.

Hari itu terasa begitu indah, penuh emosi, tawa, dan sedikit ketegangan. Tapi pada akhirnya, semuanya berakhir dengan damai. Mereka lulus, dan petualangan baru di luar sana sudah menunggu.

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai kak salam kenal...
saya Pocipan ingin mengajak kaka untuk bergabung di Gc Bcm
di sini kita adakan Event dan juga belajar bersama dengan mentor senior.
jika kaka bersedia untuk bergabung
wajib follow saya lebih dulu untuk saya undang langsung. Terima Kasih.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!